A. SYARAT-SYARAT MUJTAHID
Para Imam Mazhab
Ijtihad di kalangan ulama NU dipahami sebagai upaya berpikir secara maksimal untuk istinbath (menggali) hukum syar’i yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia secara langsung dari dalil tafshili (al-Qur’an dan Sunnah). Orang yang berijtihad disebut dengan mujtahid.
Menjadi seorang mujtahid bukanlah sesuatu yang mudah. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi seorang mujtahid. Di antara persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Syarat Ilmiah Kultural yang intinya meliputi
a. Menguasai bahasa Arab
Mengetahui bahasa yang baik sangatlah di perlukan oleh seorang mujtahid.Sebab Al-Qur’an di turunkan dengan bahasa arab, dan As-Sunnah juga di paparkan dengan bahasa arab, keduanya merupakan sumber utama hukum islam sehingga seorang mujtahid tidak mungkin bisa menggali sebuah hukum tanpa memahami bahasa arab dengan baik. Menurut al- syaukani tuntutan bagi seorang mujtahid dalam menguasai bahasa arab seperti nahwu,shorof dan lain sebagainya
b. Menguasai Al-Qur’an dan As-Sunnah
Maksudnya adalah mengetahui Al-Qur’an dengan segala ilmu yang terkait dengannya seperti nasih mansuh,’Am, khosh dan lain sebagainya. Untuk menghindari kesalah pahaman seorang mujtahid di syaratkan memahami ayat-ayat hukum secara baik dan benar.
Pengetahuan tentang al-sunnah dan hal-hal yang terkait dengannya harus di miliki oleh seorang mujtahid. Sebab Al- sunnah merupakan sumber hokum kedua setelah al-Qur’an, sekaligus Al-Sunnah berfungsi sebagai penjelas al-Qur’an.
c. Mengetahui ijmak terhadap persoalan-persoalan hokum. Pemahaman dan penalaran yang benar merupakan modal dasar yang harus di miliki oleh seorang mujtahid agar produk ijtihadnya bisa di pertanggung jawabkan secara ilmiah di kalangan masyarakat. Dalam kaitan ini mujtahid harus mengetahui batasan-batasan, argumentasi, sistematika, dan proses menuju konsklusi hukum agar pendapatnya terhindar dari kesalahan.
d. Menguasai Ushul Fiqih
Penguasaan secara mendalam tantang ushul fiqih merupakan kewajiban setiap mujtahid. Hal ini di sebabkan karena kajian ushul fiqih antara lain memuat bahasan mengenai metode ijtihad yang harus di kuasai oleh siapa saja yang ingin beristimbat hukum. Di samping mengkaji tentang kaidah kebahasaan seperti amar, nahi, ‘am, khos, juga mengkaji tentang metode maqasid al-syar’iah seperti ijma’, qiyas, istikhsan, maslakhah mursalah,’urf dan sebagainya.
e. Memahami Maqashidusy Syariah secara utuh.
Pengetahuan tentang tujuan syari’at islam sangatlah di perlukan bagi seoarang mujtahid, hal ini di sebabkan karena semua keputusan hukum harus selaras dengan tujuan syari’at islam yang secara garis besar adalah untuk memberi rahmat kepada alam semesta, khususnya untuk kemaslahatan umat manusia.
f. Memahami secara baik sebab-sebab perbedaan pandapat (ikhtilaf) di kalangan ahli fiqih dan menguasai patokan dalam menghadapi ta’arudl (kontradiksi) antar dalil. Pengetahuan tentang hal-hal yang telah di sepakati(ijma’) dan hal-hal yang masih di perselisihkan (khilaf) mutlak diperlukan bagi seorang mujtahid. Hal ini di maksudkan agar seorang mujtahid tidak menetapkan hukum dengan ijma’ para ulama sebelumnya, baik sahabat, tabi’in maupun generasi setelah itu. Oleh karena itu sebelum membahas suatu permasalahan, seorang mujtahid harus melihat dulu status persoalan yang akan di bahas,apakah persoalan itu sudah pernah muncul pada zaman dahulu apa belum ?,
2. Syarat sosio-Historis Umat.
Syarat mujtahid adalah Memahami secara baik setting soio-historis umat dan ciri umum budaya bangsa. Tujuannya adalah Agar hukum Islam tetap dinamis dan mampu mengakomodasi kebutuhan dan persoalan masyarakat yang terus berkembang.
3. Mampu mengaplikasikan istinbath hukum yang diperoleh melalui ijtihad ke dalam sistematika dan bahasa fiqih sehingga mampu dialokasikan secara nyata dalam kehidupan.
Dengan melihat syarat-syarat di atas jelaslah bahwa untuk menjadi seorang mujtahid tidaklah mudah. Tidak semua orang bisa mencapai derajat mujtahid. Hal itu karena seorang mujtahid memikul tugas dan tanggung jawab yang berat terhadap umat. Jadi, hasil ijtihadnya bukanlah rekaan, asumsi, ataupun kesimpulan yang tidak mendasar.
Bagi orang yang tidak memiliki persyaratan, lebih baik untuk ittiba’ atau taqlid. Orang yang taklid berarti dia mengikuti ulama yang menjadi imamnya. Sedangkan ittiba’ adalah mengikuti pendapat orang lain dengan mengetahui dalil atau argumennya.
B. TINGKATAN-TINGKATAN MUJTAHID
Mujtahid memiliki tingkatan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Para ulama berbeda-beda dalam menentukan derajat atau tingkatan mujtahid. Imam Al-Ghazali dan Ibnul Hammam membagi mujtahid menjadi dua yaitu:
1. Mujtahid Muthlak Artinya mujtahid yang memenuhi semua kriteria syarat-syarat ijtihad
2. Mujtahid Muntashib Artinya mujtahid yang hanya berijtihad dalam bidang-bidang tertentu saja karena keterbatasan ilmunya.
Sedangkan Ibnul Qayyim menyebutkan ada empat tingkatan mujtahid, yaitu:
1. Mujtahid yang memahami Al-Qur’an, Sunnah, dan Khabar Shahabat. sehingga ia mampu memberikan solusi hukum yang dihadapi oleh masyarakat. Meskipun pendapatnya mengikuti pendapat orang lain namun ia dipandang sebagai mujtahid, bukan muqallid (orang yang bertaqlid).
2. Mujtahid muqayyad yaitu mujtahid yang hanya melakukan ijtihad di lingkungan madzhab imam yang diikutinya.
3. Mujtahid fil madzhab, yaitu mujtahid yang hanya menghubung- kan dirinya dengan madzhab tersebut.
4. sekelompok orang yang menghubungkan dirinya kepada suatu madzhab, mengetahui fatwa-fatwa dalam madzhab tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh As-Suyuthim Ibnu Shalah, dan An Nawawi, yang membagi tingkatan mujtahid menjadi lima, yaitu;
1. Mujtahid Mustaqill yaitu mujtahid yang membangun fikih atas dasar metode dan kaidah yang ditetapkannya sendiri. Keempat imam madzhab termasuk ke dalam kategori ini.
2. Mujtahid Mutlaq ghairu mustaqill yaitu seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat untuk berijtihad tetapi tidak memiliki metode tersendiri dalam melakukan ijtihad namun mengikuti metode imam mereka dalam berijtihad.
3. Mujtahid Muqayyad yaitu mujtahid yang memiliki kualifikasi syarat-syarat ijtihad dan mampu menggali hukum-hukum dari sumber-sumbernya tetapi tidak mau keluar dari dalil-dalil dan metodologi madzhabnya.
4. Mujtahid Tarjih adalah ahli fikih yang berupaya untuk memper- tahankan madzhab imamnya, mengetahui seluk-beluk pandangan imamnya, dan mampu mentarjih pendapat yang kuat dari imamnya dan pendapat-pendapat dari madzhabnya.
5. Mujtahid Fatwa, yaitu ahli fikih yang berupaya menjaga madzhabnya, mengembangkannya, dan mengetahui basis argumentasi madzhabnya serta mampu memberikan fatwa pada kerangka pemikiran yang ditentukan imam madzhabnya
namun tidak mampu beristidlal (menjadi salah satu hukum islam).
C. LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Jelaskan pengertian Mujtahid muqayyad!
2. Sebutkan dan jelaskan 2 tingkatan mujtahid menurut Imam Al- Ghazali dan Ibnul Hammam!
3. Jelaskan pengertian Mujtahid Muthlaq Mustaqill!
4. Sebutkan syarat-syarat mujtahid!
5. Jelaskan mengapa mujtahid harus memahami setting soio-historis umat dan ciri umum budaya bangsa!
Para Imam Mazhab
Ijtihad di kalangan ulama NU dipahami sebagai upaya berpikir secara maksimal untuk istinbath (menggali) hukum syar’i yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia secara langsung dari dalil tafshili (al-Qur’an dan Sunnah). Orang yang berijtihad disebut dengan mujtahid.
Menjadi seorang mujtahid bukanlah sesuatu yang mudah. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi seorang mujtahid. Di antara persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Syarat Ilmiah Kultural yang intinya meliputi
a. Menguasai bahasa Arab
Mengetahui bahasa yang baik sangatlah di perlukan oleh seorang mujtahid.Sebab Al-Qur’an di turunkan dengan bahasa arab, dan As-Sunnah juga di paparkan dengan bahasa arab, keduanya merupakan sumber utama hukum islam sehingga seorang mujtahid tidak mungkin bisa menggali sebuah hukum tanpa memahami bahasa arab dengan baik. Menurut al- syaukani tuntutan bagi seorang mujtahid dalam menguasai bahasa arab seperti nahwu,shorof dan lain sebagainya
b. Menguasai Al-Qur’an dan As-Sunnah
Maksudnya adalah mengetahui Al-Qur’an dengan segala ilmu yang terkait dengannya seperti nasih mansuh,’Am, khosh dan lain sebagainya. Untuk menghindari kesalah pahaman seorang mujtahid di syaratkan memahami ayat-ayat hukum secara baik dan benar.
Pengetahuan tentang al-sunnah dan hal-hal yang terkait dengannya harus di miliki oleh seorang mujtahid. Sebab Al- sunnah merupakan sumber hokum kedua setelah al-Qur’an, sekaligus Al-Sunnah berfungsi sebagai penjelas al-Qur’an.
c. Mengetahui ijmak terhadap persoalan-persoalan hokum. Pemahaman dan penalaran yang benar merupakan modal dasar yang harus di miliki oleh seorang mujtahid agar produk ijtihadnya bisa di pertanggung jawabkan secara ilmiah di kalangan masyarakat. Dalam kaitan ini mujtahid harus mengetahui batasan-batasan, argumentasi, sistematika, dan proses menuju konsklusi hukum agar pendapatnya terhindar dari kesalahan.
d. Menguasai Ushul Fiqih
Penguasaan secara mendalam tantang ushul fiqih merupakan kewajiban setiap mujtahid. Hal ini di sebabkan karena kajian ushul fiqih antara lain memuat bahasan mengenai metode ijtihad yang harus di kuasai oleh siapa saja yang ingin beristimbat hukum. Di samping mengkaji tentang kaidah kebahasaan seperti amar, nahi, ‘am, khos, juga mengkaji tentang metode maqasid al-syar’iah seperti ijma’, qiyas, istikhsan, maslakhah mursalah,’urf dan sebagainya.
e. Memahami Maqashidusy Syariah secara utuh.
Pengetahuan tentang tujuan syari’at islam sangatlah di perlukan bagi seoarang mujtahid, hal ini di sebabkan karena semua keputusan hukum harus selaras dengan tujuan syari’at islam yang secara garis besar adalah untuk memberi rahmat kepada alam semesta, khususnya untuk kemaslahatan umat manusia.
f. Memahami secara baik sebab-sebab perbedaan pandapat (ikhtilaf) di kalangan ahli fiqih dan menguasai patokan dalam menghadapi ta’arudl (kontradiksi) antar dalil. Pengetahuan tentang hal-hal yang telah di sepakati(ijma’) dan hal-hal yang masih di perselisihkan (khilaf) mutlak diperlukan bagi seorang mujtahid. Hal ini di maksudkan agar seorang mujtahid tidak menetapkan hukum dengan ijma’ para ulama sebelumnya, baik sahabat, tabi’in maupun generasi setelah itu. Oleh karena itu sebelum membahas suatu permasalahan, seorang mujtahid harus melihat dulu status persoalan yang akan di bahas,apakah persoalan itu sudah pernah muncul pada zaman dahulu apa belum ?,
2. Syarat sosio-Historis Umat.
Syarat mujtahid adalah Memahami secara baik setting soio-historis umat dan ciri umum budaya bangsa. Tujuannya adalah Agar hukum Islam tetap dinamis dan mampu mengakomodasi kebutuhan dan persoalan masyarakat yang terus berkembang.
3. Mampu mengaplikasikan istinbath hukum yang diperoleh melalui ijtihad ke dalam sistematika dan bahasa fiqih sehingga mampu dialokasikan secara nyata dalam kehidupan.
Dengan melihat syarat-syarat di atas jelaslah bahwa untuk menjadi seorang mujtahid tidaklah mudah. Tidak semua orang bisa mencapai derajat mujtahid. Hal itu karena seorang mujtahid memikul tugas dan tanggung jawab yang berat terhadap umat. Jadi, hasil ijtihadnya bukanlah rekaan, asumsi, ataupun kesimpulan yang tidak mendasar.
Bagi orang yang tidak memiliki persyaratan, lebih baik untuk ittiba’ atau taqlid. Orang yang taklid berarti dia mengikuti ulama yang menjadi imamnya. Sedangkan ittiba’ adalah mengikuti pendapat orang lain dengan mengetahui dalil atau argumennya.
B. TINGKATAN-TINGKATAN MUJTAHID
Mujtahid memiliki tingkatan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Para ulama berbeda-beda dalam menentukan derajat atau tingkatan mujtahid. Imam Al-Ghazali dan Ibnul Hammam membagi mujtahid menjadi dua yaitu:
1. Mujtahid Muthlak Artinya mujtahid yang memenuhi semua kriteria syarat-syarat ijtihad
2. Mujtahid Muntashib Artinya mujtahid yang hanya berijtihad dalam bidang-bidang tertentu saja karena keterbatasan ilmunya.
Sedangkan Ibnul Qayyim menyebutkan ada empat tingkatan mujtahid, yaitu:
1. Mujtahid yang memahami Al-Qur’an, Sunnah, dan Khabar Shahabat. sehingga ia mampu memberikan solusi hukum yang dihadapi oleh masyarakat. Meskipun pendapatnya mengikuti pendapat orang lain namun ia dipandang sebagai mujtahid, bukan muqallid (orang yang bertaqlid).
2. Mujtahid muqayyad yaitu mujtahid yang hanya melakukan ijtihad di lingkungan madzhab imam yang diikutinya.
3. Mujtahid fil madzhab, yaitu mujtahid yang hanya menghubung- kan dirinya dengan madzhab tersebut.
4. sekelompok orang yang menghubungkan dirinya kepada suatu madzhab, mengetahui fatwa-fatwa dalam madzhab tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh As-Suyuthim Ibnu Shalah, dan An Nawawi, yang membagi tingkatan mujtahid menjadi lima, yaitu;
1. Mujtahid Mustaqill yaitu mujtahid yang membangun fikih atas dasar metode dan kaidah yang ditetapkannya sendiri. Keempat imam madzhab termasuk ke dalam kategori ini.
2. Mujtahid Mutlaq ghairu mustaqill yaitu seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat untuk berijtihad tetapi tidak memiliki metode tersendiri dalam melakukan ijtihad namun mengikuti metode imam mereka dalam berijtihad.
3. Mujtahid Muqayyad yaitu mujtahid yang memiliki kualifikasi syarat-syarat ijtihad dan mampu menggali hukum-hukum dari sumber-sumbernya tetapi tidak mau keluar dari dalil-dalil dan metodologi madzhabnya.
4. Mujtahid Tarjih adalah ahli fikih yang berupaya untuk memper- tahankan madzhab imamnya, mengetahui seluk-beluk pandangan imamnya, dan mampu mentarjih pendapat yang kuat dari imamnya dan pendapat-pendapat dari madzhabnya.
5. Mujtahid Fatwa, yaitu ahli fikih yang berupaya menjaga madzhabnya, mengembangkannya, dan mengetahui basis argumentasi madzhabnya serta mampu memberikan fatwa pada kerangka pemikiran yang ditentukan imam madzhabnya
namun tidak mampu beristidlal (menjadi salah satu hukum islam).
C. LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Jelaskan pengertian Mujtahid muqayyad!
2. Sebutkan dan jelaskan 2 tingkatan mujtahid menurut Imam Al- Ghazali dan Ibnul Hammam!
3. Jelaskan pengertian Mujtahid Muthlaq Mustaqill!
4. Sebutkan syarat-syarat mujtahid!
5. Jelaskan mengapa mujtahid harus memahami setting soio-historis umat dan ciri umum budaya bangsa!