Motivasi Dalam Belajar

Dalam dunia pendidikan, terutama
dalam kegiatan belajar, seperti yang
sudah saya bahas dalam tulisan
terdahulu, bahwa kelangsungan dan
keberhasilan proses belajar mengajar
bukan hanya dipengaruhi oleh faktor
intelektual saja, melainkan juga oleh
faktor-faktor nonintelektual lain yang
tidak kalah penting dalam menentukan
hasil belajar seseorang, salah satunya
adalah kemampuan seseorang siswa
untuk memotivasi dirinya. Mengutip
pendapat Daniel Goleman (2004: 44),
kecerdasan intelektual (IQ) hanya
menyumbang 20% bagi kesuksesan,
sedangkan 80% adalah sumbangan
faktor kekuatan-kekuatan lain,
diantaranya adalah kecerdasan
emosional atau Emotional Quotient
(EQ) yakni kemampuan memotivasi diri
sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol
desakan hati, mengatur suasana hati
(mood), berempati serta kemampuan
bekerja sama.
Motivasi sangat penting artinya dalam
kegiatan belajar, sebab adanya
motivasi mendorong semangat belajar
dan sebaliknya kurang adanya
motivasi akan melemahkan semangat
belajar. Motivasi merupakan syarat
mutlak dalam belajar; seorang siswa
yang belajar tanpa motivasi (atau
kurang motivasi) tidak akan berhasil
dengan maksimal.
Motivasi memegang peranan yang
amat penting dalam belajar, Maslow
(1945) dengan teori kebutuhannya,
menggambarkan hubungan hirarkhis
dan berbagai kebutuhan, di ranah
kebutuhan pertama merupakan dasar
untuk timbul kebutuhan berikutnya.
Jika kebutuhan pertama telah
terpuaskan, barulah manusia mulai
ada keinginan untuk memuaskan
kebutuhan yang selanjutnya. Pada
kondisi tertentu akan timbul kebutuhan
yang tumpang tindih, contohnya
adalah orang ingin makan bukan
karena lapar tetapi karena ada
kebutuhan lain yang mendorongnya.
Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi
atau perpuaskan, itu tidak berarti
bahwa kebutuhan tesebut tidak akan
muncul lagi untuk selamanya, tetapi
kepuasan itu hanya untuk sementara
waktu saja. Manusia yang dikuasai
oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan
akan termotivasi untuk melakukan
kegiatan guna memuaskan kebutuhan
tersebut (Maslow, 1954).
Dalam implikasinya pada dunia belajar,
siswa atau pelajar yang lapar tidak
akan termotivasi secara penuh dalam
belajar. Setelah kebutuhan yang
bersifat fisik terpenuhi, maka
meningkat pada kebutuhan tingkat
berikutnya adalah rasa aman. Sebagai
contoh adalah seorang siswa yang
merasa terancam atau dikucilkan baik
oleh siswa lain mapun gurunya, maka
ia tidak akan termotivasi dengan baik
dalam belajar. Ada kebutuhan yang
disebut harga diri, yaitu kebutuhan
untuk merasa dipentingkan dan
dihargai. Seseorang siswa yang telah
terpenuhi kebutuhan harga dirinya,
maka dia akan percaya diri, merasa
berharga, marasa kuat, merasa
mampu/bisa, merasa berguna dalam
didupnya. Kebutuhan yang paling
utama atau tertinggi yaitu jika seluruh
kebutuhan secara individu terpenuhi
maka akan merasa bebas untuk
menampilkan seluruh potensinya
secara penuh. Dasarnya untuk
mengaktualisasikan sendiri meliputi
kebutuhan menjadi tahu, mengerti
untuk memuaskan aspek-aspek
kognitif yang paling mendasar.
Guru sebagai seorang pendidik harus
tahu apa yang diinginkan oleh para
sisiwanya. Seperti kebutuhan untuk
berprestasi, karena setiap siswa
memiliki kebutuhan untuk berprestasi
yang berbeda satu sama lainnya. Tidak
sedikit siswa yang memiliki motivasi
berprestasi yang rendah, mereka
cenderung takut gagal dan tidak mau
menanggung resiko dalam mencapai
prestasi belajar yang tinggi. Meskipun
banyak juga siswa yang memiliki
motivasi untuk berprestasi yang tinggi.
Siswa memiliki motivasi berprestasi
tinggi kalau keinginan untuk sukses
benar-benar berasal dari dalam diri
sendiri. Siswa akan bekerja keras baik
dalam diri sendiri maupun dalam
bersaing dengan siswa lain.
Siswa yang datang ke sekolah memiliki
berbagai pemahaman tentang dirinya
sendiri secara keseluruhan dan
pemahaman tentang kemampuan
mereka sendiri khususnya. Mereka
mempunyai gambaran tertentu tentang
dirinya sebagai manusia dan tentang
kemampuan dalam menghadapi
lingkungan. Ini merupakan cap atau
label yang dimiliki siswa tentang
dirinya dan kemungkinannya tidak
dapat dilihat oleh guru namun sangat
mempengaruhi kegiatan belajar siswa.
Gambaran itu mulai terbentuk melalui
interaksi dengan orang lain, yaitu
keluarga dan teman sebaya maupun
orang dewasa lainnya, dan hal ini
mempengaruhi prestasi belajarnya di
sekolah.