Pantun merupakan salah satu jenis sastra lisan yang berbentuk puisi. Pantun dikenal di berbagai daerah di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda. Dalam bahasa Minang, pantun berasal dari kata patuntun ‘petuntun’. Dalam bahasa Jawa, pantun dikenal dengan nama parikan dan dalam bahasa Sunda dikenal dengan paparikan.
Pada masyarakat Batak, pantun dikenal dengan sebutan umpama atau ende-ende, dan masyarakat Toraja menyebutnya dengan londe. Orang Aceh dan Ambon juga mengenal pantun dan menyebutnya dengan panton, sedangkan orang Bengkulu menyebutnya dengan rejong. Hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai bentuk teks pantun walaupun dengan nama yang berbeda. Penyebaran pantun sampai ke pelosok Nusantara menjadi bukti bahwa pantun merupakan salah satu sastra lama yang hidup dalam kebudayaan Indonesia, masih disukai sebagian masyarakat Indonesia, serta merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang perlu kita lestarikan.
Ternyata, selain di Indonesia, di luar negeri pun terdapat teks pantun. Di Eropa, seperti Spanyol, teks yang sejenis dengan pantun disebut dengan copla, di Bayern (Jerman) disebut dengan schnadahufle, di Itali dengan nama ritornello, dan di Latvia disebut dengan daina. Selain itu, Tiongkok, Indo Cina, dan Tibet juga mengenal pantun.
Lahirnya pantun Melayu diawali dengan kebiasaan masyarakat Melayu yang senang menggunakan kiasan untuk menyampaikan maksud. Pantun merupakan salah satu bentuk kiasan yang sering digunakan dalam setiap acara, baik acara kelahiran, pertemuan, pernikahan maupun acara adat. Dengan demikian, pantun merupakan alat komuniasi yang sangat penting dalam masyarakat Melayu, sehingga dahulu pantun dapat dijadikan alat untuk mengukur kepandaian seseorang. Orang yang cakap dalam berpantun dianggap orang yang pandai.
Dalam masyarakat Melayu Indragiri Hulu, Riau, salah satu prosesi adat pernikahan adalah membacakan Surat Kapal, yang dikenal juga dengan Syair Cenderawasih atau Cerita Kapal. Syair Cenderawasih itu merupakan pantun yang khusus dibacakan ketika keturunan bangsawan menikah, baik sesama keturunan bangsawan (raja) maupun salah satu di antaranya. Sementara itu, Surat Kapal atau Cerita Kapal khusus dibacakan dan dilantunkan untuk orang kebanyakan (masyarakat umum).
Surat Kapal menceritakan siapa calon pengantin, tempat pertemuan keduanya, aktivitas mereka, serta latar belakang keluarga dan keturunan mereka. Melalui teks pantun yang dilantunkan dalam Surat Kapal itu, kedua calon pengantin diminta belajar banyak filosofis perjalanan kapal. Mereka harus memahami bagaimana melawan ombak perkawinan, riak kecil perjalanan rumah tangga, dan sebagainya.
Sebagai sebuah media komunikasi, teks pantun berperan sebagai alat pemelihara bahasa. Selain itu, pantun juga diyakini sebagai penjaga alur berpikir manusia. Di samping melatih seseorang berpikir secara logis tentang makna kata, pantun juga melatih seseorang untuk berpikir secara asosiatif tentang kaitan kata yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, pantun mencerminkan kepiawaian seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.
Bagi orang Melayu karena dianggap memiliki peranan penting dalam menyebarluaskan nilai asas kemelayuan, pantun dijadikan media tunjuk ajar. Tunjuk ajar yang diwujudkan ke dalam beragam jenis pantun itu sering ditampilkan dalam berbagai kegiatan, baik dalam upacara adat dan tradisi maupun dalam kegiatan seharihari.
Di samping itu, pantun juga dimanfaatkan sebagai media hiburan, penyampai aspirasi, serta pengekal tali persaudaraan. Oleh karena itu, agar tidak mendapat malu dalam pergaulan, pada umumnya orang Melayu selalu berupaya agar pandai berpantun.
(1) Apakah kalian masih menemukan pantun di lingkungan tempat tinggal kalian?
(2) Dalam prosesi apa saja dapat kalian temukan pantun?
(3) Tahukah kalian apa peranan pantun tersebut dalam kehidupan?
(4) Apakah semua golongan (tua atau muda) menggunakan pantun sebagai media berkomunikasi?
(5) Teks pantun seperti apa yang pernah kalian dengar?
Sumber : Buku Bahasa Indonesia k13 kelas xi
Pada masyarakat Batak, pantun dikenal dengan sebutan umpama atau ende-ende, dan masyarakat Toraja menyebutnya dengan londe. Orang Aceh dan Ambon juga mengenal pantun dan menyebutnya dengan panton, sedangkan orang Bengkulu menyebutnya dengan rejong. Hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai bentuk teks pantun walaupun dengan nama yang berbeda. Penyebaran pantun sampai ke pelosok Nusantara menjadi bukti bahwa pantun merupakan salah satu sastra lama yang hidup dalam kebudayaan Indonesia, masih disukai sebagian masyarakat Indonesia, serta merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang perlu kita lestarikan.
Ternyata, selain di Indonesia, di luar negeri pun terdapat teks pantun. Di Eropa, seperti Spanyol, teks yang sejenis dengan pantun disebut dengan copla, di Bayern (Jerman) disebut dengan schnadahufle, di Itali dengan nama ritornello, dan di Latvia disebut dengan daina. Selain itu, Tiongkok, Indo Cina, dan Tibet juga mengenal pantun.
Lahirnya pantun Melayu diawali dengan kebiasaan masyarakat Melayu yang senang menggunakan kiasan untuk menyampaikan maksud. Pantun merupakan salah satu bentuk kiasan yang sering digunakan dalam setiap acara, baik acara kelahiran, pertemuan, pernikahan maupun acara adat. Dengan demikian, pantun merupakan alat komuniasi yang sangat penting dalam masyarakat Melayu, sehingga dahulu pantun dapat dijadikan alat untuk mengukur kepandaian seseorang. Orang yang cakap dalam berpantun dianggap orang yang pandai.
Dalam masyarakat Melayu Indragiri Hulu, Riau, salah satu prosesi adat pernikahan adalah membacakan Surat Kapal, yang dikenal juga dengan Syair Cenderawasih atau Cerita Kapal. Syair Cenderawasih itu merupakan pantun yang khusus dibacakan ketika keturunan bangsawan menikah, baik sesama keturunan bangsawan (raja) maupun salah satu di antaranya. Sementara itu, Surat Kapal atau Cerita Kapal khusus dibacakan dan dilantunkan untuk orang kebanyakan (masyarakat umum).
Surat Kapal menceritakan siapa calon pengantin, tempat pertemuan keduanya, aktivitas mereka, serta latar belakang keluarga dan keturunan mereka. Melalui teks pantun yang dilantunkan dalam Surat Kapal itu, kedua calon pengantin diminta belajar banyak filosofis perjalanan kapal. Mereka harus memahami bagaimana melawan ombak perkawinan, riak kecil perjalanan rumah tangga, dan sebagainya.
Sebagai sebuah media komunikasi, teks pantun berperan sebagai alat pemelihara bahasa. Selain itu, pantun juga diyakini sebagai penjaga alur berpikir manusia. Di samping melatih seseorang berpikir secara logis tentang makna kata, pantun juga melatih seseorang untuk berpikir secara asosiatif tentang kaitan kata yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, pantun mencerminkan kepiawaian seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.
Bagi orang Melayu karena dianggap memiliki peranan penting dalam menyebarluaskan nilai asas kemelayuan, pantun dijadikan media tunjuk ajar. Tunjuk ajar yang diwujudkan ke dalam beragam jenis pantun itu sering ditampilkan dalam berbagai kegiatan, baik dalam upacara adat dan tradisi maupun dalam kegiatan seharihari.
Di samping itu, pantun juga dimanfaatkan sebagai media hiburan, penyampai aspirasi, serta pengekal tali persaudaraan. Oleh karena itu, agar tidak mendapat malu dalam pergaulan, pada umumnya orang Melayu selalu berupaya agar pandai berpantun.
(1) Apakah kalian masih menemukan pantun di lingkungan tempat tinggal kalian?
(2) Dalam prosesi apa saja dapat kalian temukan pantun?
(3) Tahukah kalian apa peranan pantun tersebut dalam kehidupan?
(4) Apakah semua golongan (tua atau muda) menggunakan pantun sebagai media berkomunikasi?
(5) Teks pantun seperti apa yang pernah kalian dengar?
Sumber : Buku Bahasa Indonesia k13 kelas xi