Jenis Musik Tradisi Indonesia

Musik merupakan bahasa universal. Melalui musik orang dapat mengekspresikan perasaan.
Musik tersusun atas kata, nada, dan melodi yang terangkum menjadi satu. Bahasa musik dapat dipahami lintas budaya, agama, suku ras, dan juga kelas sosial.
Melalui musik segala jenis perbedaan dapat disatukan.
Pada praktiknya, musikalitas seseorang berbeda- beda.
Perbedaan ini disebabkan oleh faktor internal dan juga eskternal.
Secara internal, musikalitas dipengaruhi oleh bakat dalam dirinya, sedangkan faktor eksternal lebih ditentukan oleh kesukaan atau kegemaran dan lingkungan dimana tinggal.
• Mencari dan mendapatkan partitur musik tradisi, selama ini musik tradisi Indonesia disampaikan melalui guru, pelatih dan nyantri pada tokoh musik yang ada.
• Mencari penulisan partitur atau teks musik yang nyata dan baku
• Mengidentifikasi pemain dan tokoh musik tentang kepekaan musikal hidup kebersamaan, ekspresi dan keterampilan dalam mempertunjukkan karya dari berbagai daerah
Di daerah Aceh terdapat musik yang disebut dengan Didong. Didong merupakan suatu bentuk kesenian tradisional yang sangat popular di Aceh Tengah. Kesenian ini dilaksanakan secara vokal oleh sejumlah (30-40) kaum pria dalam posisi duduk bersila dalam suatu lingkaran. Nyanyian Didong diiringi diramaikan dengan tepuk tangan secara berirama oleh para peserta sendiri. Para pemusik masing-masing memegang sebuah Bantal-tepok di tangan kiri, yaitu sebuah bantal kecil berisi kapuk dengan ukuran kira-kira 20x40 cm dan setebal 4 cm biasanya dihiasi dengan reramu, semacam rumbai-rumbai berwarna cerah-menyala pada pinggirnya. Properti ini biasanya juga menggunakan benang sulaman khas Aceh.
Dengan mengayunkan bantal di tangan kiri secara serempak ke atas atau ke depan setiap kali menjelang tepuk tangannya, maka terjadilah suatu permainan gerak yang mengasyikkan
dan sekaligus juga meramaikan tontonan kesenian Didong ini. Permainan bantal dengan menyanyi jika ditelisik hampir mirip dengan Saman, perbedaanya hanya terletak pada penggunaan properti.
Wayang Cokek merupakan salah satu bentuk pertunjukan musik tradisional di daerah Jakarta atau Betawi. Wayang Cokek berupa kesenian nyanyi dan tari dilakukan oleh pemain- pemain wanita. Pada zaman dahulu, yang menari adalah perempuan- perempuan yang menjadi budak belian. Mereka mengepang rambutnya dan mengenakan baju kurung, lazim dikenakan oleh orang-orang dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain bagian tanah air.
Orkes yang mengiringi bentuk nyanyi-tari ini terdiri dari kombinasi sebagai berikut :
1. Sebuah gambang kayu.
2. Sebuah rebab.
3. Sebuah suling.
4. Sebuah kempul, kadang-kadang ditambah dengan kenong, ketuk, krecek.
5. Gendang.
Sesuai dengan syair-syair nyanyian pada masa sebelum Perang Dunia Kedua, hingga zaman pendudukan militer Jepang di Indonesia, gaya pengisi sisipan dalam interval-interval frase melodi yang agak panjang, dimana teks atau syair bakunya tidak dapat mengisi secara paralel kekosongan itu, maka sudah biasa penyanyi mengisinya dengan kalimat pendek yang tidak ada sangkut paut l
Wayang Cokek merupakan salah satu bentuk pertunjukan musik tradisional di daerah Jakarta atau Betawi. Wayang Cokek berupa kesenian nyanyi dan tari dilakukan oleh pemain- pemain wanita. Pada zaman dahulu, yang menari adalah perempuan- perempuan yang menjadi budak belian. Mereka mengepang rambutnya dan mengenakan baju kurung, lazim dikenakan oleh orang-orang dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain bagian tanah air.
Orkes yang mengiringi bentuk nyanyi-tari ini terdiri dari kombinasi sebagai berikut :
1. Sebuah gambang kayu.
2. Sebuah rebab.
3. Sebuah suling.
4. Sebuah kempul, kadang-kadang ditambah dengan kenong, ketuk, krecek.
5. Gendang.
Sesuai dengan syair-syair nyanyian pada masa sebelum Perang Dunia Kedua, hingga zaman pendudukan militer Jepang di Indonesia, gaya pengisi sisipan dalam interval-interval frase melodi yang agak panjang, dimana teks atau syair bakunya tidak dapat mengisi secara paralel kekosongan itu, maka sudah biasa penyanyi mengisinya dengan kalimat pendek yang tidak ada sangkut paut langsung dengan tendensi syair, yakni: Si Nona disayang, atau Si Babah disayang. (Sebenarnya kata Babah, adalah kata Arab, yang artinya Juragan, Tuan Majikan; sedangkan hababa berarti biji mataku sayang).

Sumber : buku k13 Seni Budaya kelas 8


Related Posts :