Cuplikan Cerpen : Meraih Impian

1. Terusik lamunanku saat terngiang sebaris kata ayah yang selalu berulang menelusup ke telingaku, “Nanda, kamu pasti bisa!” Kata-kata ayahku laksana dentuman meriam di rongga dadaku. Setiap kuingat kata-kata itu, semakin berat beban yang kurasakan, terlebih, urutanku sebagai sulung dari lima bersaudara. Tidak mudah bagiku untuk menjadi sulung. Kurasakan pula beban kedua orang tuaku yang semakin menjadi. Ayah, di luar segala kewajibannya sebagai PNS, terlibat aktif di dunia jurnalistik dan organisasi. Tidak mengherankan jika bunda terpaksa turun tangan untuk menopang keuangan keluarga dengan membuka sebuah warung kecil-kecilan.

2. Padatnya aktivitas ayah dan bunda terekam kuat dalam benakku. Kerja keras seakan menjadi menu wajib bagiku. Namun, ada hal yang menjadi titik lemahku. Dua kali tangisku pecah ketika cita-citaku tak tersampaikan.
Pertama, ketika gagal masuk fakultas kedokteran karena faktor biaya. Kuingat kata-kata bunda di telingaku.
“Kita tak cukup uang untuk kamu masuk Fakultas Kedokteran. Sabar ya, Nak!”, ucap Bunda lembut, tetapi pasti.
Kedua, ketika gagal mendaftar ke STPDN karena tinggi badan kurang. Kegagalan itu tentu saja membuatku terluka. Ayah dan bunda tiada putusputusnya membangkitkan diriku hingga kedua kakiku benar-benar mampu berpijak.

3. Untuk mengobati luka hatiku, kuputuskan untuk membantu bunda menjaga warung. Sambil menjaga warung, sedikit demi sedikit belajar dari ketegaran bunda dalam menghadapi kesulitan hidup. Sering bunda tidur larut karena harus menyambung potongan perca menjadi sebuah bed cover untuk dijual.
Bed cover itu dititipkan di sebuah toko swalayan. Tiada pernah putus doaku kepada Sang Khalik agar bunda senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin.

4. Salah satu doaku terkabul. Suatu hari ayah memutuskan untuk berhenti bekerja dan berorganisasi. Ayah mulai melirik dunia usaha. Sebagai langkah awal, ayah melahap buku-buku sederet profil pengusaha sukses, sebut saja Bob Sadino, Bill Gates, Steve Jobs, Richard Branson, Donald Trump, dan Elang Gumilang.
Benih pohon bisnis tumbuh pesat pula dalam diriku, terlebih setelah aku menyerap isi beberapa buku yang menyampaikan motivasi.

5. Dua kegagalan yang lalu berakhir ketika aku diterima di jurusan bahasa Inggris. Kutekuni masa pendidikan tinggi dengan sepenuh hati. Kendala finansial mendorongku untuk merambah dunia kerja di samping kuliah.
Pucuk dicinta ulam tiba. Suatu hari Kak Ica, saudara sepupuku, datang kepadaku.
“Nanda, di sebelah toko Bunda ada kios yang dijual. Bagaimana kalau kita patungan untuk membeli kios itu, lalu kita jual pakaian di sana?” kata Kak Ica.
Ia mengajak berpatungan untuk membeli kios itu. Kami mulai berbisnis pakaian. Tidak kusangka, usaha itu menuai hasil yang gemilang.
Bunda berkunjung ke tokoku dan dia memuji, “Wah, ternyata Nanda sudah meraup banyak untung nih”.
Kesibukan berbisnis tidak melemahkan prestasi di ranah akademis. Aku berhasil mempertahankan semuanya dengan hasil yang memukau.

6. Seiring waktu, jaringan bisnisku meluas. Padatnya jadwal ceramah ayah sebagai motivator mendorongku untuk membantunya. Jadilah aku berkiprah dalam dunia event organizer. Lahan bisnis ini menuai sukses yang tergolong gemilang. Jaringan konsumen luas semakin membuka peluang untuk berkiprah di bidang lain. Usaha penjualan tiket pesawat pun kulakoni hingga membuahkan beberapa kantor cabang di berbagai kota di negeri ini.

7. Kesuksesan ini tidak patut membuatku angkuh, terutama di hadapan Tuhan. Hanya karena ridha-Nya aku dapat meraih semuanya. Tidak luput bimbingan dan motivasi dari kedua orang tuaku turut membuatku tegar dalam berbagai kesulitan.

Diadaptasi dari Hartika, Resti. 2013. Meraih
Mimpi Jadi Pengusaha. Padang: Debe Mustika.
Sumber :  Buku Bahasa Indonesia k13 kelas xi