Ketika siswa memutuskan untuk menulis teks cerita fiksi, ide akan mengalir bersama pikiran yang berbaur dengan fakta secara bersamaan. Guru meminta siswa menulis bebas. Untuk itu, guru menyarankan siswa menuangkan semua ide yang muncul, tanpa mengoreksi sepatah kata pun. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaring suasana hati agar siswa tidak merasa terbebani. Namun, tetap fokus pada jalan cerita. Guru menugasi siswa menulis ide tentang karakter, peristiwa, tempat, atau apapun yang berkaitan dengan cerita yang dibangun.
(1) Siswa belum memasuki tahap penentuan karakter (tokoh) atau alur cerita. Pada umumnya, pengarang menyusun karangan setelah mempunyai tema. Kalau belum ada tema, sama saja siswa berjalan di tempat gelap, tanpa tahu arah yang dituju. Maka, pertama kali guru menugasi siswa menentukan tema dan ide dasar cerita yang akan dibangun.
(2) Selanjutnya, guru meminta siswa menentukan alur, yaitu rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin sedemikian rupa sehingga menggerakkan jalan cerita, dari awal, tengah, hingga mencapai klimaks dan akhir cerita.
Ada banyak cara untuk menyusun alur cerita. Dua di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, cara kronologis, yakni merangkai peristiwa demi peristiwa dari awal sampai akhir berdasarkan urutan waktu. Kedua, cara flashback (bolak-balik), yaitu menceritakan peristiwa masa lalu di tengah cerita. Biasanya alur ini dipakai kalau pengarang memerlukan latar belakang yang mendalam. Kemudian, guru meminta siswa menentukan alur seperti apa yang akan digunakan untuk teks cerita fiksi yang diciptakan.
Semester 1 dan 2
(3) Langkah selanjutanya adalah menciptakan tokoh utama. Guru meminta siswa menetapkan penokohan. Penokohan ini bisa tentang gambaran fisik (jenis kelamin, wajah, mata, rambut, pakaian, umur, pekerjaan, cara berjalan, dan sebagainya), gambaran kejiwaan dan emosi (perilaku, kesedihan, kemarahan, dan sebagainya). Kemudian, guru memberi contoh penokohan dalam teks cerita fiksi.\
(4) Guru meminta siswa menentukan seorang tokoh utama rekaan dalam cerita yang dibangun, kemudian meminta siswa membuat penokohan tentang tokoh tersebut.
(5) Guru meminta siswa menjawab beberapa pertanyaan berikut ini yang berkaitan dengan tokoh dan penokohan serta alur cerita.
(a) Guru menanyakan apakah tokoh utama rekaan siswa mencoba untuk menunaikan dan menuntaskan tujuan cerita.
(b) Guru menanyakan langkah apa yang perlu dimainkan oleh tokoh tersebut? (Hal ini akan menjadi konflik utama dalam cerita)
(c) Guru menanyakan persoalan yang diangkat siswa.
(d) Guru menanyakan bagaimana konflik ini dibangun dalam jalinan cerita.
(e) Guru menanyakan apakah tokoh utama yang dibangun siswa akan menjadi tokoh dengan penokohan yang berbeda di akhir cerita?
(6) Selanjutnya, guru menugasi siswa menciptakan tokoh pendukung dan tokoh lawan. Meskipun bukan tokoh utama, tetapi kehadiran tokoh ini akan memainkan peranan yang penting, karena tokoh ini merupakan bagian utuh dari alur yang kalian bangun.
(7) Guru menugasi siswa menulis teks cerita yang dibangun sesuai dengan tema, alur, serta tokoh dan penokohan yang telah dibuat sebelumnya, sesuai dengan struktur yang membangun teks cerita fiksi.
No. Struktur Teks Peristiwa
1. Abstrak
2. Orientasi
3. Komplikasi
4. Evaluasi
5. Resolusi
6. Koda
(8) Guru meminta siswa menunjukkan hasil karangan mereka ini kepada teman di sebelah. Kemudian, guru menyarankan siswa meminta kritikan dan saran. Siswa pun diharapkan dapat memberikan masukan atas karya teman yang lain.
Dalam membangun sebuah cerita fiksi, menurut Clara Ng, seorang sastrawan wanita, hal yang harus dimiliki adalah empat “W”; yakni
Who (siapa tokohnya),
what (apa yang terjadi),
when (kapan terjadinya),
dan where (di mana terjadinya?).
Siswa sudah menentukan tema, membuat tokoh, dan membangun alur cerita. Siswa juga sudah menyusunnya menjadi satu bentuk teks cerita fiksi yang berstruktur. Namun, sehebat apapun seorang pengarang, tidak akan pernah menghasilkan sebuah tulisan yang langsung jadi. Teks itu perlu dicermati ulang berbagai kekurangannya agar dapat menghasilkan teks cerita fiksi yang lebih sempurna.
(1) Siswa belum memasuki tahap penentuan karakter (tokoh) atau alur cerita. Pada umumnya, pengarang menyusun karangan setelah mempunyai tema. Kalau belum ada tema, sama saja siswa berjalan di tempat gelap, tanpa tahu arah yang dituju. Maka, pertama kali guru menugasi siswa menentukan tema dan ide dasar cerita yang akan dibangun.
(2) Selanjutnya, guru meminta siswa menentukan alur, yaitu rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin sedemikian rupa sehingga menggerakkan jalan cerita, dari awal, tengah, hingga mencapai klimaks dan akhir cerita.
Ada banyak cara untuk menyusun alur cerita. Dua di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, cara kronologis, yakni merangkai peristiwa demi peristiwa dari awal sampai akhir berdasarkan urutan waktu. Kedua, cara flashback (bolak-balik), yaitu menceritakan peristiwa masa lalu di tengah cerita. Biasanya alur ini dipakai kalau pengarang memerlukan latar belakang yang mendalam. Kemudian, guru meminta siswa menentukan alur seperti apa yang akan digunakan untuk teks cerita fiksi yang diciptakan.
Semester 1 dan 2
(3) Langkah selanjutanya adalah menciptakan tokoh utama. Guru meminta siswa menetapkan penokohan. Penokohan ini bisa tentang gambaran fisik (jenis kelamin, wajah, mata, rambut, pakaian, umur, pekerjaan, cara berjalan, dan sebagainya), gambaran kejiwaan dan emosi (perilaku, kesedihan, kemarahan, dan sebagainya). Kemudian, guru memberi contoh penokohan dalam teks cerita fiksi.\
(4) Guru meminta siswa menentukan seorang tokoh utama rekaan dalam cerita yang dibangun, kemudian meminta siswa membuat penokohan tentang tokoh tersebut.
(5) Guru meminta siswa menjawab beberapa pertanyaan berikut ini yang berkaitan dengan tokoh dan penokohan serta alur cerita.
(a) Guru menanyakan apakah tokoh utama rekaan siswa mencoba untuk menunaikan dan menuntaskan tujuan cerita.
(b) Guru menanyakan langkah apa yang perlu dimainkan oleh tokoh tersebut? (Hal ini akan menjadi konflik utama dalam cerita)
(c) Guru menanyakan persoalan yang diangkat siswa.
(d) Guru menanyakan bagaimana konflik ini dibangun dalam jalinan cerita.
(e) Guru menanyakan apakah tokoh utama yang dibangun siswa akan menjadi tokoh dengan penokohan yang berbeda di akhir cerita?
(6) Selanjutnya, guru menugasi siswa menciptakan tokoh pendukung dan tokoh lawan. Meskipun bukan tokoh utama, tetapi kehadiran tokoh ini akan memainkan peranan yang penting, karena tokoh ini merupakan bagian utuh dari alur yang kalian bangun.
(7) Guru menugasi siswa menulis teks cerita yang dibangun sesuai dengan tema, alur, serta tokoh dan penokohan yang telah dibuat sebelumnya, sesuai dengan struktur yang membangun teks cerita fiksi.
No. Struktur Teks Peristiwa
1. Abstrak
2. Orientasi
3. Komplikasi
4. Evaluasi
5. Resolusi
6. Koda
(8) Guru meminta siswa menunjukkan hasil karangan mereka ini kepada teman di sebelah. Kemudian, guru menyarankan siswa meminta kritikan dan saran. Siswa pun diharapkan dapat memberikan masukan atas karya teman yang lain.
Dalam membangun sebuah cerita fiksi, menurut Clara Ng, seorang sastrawan wanita, hal yang harus dimiliki adalah empat “W”; yakni
Who (siapa tokohnya),
what (apa yang terjadi),
when (kapan terjadinya),
dan where (di mana terjadinya?).
Siswa sudah menentukan tema, membuat tokoh, dan membangun alur cerita. Siswa juga sudah menyusunnya menjadi satu bentuk teks cerita fiksi yang berstruktur. Namun, sehebat apapun seorang pengarang, tidak akan pernah menghasilkan sebuah tulisan yang langsung jadi. Teks itu perlu dicermati ulang berbagai kekurangannya agar dapat menghasilkan teks cerita fiksi yang lebih sempurna.