FIRQAH DAN SEBAB-SEBAB TIMBULNYA

A. LATAR BELAKANG TIMBULNYA PERBEDAAN PENDAPAT
Untuk memahami wahyu Tuhan (wahyu Allah), manusia dikaruniai akal. Meskipun demikian, setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami sesuatu. Ada orang yang memiliki kecerdasan yang lebih dari orang lain dan sebaliknya. Selain itu, sudut pandang dan perolehan dalil yang berbeda juga memengaruhi cara pandang seseorang dalam memahami sesuatu.
Sebenarnya, perbedaan pendapat sudah terjadi sejak zaman Nabi. Adanya perintah untuk bermusyawarah menunjukkan adanya perbedaan pendapat dimaksud. Begitu pula adanya perintah kembali kepada Allah dan Rasul-Nya jika berselisih pendapat adalah bukti bahwa manusia bisa saja berbeda pendapat.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar pun juga terjadi perbedaan pendapat. Usaha pengumpulan Al-Qur’an yang diusulkan oleh Umar bin Khathab pada awalnya ditolak oleh Abu Bakar dan Zaid  bin Tsabit adalah salah satu bukti adanya perbedaan pendapat tersebut. Begitu pula masa-masa sesudahnya. Meskipun demikian, perbedaan- perbedaan pendapat yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan dan ijtihad para sahabat tersebut tidak menimbulkan perpecahan di antara umat Islam. Perpecahan umat Islam timbul karena situasi politik yang terjadi sebagaimana disebutkan pada bab I.


B. FIRQAH DAN SEBAB-SEBAB TIMBULNYA
Secara bahasa, firqah artinya  golongan,  kelompok,  atau sekte. Firqah-firqah ini lahir sebagai akibat situasi politik yang ada. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab I, bahwa setelah terjadi tahkim Siffin, umat Islam terbagi menjadi beberapa sekte, ada golongan jumhur, ada golongan syi’ah (golongan pendukung Ali), dan golongan khawarij (golongan Ali yang keluar karena kecewa kepada tahkim Siffin). Firqah Syi’ah dan Khawarij pun juga pecah menjadi kelompok- kelompok kecil.
Setelah ketiga firqah itu muncul, bermunculan pula firqah-firqah yang lain. Berikut ini kami sebutkan beberapa firqah yang ada dan penjelasan singkat mengenai ajarannya
1. Syi’ah
Sekte Syi’ahadalahkelompokpembela Ali bin Abi Thalib. Sebenarnya, para pembela Ali bin Abi Thalib adalah para sahabat yang hanif (lurus). Mereka juga merupakan para sahabat pilihan. Akan tetapi, dalam perkembangannya, ada seseorang yang bernama Abdullah bin Saba’, yaitu seorang Yahudi yang menyamar sebagai muslim dan berusaha mengajarkan untuk mengkultuskan Ali dan keturunannya. Di antara pengkultusan Ali adalah menyatakan bahwa Ali dan keturunannya (para imam) adalah maksum atau terbebas dari dosa. Yang berhak atas khilafah adalah Ali, sedangkan Abu Bakar, Umar, dan Utsman telah merampas hak kekhilafahan itu dari Ali, dan masih banyak lagi.
Syi’ah pun kemudian terpecah menjadi beberapa macam. Ada Syi’ah Zaidiyah, Imamiyah, Itsna ‘Asyariyah, dan sebagainya.
2. Khawarij
Golongan pendukung Ali yang kecewa terhadap kebijaksanaan Ali untuk mau diajak tahkim. Golongan ini berpendapat bahwa keempat sahabat mulia yang menerima tahkim, yaitu: Ali, Mu’awiyah, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Amr bin Ash adalah kafir. Dasar mereka adalah QS Al- Maidah: 44:
Artinya: “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”(QS Al-Maidah: 44)
Selain itu, Khawarij berpendapat bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir dalam artian telah keluar dari agama Islam atau murtad. Oleh karena itu, mereka harus dibunuh.
3. Murji’ah
Kata murji’ah berasal dari kata arja’a, yurji’u yang artinya mengembalikan. Aliran ini diberi nama murji’ah karena berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tetap merupakan mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah akan mengampuni atau tidak mengampuninya. Jadi, hukum orang yang berdosa besar dikembalikan kepada Allah, apakah terampuni ataukah tidak.
4. Mu’tazilah
Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang artinya memisahkan diri. Aliran ini didirikan oleh Washil bin <Atha, yaitu murid Hasan Bashri yang memisahkan diri dari gurunya karena berbeda pendapat. Kelompok Mu’tazilah tidak menerima pendapat mengenai status orang yang melakukan dosa besar seperti yang telah diungkapkan oleh dua kelompok di atas. Menurut Mu’tazilah, mukmin yang berdosa besar statusnya bukan kafir dan bukan pula mukmin. Orang yang serupa ini menurut mereka mengambil posisi di antara posisi mukmin dan kafir yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al manzilah
bainal manzilatain (posisi di antara dua posisi).
5. Qadariyah
Qadariyah berasal dari kata qadar yang artinya kemampuan. Menurut qadariyah, manusia memiliki kemampuan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah free will dan free act.
6. Jabbariyah
Jabbariyah berasal dari kata jabbar yang artinya memaksa. Jabbariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdeka- an dalam kehendak perbuatannya. Manusia dalam segala tingkah lakunya, menurut paham Jabbariyah, manusia tidak mempunyai kebebasan dalam kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam segala tingkah lakunya, menurut paham Jabbariyah, bertindak dengan paksaan Tuhan. Paham inilah yang kemudian disebut sebagai paham predestination atau fatalism dalam bahasa Inggris.


C. AHLUL ADLI WAT TAUHID DALAM MU’TAZILAH
Golongan Mu’tazilah ini juga menamakan diri mereka sebagai ahlul ‘adli wat tauhid. Golongan ahlul ‘adli artinya golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan. Sedangkan golongan ahlut tauhid artinya golongan yang mempertahankan keesaan Tuhan.
Ajaran Mu’tazilah yang pertama adalah manzilah bainal manzilatain, posisi di antara dua posisi dalam arti posisi menengah. Menurut mereka, orang yang berdosa besar bukan disebut sebagai kafir sebagaimana pendapat orang Khawarij tetapi juga bukan mukmin sebagaimana dikatakan oleh Murji’ah. Orang yang berdosa

besar menurut mereka kalau meninggal sebelum bertaubat akan kekal
di neraka. Hanya saja, siksaannya tidak seberat siksaan orang kafir.
Ajaran Mu’tazilah yang kedua adalah Tuhan bersifat bijaksana dan adil. Dia tidak  bisa  berbuat  jahat  atau  zalim.  Tidak  mungkin Tuhan menghendaki manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintah Tuhan. Jadi, manusia sendirilah yang menentukan perbuatannya.
Ajaran Mu’tazilah yang ketiga adalah mengambil bentuk peniadaan sifat-sifat Tuhan dalam arti bahwa apa yang disebut sebagai sifat Tuhan sebenarnya bukanlah sifat yang mempunyai wujud tersendiri di luar zat Tuhan tetapi sifat yang merupakan esensi Tuhan.
Ajaran Mu’tazilah yang keempat adalah al-wa’du wal-wa’id yang artinya janji dan ancaman. Maksudnya, Tuhan menjanjikan surga kepada orang mukmin dan ancaman neraka bagi orang kafir.
Ajaran Mu’tazilah yang kelima adalah amar ma’ruf nahi munkar, memerintah orang untuk berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat wajib dijalankan, kalau perlu dengan kekerasan.



D. METODE BERPIKIR ASY’ARIYAH DAN MATURIDIYAH
Aqidah Asy’ariyah merupakan jalan tengah (tawasuth) di antara kelompok yang berkembang pada saat itu. Yaitu, kelompok Jabbariyah

dan Qadariyah yang dikembangkan oleh Mu’tazilah. Kelompok Jabbariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia seluruhnya adalah diciptakan oleh Allah. Manusia tidak memiliki andil sedikitpun dalam perbuatannya. Sebaliknya, golongan Qadariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia mutlak diciptakan oleh manusia itu sendiri sedangkan Allah tidak turut campur sama sekali terhadap perbuatan manusia tersebut.
Asy’ariyah menengahi keduanya. Menurut Asy’ariyah, perbuatan manusia adalah diciptakan oleh Allah, tetapi manusia memiliki bagian yang disebut kasb dalam perbuatannya. Dalam konsep keadilan Tuhan pun Asy’ariyah berbeda dengan Mu’tazilah. Menurut Mu’tazilah, Tuhan wajib memasukkan manusia yang baik ke dalam surga dan memasukkan orang jahat ke dalam neraka. Sedangkan Asy’ariyah berpendapat bahwa memasukkan manusia ke dalam surga atau neraka adalah hak Allah bukan kewajiban Allah.
Mu’tazilah menempatkan rasio di atas wahyu sedangkan Asy’ariyah menempatkan wahyu di atas rasio. Meskipun demikian, kerja-kerja rasio dihormati.
Prinsip-prinsip Maturidiyah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Asy’ariyah. Hanya saja, Maturidiyah fiqihnya menggunakan madzhab Hanafi saja sedangkan Asy’ariyah menggunakan fikih madzhab Syafii dan Maliki. Asy’ariyah hanya menghadapi ideologi Mu’tazilah saja tetapi Maturidiyah menghadapi berbagai ideologi, ada Mu’tazilah, Mujassimah, Qaramithah, dan Jahamiyah. Selain itu Maturidiyah harus menghadapi kelompok agama lain seperti Majusi, Nasrani, dan Yahudi.
Sikap tawasuth yang ditunjukkan oleh Maturidiyah adalah upaya pendamaian antara naqli dan aqli (nash dan akal). Maturidiyah berpendapat bahwa suatu kesalahan apabila kita berhenti berbuat pada saat tidak ada nash (naql), sama juga salah apabila kita larut tidak terkendali dalam menggunakan rasio (akal).  Menggunakan  akal sama pentingnya dengan menggunakan naql. Sebab, akal yang dimiliki oleh manusia juga pemberian dari Allah. Karena itu, Al-

Qur’an memerintahkan umat Islam untuk menggunakan akal dalam memahami cara yang dilakukan harus menyesuaikan dengan kondisi dan situasai masyarakat setempat.

Baik Asyariyah maupun Maturidiyah menolak cara penyebaran ajaran dengan kekerasaan dan pemaksaan sebagaimana yang dilaku- kan oleh Mu’tazilah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS an-Nahl: 125)
Sesuai ayat di atas, amar ma’ruf nahi munkar itu harus dilaksanakan dengan kebijaksanaan dan bukan dengan kekerasan. Bahkan, dalam berdebat pun kita harus dengan cara yang lebih baik daripada lawan bicara.


E. LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1. Apakah yang Anda ketahui tentang firqah?
2. Bagaimanakah sebab-sebab timbulnya berbagai firqah dalam
agama Islam?
3. Firqah-firqah  di  bawah  ini  termasuk  firqah  yang berpengaruh.
Kemukakanlah prinsip-prinsip ajarannaya!
a. Syi’ah
b. Khawarij
c. Mu’tazilah
d. Ahlussunnah Waljama’ah
e. Qadariyah
f. Jabbariyah
4. Sebutkan beberapa prinsip ajaran Mu’tazilah dan jelaskan secara ringkas!
5. Jelaskan prinsip-prinsip ajaran Ahlussunnah Waljama’ah!