Perang Tondano di Sulawesi Utara

Perang Tondano terjadi pada masa penjajahan Belanda, baik pada masa VOC maupun masa Pemerintah Hindia Belanda. Sebelum kedatangan bangsa Belanda, orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa (Tondano) Sulaewsi Utara.
Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
VOC berusaha memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual hasil berasnya kepada VOC. Orang-orang Minahasa menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa.
Untuk melemahkan orang-orang Minahasa, VOC membendung Sungai Temberan.
Akibatnya aliran sungai meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian memindahkan tempat tinggalnya di Danau Tondano dengan rumah-rumah apung.
Perang Tondano terjadi lagi pada abad ke-19, yakni pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels, yakni Minahasa dijatah untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2000 orang yang akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Belanda untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah.
Mereka justru ingin mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda.
 Gubernur Prediger kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahananorang-orang Minahasa di Tondano-Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Pasukan yang satu dipersiapkan menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bamu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orangIlmu orang Minahasa di Minawanua. Karena waktu sudah malam maka para pejuang dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah.
Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua.
Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampulan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano-Minawanua. Bahkan terpetikik berita kapal yang paling besar yang di danau tenggelam.
Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama, bahkan sampai bulan Agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok dari pejuang yang mulai memihak kepada Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan atas gempuran pasukan Belanda yang terus menerus. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan.
Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah. Mayat-mayat mereka telah lenyap di dasar danau bersama lenyapnya kemerdekaan dan kedaulatan tanah Minahasa.


Sumber : buku k13 Ilmu Pengetahuan Sosial kelas VIII