Bangsa arab merupakan bangsa yang memilki nilai sastra yang tinggi. Di zaman Arab kuno setiap tahunnya diadakan pasar seni dimana mereka berkumbul dan membanggakan syair-syair yang ada diantara mereka. Salah satu pasar seni yang terkenal adalah ‘Ukadz yang diadakan pada bulan Syawal.
Awalnya bahasa Arab amat terjaga sampai islam menyebar luas ke negeri-negeri ‘ajam (bukan Arab). Dari sinilah mulai timbul kesalahan dalam melafadzkan bahasa arab. Penyebab utamanya adalah adanya percampuran antara bahasa arab dengan 'ajam. Kekeliruan ini sangat berbahaya karena boleh merusak makna ayat Al Quran. Sehingga Akhirnya kaidah-kaidah bahasa arab disusun dan diberi nama nahwu.
Para ulama hampir bersepakat bahwa penyusun ilmu nahwu pertama adalah Abul Aswad Ad Dualy (67 H) dari Bani Kinaanah atas dasar perintah
١ - ﺍﻟﺘﺤﻔﺔ ﺍﻟﺴﻨﻴﺔ ﺑﺸﺮﺡ ﺍﻟﻤﻘﺪﻣﺔ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴﺔ – ﺷﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﻣﺤﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺤﻤﻴﺪ – ﺹ : ٦
ﻭﺍﺿﻌﻪ – ﻭﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭ ﺃﻥ ﺃﻭﻝ ﻭﺍﺿﻊ ﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻫﻮ ﺃﺑﻮ ﺃﺳﻮﺩ ﺍﻟﺪﻭﻟﻲُّ ، ﺑﺄﻣﺮ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻋﻠﻲّ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﻤﺎ .!
٢ - ﺍﻟﻜﻮﺍﻛﺐ ﺍﻟﺪﺭﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺘﻤّﺔ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴّﺔ - ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﺍﻷﻫﺪَﻝ ﺹ : ٢٥ – ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ .
ﻭﺳﺒﺐ ﺗﺴﻤﻴﺔ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﻨﺤﻮ ﻣﺎ ﺭﻭﻱ ﺃﻥ ﻋﻠﻴًﺎ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻟﻤﺎ ﺃﺷﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ ﺍﻷﺳﻮﺩ ﺍﻟﺪﻭﻟﻲ ﺃﻥ ﻳﻀﻌﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻋﻠﻤﻪ ﺍﻻﺳﻢ ﻭﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻟﺤﺮﻑ : ﺍﻻﺳﻢ ﻣﺎ ﺃﻧﺒﺄ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺴﻤﻰ ، ﻭﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﺎ ﺃﻧﺒﺄ ﻋﻦ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺴﻤﻰ ، ﻭﺍﻟﺤﺮﻑ ﻣﺎ ﺃﻧﺒﺄ ﻋﻦ ﻣﻌﻨﻰ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﺍﻟﺮﻓﻊ ﻟﻠﻔﺎﻋﻞ ﻭﻣﺎ ﺍﺷﺘﺒﻪ ﺑﻪ ﻭﺍﻟﻨﺼﺐ ﻟﻠﻤﻔﻌﻮﻝ ﻭﻣﺎ ﺣﻤﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻟﺠﺮ ﻟﻠﻤﻀﺎﻑ ﻭﻣﺎ ﻳﻨﺎﺳﺒﻪ ﺍﻧﺢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﺍﻷﺳﻮﺩ ﻓﺴﻤﻲ ﺑﺬﻟﻚ ﺗﺒﺮﻛﺎً ﺑﻠﻔﻆ ﺍﻟﻮﺍﺿﻊ ﻟﻪ
Sejarah munculnya Ilmu Nahwu ini pada ketika zaman Abul Aswad Ad-Dauli datang kerumah puterinya di tanah Basroh, (pada masa sekarang sebuah negeri di negara Iraq). Pada saat itu puterinya mengatakan ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺖِ ﻣَﺎ ﺍَﺷَﺪُّ ﺍﻟْﺤَﺮِّ ,
dengan membaca Rofa’ pada lafadz ﺍَﺷَﺪُّ
dan membaca jar pada lafazh ﺍﻟْﺤَﺮّ , yang menurut bahasa yang benar ﻣَﺎ nya dilakukan sebagai Istifham yang artinya: “Wahai Ayahku ! Kenapa sangat panas?
Dengan spontan Abul Aswad menjawap
ﺷَﻬْﺮُﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ( Wahai Puteriku, bulannya memamg musim panas ).
Mendengar jawapan Ayahnya, puterinya langsung berkata : “Wahai Ayah, saya tidak bertanya kepadamu tentang panasnya bulan ini, tetapi saya memberi khabar kepadamu atas kekagumanku pada panasnya bulan ini (yang semestinya jika dikehendaki Ta’ajub diucapkan ﻣَﺎ ﺍَﺷَﺪَّ ﺍﻟْﺤَﺮَّ , dengan membaca fathah pada ﺍَﺷَﺪَّ
dan membaca Nashob ﺍﻟْﺤَﺮَّ ).
Sejak kejadian itu, Abul Aswad lalu datang kepada sahabat,
ﺍَﻟْﻜَﻼَﻡُ ﻛُﻠُّﻪُ ﻻَﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻋَﻦِ ﺍﺳْﻢٍ ﻭَﻓِﻌْﻞٍ ﻭَﺣَﺮْﻑٍ ﺍﻟﺦ ﻋَﻠَﻰ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟﻨَّﺤْﻮِ
“Kalam itu tidak boleh lepas dari kalimat Isim, Fi’il, dan Huruf, dan teruskanlah untuk sesamanya ini”.
Kemudian Abul Aswad Ad-Dauli mengarang bab Istifham dan Ta’jjub, dan
Di kisahkan pula dari Abul Aswad Ad-Duali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan :
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑَﺮِﻱْﺀٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ
Dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…
Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya. .”
Hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rosak dan menyesatkan. Seharusnya kalimat tersebut adalah,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑَﺮِﻱْﺀٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.”
Kerana mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rosak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah Islam. Lalu beliau mengarang bab Athof dan Na’at, yang pada setiap karangan selalu dihaturnya pada Amirul Mu’minin Khalifah ‘Ali sehingga sampai mencukupi ilmu Nahwu yang mencukupi. Dengan melihat cerita tersebut maka pengarang ilmu Nahwu pada haqiqotnya adalah Khalifah Saidina ‘Ali, yanag melaksanaakannya adalah Abul Aswad Ad-Dauli. Pada pekembnagan selanjutnya, banyak orang yang menimba ilmu dari Abul Aswad, diantaranya Maimun Al-Aqron, kemudian generasinya Abu Amr bin Ala’, kemudian generasinya Imam al Kholil al Farahidi al Bashri (peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama), kemudian generasinya Imam Sibaweh dan Imam Al-Kisa’I (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).
Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.
Sumber : http://jejaknahwushorof.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-lahirnya-ilmu-nahwu.html?m=1
Awalnya bahasa Arab amat terjaga sampai islam menyebar luas ke negeri-negeri ‘ajam (bukan Arab). Dari sinilah mulai timbul kesalahan dalam melafadzkan bahasa arab. Penyebab utamanya adalah adanya percampuran antara bahasa arab dengan 'ajam. Kekeliruan ini sangat berbahaya karena boleh merusak makna ayat Al Quran. Sehingga Akhirnya kaidah-kaidah bahasa arab disusun dan diberi nama nahwu.
Para ulama hampir bersepakat bahwa penyusun ilmu nahwu pertama adalah Abul Aswad Ad Dualy (67 H) dari Bani Kinaanah atas dasar perintah
١ - ﺍﻟﺘﺤﻔﺔ ﺍﻟﺴﻨﻴﺔ ﺑﺸﺮﺡ ﺍﻟﻤﻘﺪﻣﺔ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴﺔ – ﺷﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﻣﺤﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺤﻤﻴﺪ – ﺹ : ٦
ﻭﺍﺿﻌﻪ – ﻭﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭ ﺃﻥ ﺃﻭﻝ ﻭﺍﺿﻊ ﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻫﻮ ﺃﺑﻮ ﺃﺳﻮﺩ ﺍﻟﺪﻭﻟﻲُّ ، ﺑﺄﻣﺮ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻋﻠﻲّ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻬﻤﺎ .!
٢ - ﺍﻟﻜﻮﺍﻛﺐ ﺍﻟﺪﺭﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﺘﻤّﺔ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴّﺔ - ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﺍﻷﻫﺪَﻝ ﺹ : ٢٥ – ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ .
ﻭﺳﺒﺐ ﺗﺴﻤﻴﺔ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﻨﺤﻮ ﻣﺎ ﺭﻭﻱ ﺃﻥ ﻋﻠﻴًﺎ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻟﻤﺎ ﺃﺷﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻲ ﺍﻷﺳﻮﺩ ﺍﻟﺪﻭﻟﻲ ﺃﻥ ﻳﻀﻌﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﻋﻠﻤﻪ ﺍﻻﺳﻢ ﻭﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻟﺤﺮﻑ : ﺍﻻﺳﻢ ﻣﺎ ﺃﻧﺒﺄ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺴﻤﻰ ، ﻭﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﺎ ﺃﻧﺒﺄ ﻋﻦ ﺣﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺴﻤﻰ ، ﻭﺍﻟﺤﺮﻑ ﻣﺎ ﺃﻧﺒﺄ ﻋﻦ ﻣﻌﻨﻰ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﺍﻟﺮﻓﻊ ﻟﻠﻔﺎﻋﻞ ﻭﻣﺎ ﺍﺷﺘﺒﻪ ﺑﻪ ﻭﺍﻟﻨﺼﺐ ﻟﻠﻤﻔﻌﻮﻝ ﻭﻣﺎ ﺣﻤﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻟﺠﺮ ﻟﻠﻤﻀﺎﻑ ﻭﻣﺎ ﻳﻨﺎﺳﺒﻪ ﺍﻧﺢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﺍﻷﺳﻮﺩ ﻓﺴﻤﻲ ﺑﺬﻟﻚ ﺗﺒﺮﻛﺎً ﺑﻠﻔﻆ ﺍﻟﻮﺍﺿﻊ ﻟﻪ
Sejarah munculnya Ilmu Nahwu ini pada ketika zaman Abul Aswad Ad-Dauli datang kerumah puterinya di tanah Basroh, (pada masa sekarang sebuah negeri di negara Iraq). Pada saat itu puterinya mengatakan ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺖِ ﻣَﺎ ﺍَﺷَﺪُّ ﺍﻟْﺤَﺮِّ ,
dengan membaca Rofa’ pada lafadz ﺍَﺷَﺪُّ
dan membaca jar pada lafazh ﺍﻟْﺤَﺮّ , yang menurut bahasa yang benar ﻣَﺎ nya dilakukan sebagai Istifham yang artinya: “Wahai Ayahku ! Kenapa sangat panas?
Dengan spontan Abul Aswad menjawap
ﺷَﻬْﺮُﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ( Wahai Puteriku, bulannya memamg musim panas ).
Mendengar jawapan Ayahnya, puterinya langsung berkata : “Wahai Ayah, saya tidak bertanya kepadamu tentang panasnya bulan ini, tetapi saya memberi khabar kepadamu atas kekagumanku pada panasnya bulan ini (yang semestinya jika dikehendaki Ta’ajub diucapkan ﻣَﺎ ﺍَﺷَﺪَّ ﺍﻟْﺤَﺮَّ , dengan membaca fathah pada ﺍَﺷَﺪَّ
dan membaca Nashob ﺍﻟْﺤَﺮَّ ).
Sejak kejadian itu, Abul Aswad lalu datang kepada sahabat,
ﺍَﻟْﻜَﻼَﻡُ ﻛُﻠُّﻪُ ﻻَﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻋَﻦِ ﺍﺳْﻢٍ ﻭَﻓِﻌْﻞٍ ﻭَﺣَﺮْﻑٍ ﺍﻟﺦ ﻋَﻠَﻰ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟﻨَّﺤْﻮِ
“Kalam itu tidak boleh lepas dari kalimat Isim, Fi’il, dan Huruf, dan teruskanlah untuk sesamanya ini”.
Kemudian Abul Aswad Ad-Dauli mengarang bab Istifham dan Ta’jjub, dan
Di kisahkan pula dari Abul Aswad Ad-Duali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan :
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑَﺮِﻱْﺀٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ
Dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…
Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya. .”
Hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rosak dan menyesatkan. Seharusnya kalimat tersebut adalah,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑَﺮِﻱْﺀٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.”
Kerana mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rosak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah Islam. Lalu beliau mengarang bab Athof dan Na’at, yang pada setiap karangan selalu dihaturnya pada Amirul Mu’minin Khalifah ‘Ali sehingga sampai mencukupi ilmu Nahwu yang mencukupi. Dengan melihat cerita tersebut maka pengarang ilmu Nahwu pada haqiqotnya adalah Khalifah Saidina ‘Ali, yanag melaksanaakannya adalah Abul Aswad Ad-Dauli. Pada pekembnagan selanjutnya, banyak orang yang menimba ilmu dari Abul Aswad, diantaranya Maimun Al-Aqron, kemudian generasinya Abu Amr bin Ala’, kemudian generasinya Imam al Kholil al Farahidi al Bashri (peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama), kemudian generasinya Imam Sibaweh dan Imam Al-Kisa’I (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).
Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.
Sumber : http://jejaknahwushorof.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-lahirnya-ilmu-nahwu.html?m=1