Kamu telah belajar teknik pernafasan perut, teknik pernafasan diafrahma, belajar tentang posisi, dan sikap badan dalam bernyanyi. Mungkin kamu bingung melihat penampilan penyanyi musik tradisi berpakaian ketat bahkan memakai stagen, bernyanyi dengan posisi bersimpuh, tetapi suaranya terdengar merdu dan menarik! Hal ini sesuai dengan peribahasa bahwa “banyak jalan menuju Roma”, artinya banyak cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan atau cita-cita.
Masyarakat dan suku bangsa asli Papua menari sekaligus bernyanyi dan bermain tifa yaitu alat musik pukul dengan sumber bunyi membran (alat musik gendang masyarakat Papua) dalam kelompok. Stamina mereka tetap terjaga, mereka memakan ulat sagu yang kaya akan protein.
1. Mengapa terjadi perbedaan cara bernyanyi musik tradisi dengan musik modern?
2. Mengapa pesinden pernafasannya baik meskipun menggunakan stagen (ikat pinggang) yang ketat tetapi suaranya tetap terdengar baik dan merdu ?
Apa rahasianya?
Apakah teknik bernyanyi musik tradisi di masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali berbeda. Musik vokal dalam musik tradisi di Indonesia amat beragam. Pada masyarakat Sunda di Cianjur dikenal dengan sebutan Mamos atau Mamaca. Mamaos adalah tembang yang telah lama dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada awalnya mamaos dinyanyikan kalangan kaum laki-laki. Namun selanjutnya juga dinyanyikan oleh kaum perempuan. Banyak kalangan perempuan yang terkenal dalam menyanyikannya adalah Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu Resna, dan Nyi Mas Saodah.
Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda seperti pantun, beluk (mamaca). Pada Suku Bangsa Jawa ada macapat.
Mamaos pantun sering disebut papantunan, ada pupuh yang sering dikenal dengan tembang ada lagi istilah lain yaitu Kawih dan Sekar (Ganjar Kurnia. 2003).
Penyanyi musik tradisi amat memperhatikan kesehatan badan dengan mengonsumsi jamu tradisional.
Apakah kamu tahu bahan jamu tradisional dari jenis tanaman atau hewani yang digunakan.
Selain itu penyanyi atau pesinden musik tradisi mempunyai banyak pantangan, dan harus mendekatkan diri pada Sang Khalik, pencipta alam semesta.
Apakah ada hubungannya antara mengonsumsi jamu, menghindarkan diri atau melakukan pantangan tertentu serta pendekatan pada Sang Khalik Pencipta Alam semesta Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dengan suara merdu yang dilatunkannya.
Identifikasi bahan jamu tradisional penyehat badan dan perpanjang nafas.
Penyanyi musik tradisi disebut Pesindhén, atau sindhén (dari Bahasa Jawa) adalah sebutan bagi perempuan yang bernyanyi mengiringi gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya. Pesindhén yang baik harus mempunyai kemampuan komunikasi yang luas dan keahlian vokal yang baik serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.
Pesinden juga sering disebut sinden, menurut Ki Mujoko Joko Raharjo berasal dari kata “pasindhian” yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan lagu). Sinden juga disebut waranggana “wara” berarti seseorang berjenis kelamin perempuan, dan “anggana” berarti sendiri. Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan. Sinden memang seorang wanita yang menyanyi sesuai dengan gendhing yang disajikan baik dalam klenengan maupun pergelaran wayang.
Istilah sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur, dan daerah lainnya, yang berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil sendiri dalam pergelaran tetapi untuk saat ini bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.
Pada pergelaran wayang zaman dulu, Sinden duduk bersimpuh di belakang dalang, tepatnya di belakang pemain gender dan di depan pemain kendang.
Sumber : buku k13 Seni Budaya kelas 8
Masyarakat dan suku bangsa asli Papua menari sekaligus bernyanyi dan bermain tifa yaitu alat musik pukul dengan sumber bunyi membran (alat musik gendang masyarakat Papua) dalam kelompok. Stamina mereka tetap terjaga, mereka memakan ulat sagu yang kaya akan protein.
1. Mengapa terjadi perbedaan cara bernyanyi musik tradisi dengan musik modern?
2. Mengapa pesinden pernafasannya baik meskipun menggunakan stagen (ikat pinggang) yang ketat tetapi suaranya tetap terdengar baik dan merdu ?
Apa rahasianya?
Apakah teknik bernyanyi musik tradisi di masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali berbeda. Musik vokal dalam musik tradisi di Indonesia amat beragam. Pada masyarakat Sunda di Cianjur dikenal dengan sebutan Mamos atau Mamaca. Mamaos adalah tembang yang telah lama dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada awalnya mamaos dinyanyikan kalangan kaum laki-laki. Namun selanjutnya juga dinyanyikan oleh kaum perempuan. Banyak kalangan perempuan yang terkenal dalam menyanyikannya adalah Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu Resna, dan Nyi Mas Saodah.
Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda seperti pantun, beluk (mamaca). Pada Suku Bangsa Jawa ada macapat.
Mamaos pantun sering disebut papantunan, ada pupuh yang sering dikenal dengan tembang ada lagi istilah lain yaitu Kawih dan Sekar (Ganjar Kurnia. 2003).
Penyanyi musik tradisi amat memperhatikan kesehatan badan dengan mengonsumsi jamu tradisional.
Apakah kamu tahu bahan jamu tradisional dari jenis tanaman atau hewani yang digunakan.
Selain itu penyanyi atau pesinden musik tradisi mempunyai banyak pantangan, dan harus mendekatkan diri pada Sang Khalik, pencipta alam semesta.
Apakah ada hubungannya antara mengonsumsi jamu, menghindarkan diri atau melakukan pantangan tertentu serta pendekatan pada Sang Khalik Pencipta Alam semesta Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dengan suara merdu yang dilatunkannya.
Identifikasi bahan jamu tradisional penyehat badan dan perpanjang nafas.
Penyanyi musik tradisi disebut Pesindhén, atau sindhén (dari Bahasa Jawa) adalah sebutan bagi perempuan yang bernyanyi mengiringi gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya. Pesindhén yang baik harus mempunyai kemampuan komunikasi yang luas dan keahlian vokal yang baik serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.
Pesinden juga sering disebut sinden, menurut Ki Mujoko Joko Raharjo berasal dari kata “pasindhian” yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan lagu). Sinden juga disebut waranggana “wara” berarti seseorang berjenis kelamin perempuan, dan “anggana” berarti sendiri. Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan. Sinden memang seorang wanita yang menyanyi sesuai dengan gendhing yang disajikan baik dalam klenengan maupun pergelaran wayang.
Istilah sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur, dan daerah lainnya, yang berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil sendiri dalam pergelaran tetapi untuk saat ini bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.
Pada pergelaran wayang zaman dulu, Sinden duduk bersimpuh di belakang dalang, tepatnya di belakang pemain gender dan di depan pemain kendang.
Sumber : buku k13 Seni Budaya kelas 8