Dalil (petunjuk) sejarah perayaan maulid nabi saw
Pertama :
Memperingati hari kelahiran (maulid) Nabi sudah ada sejak masa Nabi shallahhu ‘alaihi wa sallam sendiri. Yakni dari segi mengagungkan hari di mana Nabi dilahirkan dengan melakukan suatu ibadah yaitu berpuasa. Ketika Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa hari senin, beliau menjawab :
ﺫﺍﻙ ﻳﻮﻡ ﻭﻟﺪﺕ ﻓﻴﻪ ﻭﻳﻮﻡ ﺑﻌﺜﺖ ﺍﻭﺍﻧﺰﻝ ﻋﻠﻲ ﻓﻴﻪ
Hari itu hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkan wahyu kepadaku. (HR. Muslim)
Ini merupakan dalil nyata bolehnya memperingati hari kelahiran (maulid) beliau yang saat itu dirayakan oleh Nabi dengan salah satu macam ibadah yaitu berpuasa. Dan ini merupakan fakta bahwa beliaulah pertama kali yang mengangungkan hari kelahirannya sendiri dengan berpuasa. Maka mengagungkan hari di mana beliau dilahirkan merupakan sebuah sunnah yang telah Nabi contohkan sendiri. Ini asal dan esensi dari acara maulid Nabi.
Kedua :
Merayakan, mengagungkan dan memperingati hari kelahiran (maulid) Nabi dengan berbagai cara dan program sudah sejak lama diikuti oleh para ulama dan raja-raja yang shalih. Kita kupas sejarahnya di sini :
1. Ibnu Jubair seorang Rohalah -Seorang penjelaja tempat-tempat dan daerah-daerah jauh- (lahir pada tahun 540 H) mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Rihal :
ﻳﻔﺘﺢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﺍﻟﻤﺒﺎﺭﻙ ﺃﻱ ﻣﻨﺰﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻳﺪﺧﻠﻪ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻟﻠﺘﺒﺮّﻙ ﺑﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﺍﺛﻨﻴﻦ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ ﻓﻔﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺫﺍﻙ ﺍﻟﺸﻬﺮ ﻭﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
Tempat yang penuh berkah ini dibuka yakni rumah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, dan semua laki-laki memasukinya untuk mengambil berkah dengannya di setiap hari senin dari bulan Rabi’ul Awwal. Di hari dan bulan inilah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan. (Rihal, Ibnu Jubair : 114-115)
Dari sini sudah jelas bahwa saat itu perayaan maulid Nabi merupakan sudah menjadi tradisi kaum muslimin di Makkah sebelum kedatangan Ibnu Jubair di Makkah dan Madinah dengan acara yang berbeda yaitu membuka rumah Nabi untuk umum agar mendapat berkah dengannya. Ibnu Jubair masuk ke kota Makkah tanggal 16 Syawwal tahun 579 Hijriyyah. Menetap di sana selama delapan bulan dan meninggalkan kota Makkah hari Kamis tanggal 22 bulan Dzul Hijjah tahun 579 H, dengan menuju ke kota Madinah al-Munawwarah dan menetap selama 5 hari saja.
2. Syaikh Umar al-Mulla seorang syaikh yang shalih yang wafat pada tahun 570 H, dan shulthan Nuruddin Zanki seorang pentakluk pasukan salib. Kita simak penuturan syaikh Abu Syamah (guru imam Nawawi) tentang dua tokoh besar di atas :
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻌﻤﺎﺩ : ﻭﻛﺎﻥ ﺑﺎﻟﻤﻮﺻﻞ ﺭﺟﻞ ﺻﺎﻟﺢ ﻳﻌﺮﻑ ﺑﻌﻤﺮ ﺍﻟﻤﻼَّ، ﺳﻤﻰ ﺑﺬﻟﻚ ﻷﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻤﻸ ﺗﻨﺎﻧﻴﺮ ﺍﻟﺠﺺ ﺑﺄﺟﺮﺓ ﻳﺘﻘﻮَّﺕ ﺑﻬﺎ، ﻭﻛﻞ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﻗﻤﻴﺺ ﻭﺭﺩﺍﺀ، ﻭﻛﺴﻮﺓ ﻭﻛﺴﺎﺀ، ﻗﺪ ﻣﻠﻜﻪ ﺳﻮﺍﻩ ﻭﺍﺳﺘﻌﺎﺭﻩ، ﻓﻼ ﻳﻤﻠﻚ ﺛﻮﺑﻪ ﻭﻻ ﺇﺯﺍﺭﻩ . ﻭﻛﻦ ﻟﻪ ﺷﺊ ﻓﻮﻫﺒﻪ ﻷﺣﺪ ﻣﺮﻳﺪﻳﻪ، ﻭﻫﻮ ﻳﺘﺠﺮ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻓﻴﻪ، ﻓﺈﺫﺍ ﺟﺎﺀﻩ ﺿﻴﻒ ﻗﺮﺍﻩ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻤﺮﻳﺪ . ﻭﻛﺎﻥ ﺫﺍ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺑﺄﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ . ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ، ﻭﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﻭﺍﻷﻣﺮﺍﺀ، ﻳﺰﻭﺭﻭﻧﻪ ﻓﻲ ﺯﺍﻭﻳﺘﻪ، ﻭﻳﺘﺒﺮﻛﻮﻥ ﺑﻬﻤﺘﻪ، ﻭﻳﺘﻴﻤﻨَّﻮﻥ ﺑﺒﺮﻛﺘﻪ . ﻭﻟﻪ ﻛﻞ ﺳﻨﺔ ﺩﻋﻮﺓ ﻳﺤﺘﻔﻞ ﺑﻬﺎ ﻓﻲ ﺃﻳﺎﻡ ﻣﻮﻟﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺤﻀﺮﻩ ﻓﻴﻬﺎ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﻤﻮﺻﻞ، ﻭﻳﺤﻀﺮ ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ﻭﻳﻨﺸﺪﻭﻥ ﻣﺪﺡ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺤﻔﻞ . ﻭﻛﺎﻥ ﻧﻮﺭ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﺃﺧﺺ ﻣﺤﺒﻴﻪ ﻳﺴﺘﺸﻴﺮﻭﻧﻪ ﻓﻲ ﺣﻀﻮﺭﻩ، ﻭﻳﻜﺎﺗﺒﻪ ﻓﻲ ﻣﺼﺎﻟﺢ ﺃﻣﻮﺭﻩ
al-‘Ammad mengatakan, “Di Mosol ada seorang yang shalih yang dikenal dengan sebutan Umar al-Mulla, disebut dengan al-Mulla sebab konon beliau suka memenuhi (mala-a) ongkos para pembuat dapur api sebagai biaya makan sehari-harinya, dan semua apa yang ia miliki berupa gamis, selendang, pakaian, selimut, sudah dimiliki dan dipinjam oleh orang lain, maka beliau sama sekali tidak pakaian dan sarungnya. Jika beliau memiliki sesuatu, maka beliau memberikannya kepada salah satu muridnya, dan beliau menyewa sesuatu itu untuknya, maka jika ada tamu yang datang, murid itulah yang menjamunya. Beliau seorang yang memiliki pengetahuan tentang hokum-hukum al-Quran dan hadits-hadits Nabi. Para ulama, ahli fiqih, raja dan penguasa sering menziarahi beliau di padepokannya, mengambil berkah dengan sifat kesemangatannya, mengharap keberkahan dengannya. Dan beliau setiap tahunnya mengadakan peringatan hari kelahiran (maulid) Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yang dihadiri juga oleh raja Mosol. Para penyair pun juga datang menyenandungkan pujian-pujian kepada Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam di perayaan tersebut. Shulthan Nuruddin adalah salah seorang pecintanya yang merasa senang dan bahagia dengan menghadiri perayaan maulid tersebut dan selalu berkorespondesi dalam kemaslahatan setiap urusannya“. (Ar-Roudhatain fii Akhbar ad-Daulatain, Abu Syamah, pada fashal (bab) : Hawadits (peristiwa) tahun 566 H). Ini juga disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Tarikh pada bab Hawadits 566 H. al-Hafidz adz-Dzahabi mengatakan tentang syaikh Umar ash-Shalih ini :
ﻭﻗﺪ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﺰﺍﻫﺪ ﻋﻤﺮ ﺍﻟﻤﻼّ ﺍﻟﻤﻮﺻﻠﻲ ﻛﺘﺎﺑﺎً ﺇﻟﻰ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺼﺎﺑﻮﻧﻲ ﻫﺬﺍ ﻳﻄﻠﺐ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ
Dan sungguh telah menulis syaikh yang zuhud yaitu Umar al-Mulla al-Mushili sebuah tulisan kepada Ibnu ash-Shabuni, "Ini orang meminta doa darinya". (Tarikh al-Islam, adz-Dzahabi : 41 / 130)
Adz-Dzahabi dalam kitab lainnya juga mengatakan :
ﻭﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺗﺤﺖ ﺇﻣﺮﺓ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻟﻌﺎﺩﻝ ﺍﻟﺴُّﻨِّﻲِّ ﻧﻮﺭ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﺤﻤﻮﺩ ﺯﻧْﻜِﻲ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺟﻤﻊ ﺍﻟﻤﺆﺭﺧﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺩﻳﺎﻧﺘﻪ ﻭﺣﺴﻦ ﺳﻴﺮﺗﻪ، ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺑﺎﺩ ﺍﻟﻔﺎﻃﻤﻴﻴﻦ ﺑﻤﺼﺮ ﻭﺍﺳﺘﺄﺻﻠﻬﻢ ﻭﻗﻬﺮ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺍﻟﺮﺍﻓﻀﻴﺔ ﺑﻬﺎ ﻭﺃﻇﻬﺮ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺑﻨﻲ ﺍﻟﻤﺪﺍﺭﺱ ﺑﺤﻠﺐ ﻭﺣﻤﺺ ﻭﺩﻣﺸﻖ ﻭﺑﻌﻠﺒﻚ ﻭﺑﻨﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺍﻟﺠﻮﺍﻣﻊ ﻭﺩﺍﺭ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ
Beliau (syaikh Umar) di bawah kekuasaan raja yang adil yang sunni yaitu Nuruddin Mahmud Zanki, yang para sejarawan telah ijma (konsesus/
sepakat) atas kebaikan agama dan kehidupannya. Beliaulah yang telah memusnahkan dinasti Fathimiyyun di Mesir sampai ke akar-akarnya, menghancurkan kekuasaan Rafidhah. Menampakkan (menzahirkan) sunnah, membangun madrasah-madrasah di Halb, Hamsh, Damasqus dan Ba’labak, juga membangun masjid-masjid Jami’ dan pesantren hadits. (Siyar A’lam an-Nubala, adz-Dzahabi : 20 / 532)
Al-Hafidz Ibnu Katsir menceritakan sosok raja Nuruddin Zanki sebagai berikut :
ﺃﻧّﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﻮﻡ ﻓﻲ ﺃﺣﻜﺎﻣﻪ ﺑﺎﻟﻤَﻌﺪﻟَﺔِ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﻭﺇﺗّﺒﺎﻉ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺍﻟﻤﻄﻬّﺮ ﻭﺃﻧّﻪ ﺃﻇﻬﺮ ﺑﺒﻼﺩﻩ ﺍﻟﺴﻨّﺔ ﻭﺃﻣﺎﺕ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻭﺃﻧّﻪ ﻛﺎﻥ ﻛﺜﻴﺮ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﻌﺔ ﻟﻠﻜﺘﺐ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﻣﺘّﺒﻌًﺎ ﻟﻶﺛﺎﺭ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻻﻋﺘﻘﺎﺩ ﻗﻤﻊ ﺍﻟﻤﻨﺎﻛﻴﺮ ﻭﺃﻫﻠﻬﺎ ﻭﺭﻓﻊ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﺸﺮﻉ
Beliau adalah seorang raja yang menegakkan hokum-hukumnya dengan keadilan yang baik dan mengikuti syare’at yang suci. Beliau menampakkan sunnah dan mematikan bid’ah di negerinya. Beliau seorang yang banyak belajar kitab-kitab agama, pengikut sunnah-sunnah Nabi, akidahnya sahih, pemusnah kemungkaran dan pelakuknya, pengangkat ilmu dan syare’at. (Tarikh Ibnu Katsir : 12 / 278)
Ibnu Atsir juga mengatakan :
ﻃﺎﻟﻌﺖ ﺳِﻴَﺮَ ﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﺍﻟﻤﺘﻘﺪﻣﻴﻦ ﻓﻠﻢ ﺃﺭ ﻓﻴﻬﺎ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺨﻠﻔﺎﺀ ﺍﻟﺮﺍﺷﺪﻳﻦ ﻭﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺃﺣﺴﻦ ﻣﻦ ﺳﻴﺮﺗﻪ , ﻗﺎﻝ : ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻌﻈﻢ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﻭﻳﻘﻒ ﻋﻨﺪ ﺃﺣﻜﺎﻣﻬﺎ
Aku telah mengkaji sejarah-sejarah kehidupan para raja terdahulu, maka aku tidak melihat setelah khalifah rasyidin dan Umar bin Abdul Aziz yang lebih baik dari sejarah kehidupannya (Nurruddin Zanki). Beliau pengangung syare’at dan tegak di dalam hokum-hukumnya. (Tarikh Ibnu Atsir : 9 / 125)
Pertanyaan buat para pengingkar Maulid Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam :
Jika seandainya Maulid Nabi itu bid’ah dholalah yang sesat dan pelakunya disebut mubtadi’ (pelaku bid’ah) dan terancam masuk neraka, apakah anda akan mengatakan bahwa syaikh Umar al-Mulla dan raja yang adil Nuruddin Zanki adalah orang-orang pelaku bid’ah dan terancam masuk neraka ?? padahal para ulama sejarawan sepakat (ijma’) bahwa syaikh Umar adalah orang shalih dan zuhud, raja Nuruddin adalah raja yang adil, berakidah sahih, pecinta sunnah bahkan menampakkanya dan juga pemusnah bid’ah di negerinnya, sebagaimana telah saya buktikan faktanya di atas. Bagaimana mungkin para ulama sejarawan di atas, mengatakan penzahir (penampak) sunnah Nabi dan pemusnah bid’ah jika ternyata pengamal Maulid Nabi yang kalian anggap bid’ah sesat ? ini bukti bahwa Maulid Nabi bukanlah bid’ah. Renungkanlah hal ini wahai para pengingkar Maulid Nabi !
3. Kemudian berlanjut perayaan tersebut yang dilakukan oleh seorang raja shaleh yaitu raja al-Mudzaffar penguasa Irbil, seorang raja orang yang pertama kali merayakan peringatan maulid Nabi dengan program yang teratur dan tertib dan meriah. Beliau seorang yang berakidahkan Ahlus sunnah wal jama’ah.
Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan :
ﺍﺑﻦ ﺯﻳﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺗﺒﻜﺘﻜﻴﻦ ﺃﺣﺪ ﺍﻻﺟﻮﺍﺩ ﻭﺍﻟﺴﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﻜﺒﺮﺍﺀ ﻭﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﺍﻻﻣﺠﺎﺩ ﻟﻪ ﺁﺛﺎﺭ ﺣﺴﻨﺔ .… ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻌﻤﻞ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﺸﺮﻳﻒ ﻓﻲ ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻻﻭﻝ ﻭﻳﺤﺘﻔﻞ ﺑﻪ ﺍﺣﺘﻔﺎﻻ ﻫﺎﺋﻼ ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﺷﻬﻤﺎ ﺷﺠﺎﻋﺎ ﻓﺎﺗﻜﺎ ﺑﻄﻼ ﻋﺎﻗﻼ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻋﺎﺩﻻ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻛﺮﻡ ﻣﺜﻮﺍﻩ ﻭﻗﺪ ﺻﻨﻒ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ﺍﺑﻦ ﺩﺣﻴﺔ ﻟﻪ ﻣﺠﻠﺪﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻮﻱ ﺳﻤﺎﻩ ﺍﻟﺘﻨﻮﻳﺮ ﻓﻲ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﺒﺸﻴﺮ ﺍﻟﻨﺬﻳﺮ ﻓﺄﺟﺎﺯﻩ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺑﺄﻟﻒ ﺩﻳﻨﺎﺭ ﻭﻗﺪ ﻃﺎﻟﺖ ﻣﺪﺗﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻥ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺍﻟﺼﻼﺣﻴﺔ ﻭﻗﺪ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺎﺻﺮ ﻋﻜﺎ ﻭﺇﻟﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﺤﻤﻮﺩ ﺍﻟﺴﻴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺴﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺴﺒﻂ ﺣﻜﻰ ﺑﻌﺾ ﻣﻦ ﺣﻀﺮ ﺳﻤﺎﻁ ﺍﻟﻤﻈﻔﺮ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﻮﺍﻟﺪ ﻛﺎﻥ ﻳﻤﺪ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺴﻤﺎﻁ ﺧﻤﺴﺔ ﺁﻻﻑ ﺭﺍﺱ ﻣﺸﻮﻯ ﻭﻋﺸﺮﺓ ﺁﻻﻑ ﺩﺟﺎﺟﺔ ﻭﻣﺎﺋﺔ ﺃﻟﻒ ﺯﺑﺪﻳﺔ ﻭﺛﻼﺛﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﺻﺤﻦ ﺣﻠﻮﻯ
Beliau adalah putra Zainuddin Ali bin Tabkitkabin salah seorang tokoh besar dan pemimpin yang agung. Beliau memiliki sejarah hidup yang baik. Beliau yang memakmurkan masjid al-Mudzhaffari….dan beliau konon mengadakan acara Maulid Nabi yang mulia di bulan Rabiul Awwal, dan merayakannya dengan perayaan yang meriah, dan beliau adalah seorang raja yang cerdas, pemberani, perkasa, berakal, alim dan adil –semoga Allah merahmatinya dan memuliakan tempat kembalinya- syaikh Abul Khaththab Ibnu Dihyah telah mengarang kitab berjilid-jilid tentang Maulid Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yang dinamakannya “At-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir“, lalu diberikan balasan atas usaha itu oleh raja sebesar seribu dinar. Masa kerajaannya begitu panjang di zaman Daulah shalahiyyah. Beliau pernah mengepung negeri ‘Ukaa. Di tahun ini beliau baik kehidupannya lahir dan bathin. As-Sibth mengatakan, “Seorang yang menghadiri kegiatan raja al-Mudzaffar pada beberapa acara maulidnya mengatakan, “Beliau pada perayaan maulidnya itu menyediakan 5000 kepala kambing yang dipanggang, 10.000 ayam panggang, 100.000 mangkok besar (yang berisi buah-buahan), dam 30.000 piring berisi manisan. (Al-Bidayah wa an-Nihayah, Ibnu Katsir : 13/ 136)
Adz-Dzahabi juga mengatakan tentang sifat-sifat beliau :
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻣُﺘَﻮَﺍﺿِﻌﺎً، ﺧَﻴِّﺮﺍً، ﺳُﻨِّﻴّﺎً، ﻳُﺤﺐّ ﺍﻟﻔُﻘَﻬَﺎﺀ ﻭَﺍﻟﻤُﺤَﺪِّﺛِﻲْﻥَ، ﻭَﺭُﺑَّﻤَﺎ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﺍﻟﺸُّﻌَﺮَﺍﺀ، ﻭَﻣَﺎ ﻧُﻘِﻞَ ﺃَﻧَّﻪُ ﺍﻧْﻬَﺰَﻡ ﻓِﻲ ﺣﺮﺏ
Beliau adalah orang yang rendah hati, sangat baik, seorang yang berakidahkan Ahlus sunnah, pecinta para ahli fiqih dan hadits, terkadang suka memberi hadiah kepada para penyair, dan tidak dinukilkan bahwa beliau kalah dalam pertempuran. (Siyar A’lam an-Nubala : 22 / 336)
Pertanyaan buat para pengingkar Maulid Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam :
Adakah para ulama sejarawan di atas menyebutkan raja Mudzaffar adalah seorang pelaku bid’ah dholalah karena melakukan perayaan Maulid Nabi ? justru mereka menyebutkan bahwa beliau adalah seorang raja adil, rendah hati, pemberani dan berakidahkan Ahlus sunnah. Renungkanlah hal ini wahai wahabi !
Ketiga :
Seandainya Fathimiiyun juga membuat perayaan Maulid Nabi sebagaimana para pendahulu kami, maka hal ini bukanlah suatu keburukan karena kami hanya menolak kebathilan para pelaku bid’ah dholalah, bukan menolak kebenaran mereka yang sesuai dengan Ahlus sunnah.
Keempat :
Wahabi telah melakukan kecurangan ilmiyyah dengan mengunting teks (nash) dari al-Maqrizi. Mereka tidak menampilkan redaksi atau teks berikutnya yang dinyatakan oleh al-Maqrizi dalam kitabnya tersebut. Lebih lanjutnya beliau menceritkan bahwasanya para khalifah muslimin, mengadakan perayaan maulid yang dihadiri oleh para qadhi dari kalangan empat madzhab dan para ulama yang masyhur, berikut redaksinya yang disembunyikan dan tidak berani ditampilkan wahabi :
ﻓﻠﻤﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﺑﺮﻗﻮﻕ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻮﻱّ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﺤﻮﺽ ﻓﻲ ﺃﻭّﻝ ﻟﻴﻠﺔ ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ ﻓﻲ ﻛﻞّ ﻋﺎﻡ ﻓﺈﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻭﻗﺖ ﺫﻟﻚ ﺿﺮﺑﺖ ﺧﻴﻤﺔ ﻋﻈﻴﻤﺔ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﺤﻮﺽ ﻭﺟﻠﺲ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻭﻋﻦ ﻳﻤﻴﻨﻪ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺳﺮﺍﺝ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺭﺳﻼﻥ ﺑﻦ ﻧﺼﺮ ﺍﻟﺒﻠﻘﻴﻨﻲ ﻭﻳﻠﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﻤﻌﺘﻘﺪ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺑﺮﻫﺎﻥ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺑﻬﺎﺩﺭ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺭﻓﺎﻋﺔ ﺍﻟﻤﻐﺮﺑﻲّ ﻭﻳﻠﻴﻪ ﻭﻟﺪ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﻣﻦ ﺩﻭﻧﻪ ﻭﻋﻦ ﻳﺴﺎﺭ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻼﻣﺔ ﺍﻟﺘﻮﺯﺭﻱّ ﺍﻟﻤﻐﺮﺑﻲّ ﻭﻳﻠﻴﻪ ﻗﻀﺎﺓ ﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﻭﺷﻴﻮﺥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻳﺠﻠﺲ ﺍﻷﻣﺮﺍﺀ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻓﺈﺫﺍ ﻓﺮﻍ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀ ﻣﻦ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﻗﺎﻡ ﺍﻟﻤﻨﺸﺪﻭﻥ ﻭﺍﺣﺪًﺍ ﺑﻌﺪ ﻭﺍﺣﺪ ﻭﻫﻢ ﻳﺰﻳﺪﻭﻥ ﻋﻠﻰ ﻋﺸﺮﻳﻦ ﻣﻨﺸﺪًﺍ ﻓﻴﺪﻓﻊ ﻟﻜﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺻﺮّﺓ ﻓﻴﻬﺎ ﺃﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔ ﺩﺭﻫﻢ ﻓﻀﺔ ﻭﻣﻦ ﻛﻞّ ﺃﻣﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﻣﺮﺍﺀ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺷﻘﺔ ﺣﺮﻳﺮ ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻧﻘﻀﺖ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﻣﺪّﺕ ﺃﺳﻤﻄﺔ ﺍﻷﻃﻌﻤﺔ ﺍﻟﻔﺎﺋﻘﺔ ﻓﺄﻛﻠﺖ ﻭﺣﻤﻞ ﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺛﻢ ﻣﺪّﺕ ﺃﺳﻤﻄﺔ ﺍﻟﺤﻠﻮﻯ ﺍﻟﺴﻜﺮﻳﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻮﺍﺭﺍﺷﺎﺕ ﻭﺍﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻓﺘُﺆﻛﻞ ﻭﺗﺨﻄﻔﻬﺎ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺛﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﺗﻜﻤﻴﻞ ﺇﻧﺸﺎﺩ ﺍﻟﻤﻨﺸﺪﻳﻦ ﻭﻭﻋﻈﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﻧﺤﻮ ﺛﻠﺚ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻓﺈﺫﺍ ﻓﺮﻍ ﺍﻟﻤﻨﺸﺪﻭﻥ ﻗﺎﻡ ﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﻭﺍﻧﺼﺮﻓﻮﺍ ﻭﺃﻗﻴﻢ ﺍﻟﺴﻤﺎﻉ ﺑﻘﻴﺔ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻭﺍﺳﺘﻤﺮّ ﺫﻟﻚ ﻣﺪّﺓ ﺃﻳﺎﻣﻪ ﺛﻢ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﺑﻨﻪ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻟﻨﺎﺻﺮ ﻓﺮﺝ
Maka ketika sudah pada hari-hari yang tampak dengan ruquq, diadakanlah perayaan Maulid Nabi di telaga ini pada setiap malam Jum’at bulan Rabiul Awwal di setiap tahunnya. Kemduian Shulthan duduk, dan di sebelah kanannya duduklah syaikh Islam Sirajuddin Umar bin Ruslan bin Nashr al-Balqini, di dekat beliau ada syaikh al-Mu’taqad Ibrahim Burhanuddin bin Muhammad bin Bahadir bin Ahmad bin Rifa’ah al-Maghrabi, di sampingnya lagi ada putra syaikh Islam dan orang-orang selainnya, dan di sebelah kirinya ada syaikh Abu Abdillah bin Muhammad bin Sallamah at-Tuzari al-Maghrabi, di sampingnya lagi ada para qadhi dari kalangan empat madzhab, dan para syaikh ilmu, juga para penguasa yang duduk sedikit jauh dari shulthan. Jika telah selesai membaca al-Quran, maka beridrilah para nasyid satu persatu membawakan sebuah nasyidah, mereka lebih dari 20 orang nasyid, masing-masing diberikan sekantong uang yang di dalamnya berisi 4000 ribu dirham perak. Dan bagi setiap amir daulah diberikan kaen sutra. Dan jika telah selesai sholat maghrib, maka dihidangkanlah hidangan makanan yang mewah yang dimakan oleh semuanya dan dibawa pulang. Kemduian dibeberkan juga hidangan manisan yang juga dimakan semuanya dan para ulama ahli fiqih. Kemduian disempurnakan dengan nasyid pada munsyid dan nasehat mereka sampai sepertiga malam. Dan jika para munsyid selasai, maka berdirilah para qadhi dan mereka kembali pulang. Dan diperdengarkan sebuah senandung pujian di sisa malam tersebut. Hal ini terus berlangsung di masanya dan masa-masa anaknya yaitu an-Nahsir Faraj. (Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar : 3 / 167)
Kisah yang sama ini juga diceritakan oleh seorang ulama pakar sejarah yaitu syaikh Jamaluddin Abul Mahasin bin Yusufi bin Taghribardi dalam kitab Tarikhnya “an-Nujum az-Zahirah fii Muluk Mesir wal Qahirah“ pada juz 12 halaman 72. Hal yang serupa juga disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar secara ringkas dalam kitabnya Anba al-Ghumar sebagai berikut :
ﻭﻋﻤﻞ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻧﻲ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻮﻱ ﺍﻟﺸﺮﻳﻒ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻟﺨﺎﻣﺲ ﻋﺸﺮ، ﻓﺤﻀﺮﻩ ﺍﻟﺒﻠﻘﻴﻨﻲ ﻭﺍﻟﺘﻔﻬﻨﻲ ﻭﻫﻤﺎ ﻣﻌﺰﻭﻻﻥ، ﻭﺟﻠﺲ ﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﻔﺰﻭﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﻭﺟﻠﺴﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻴﺴﺎﺭ ﻭﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﺩﻭﻧﻬﻢ، ﻭﺍﺗﻔﻖ ﺃﻥ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﺋﻤﺎ، ﻓﻠﻤﺎ ﻣﺪ ﺍﻟﺴﻤﺎﻁ ﺟﻠﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻣﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ ﺇﻥ ﻓﺮﻏﻮﺍ، ﻓﻠﻤﺎ ﺩﺧﻞ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻤﻐﺮﺏ ﺻﻠﻮﺍ ﺛﻢ ﺃﺣﻀﺮﺕ ﺳﻔﺮﺓ ﻟﻄﻴﻔﺔ، ﻓﺎﻛﻞ ﻫﻮ ﻭﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﺻﺎﺋﻤﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ
Dan perayaan maulid shulthan yaitu Maulid Nabi yang Mulia seprti biasanya (tradisi) pada hari kelima belas, dihadiri oleh syaikh al-Balqini dan at-Tifhani, keduanya mantan qadhi. Para qadhi lainnya duduk di sebalah kanan beliau, dan kami serta para masyaikh duduk di sebelah kiri. Disepakati bahwa shulthan saat itu dalam keadaan puasa, maka ketika dibentangkanlah seprei makanan, beliau duduk seperti biasanya bersama prang-orang sampai selesai. Maka ketika masuk waktu maghrib, mereka sholat kemudian dihidangkanlah hidangan makanan yang lembut, maka beliau makan bersama orang-orang yang berpuasa dari para qadhi dan lainnya. (Anba al-Ghumar : 2 / 562)
Dengan ini jelas lah sudah bahwa wahabi telah melakukan kecurangan ilmiyyah dengan tidak menampilkan redaksi (teks) selanjutnya yang membicarakan perhatian para raja dan ulama besar terhadap perayaan Maulid Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam saat itu. Ini merupakan tadlis, talbis dan penipuan besar di hadapan publik.
naudzu billah min dzaalik.
***
Kesimpulannya :
1. Perayaan Maulid Nabi, esensinya telah dicontohkan oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yaitu saat beliau mengangungkan dan memperingati hari kelahiran beliau dengan melakukan satu ibadah sunnah yaitu puasa. Maka pada hakekatnya perayaan Maulid Nabi adalah sunnah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Perayaan Maulid Nabi yang dilanjutkan dengan para raja yang adil dan para ulama yang terkenal adalah dalam rangka menghidupkan sunnah Nabi yaitu memperingati hari kelahiran Nabi, namun dengan metode dan cara yang berbeda yang berlandaskan syare’at seperti membaca al-Quran, bersholawat dan bersedekah. Metode ini sama sekali tidak bertentangan dengan syare’at Nabi.
3. Tuduhan wahabi bahwa yang melakukan Maulid pertama kali adalah dari Syi’ah Fathimiyyun adalah dusta belaka dan bertentangan dengan fakta kebenarannya.
4. Wahabi telah melakukan kecurangan ilmiyyah dengan menggunting dan tidak menampilkan teks al-Maqrizi yang menceritakan perhatian para raja adil dan ulama terkenal dari kalangan empat madzhab terhadap Maulid Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam.
Tabik,
Shofiyyah an-Nuuriyyah & Ibnu Abdillah Al-Katibiy
Kota Santri, 6 Rabiul Awwal 1435 H / 08-Januari-2014
Transkip dan editing via, http://www.aswj-rg.com/
2014/01/sejarah-awal-mula-perayaan-maulid-nabi.html