A. ANGARAN DASAR NU
Lambang NU
Anggaran Dasar
Nahdlatul Ulama disusun berdasarkan Muqaddimah Qanun Asasi yang ditulis oleh
Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari. Fatwa-fatwa yang terdapat di dalamnya menjadi
acuan untuk merumuskan secara rinci Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama yang
kemudian disepakati dan ditetapkan dalam
muktamar III pada tanggal
23-25 Rabi’uts Tsani 1347 H
bertepatan dengan 28-30 September 1928 di Surabaya.
Penuangan dalam bentuk rumusan secara sistematis
sebagaimana layaknya sebuah Anggaran Dasar
sebuah organisasi itu dipandang
penting untuk memenuhi persyaratan memperoleh pengakuan secara hukum dari
pemerintah Hindia Belanda.
Setelah Muktamat
ketiga perngurus Nahdlatul Ulama mengajukan
permohonan rechtspersoon kepada
Pemerintah Hindia Belanda diwakili oleh tiga orang pengurus
yang dipilih, yaitu KH Said bin Shalih (Wakil Rais), H Hasan Gipo
(Presiden Tanfidziyah), dan Muhammad
Shadiq (Sekretaris). Ketiganya diberi mandat untuk mengajukan surat permohonan
tertanggal 5 September 1929 kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia
(sekaran telah menjadi Jakarta). Jawaban resmi dari Gubernur Hinda Belanda baru
diberikan pada tanggal 6 Februari 1930. Sejak
saat itu Nahdlatul Ulama diakui sebagai
organisasi
Berdasarkan Badan Hukum berdasarkan Besluit Rechtspersoon nomor IX untuk
masa 29 tahun.
Anggaran Dasar
suatu organisasi secara eksplisit memberi gambaran mengenai tujuan yang jelas
dan ikhtiar yang dilakukan oleh organisasi yang bersangkutan. Dari uraian yang
terdapat dalam Muqadimah Qanun Asasi, maka tujuan Nahdlatul Ulama dirumuskan
sebagai upaya mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Rumusan tersebut tertulis dalam
Statuten (Anggaran Dasar) Nahdlatul Ulama pasal 2 yang berbunyi:
Adapun maksud
perkumpulan ini yaitu: memegang teguh pada salah satu dari madzhabnya Imam
Empat, yaitu Imam Muhammad bin Idris AsSyafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu
Hanifah An Nu’man atau Imam Ahmad bin Hanbal dan mengerjakan apa saja yang menjadikan kemashlahatan Agama Islam.
Sedangkan ikhtiar
yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut
tertulis dalam pasal 3 yang berbunyi: “Untuk mencapai maksud perkumpulan
diadakan ikhtiar:
1.
Mengadakan
hubungan di antara ulama-ulama yang bermadzhab tersebut dalam pasal 2.
2.
Memeriksa
kitab-kitab, sebelum dipakai untuk mengajar,
supaya diketahui apakah kitab-kitabnya Ahlussunnah wal Jama’ah ataukah kitab-kitabnya Ahli Bid’ah.
3.
Menyiarkan Agama Islam dengan
berpegang teguh salah satu dari madzhab sebagai tersebut dalam pasal
2 dengan jalan apa saja yang terbaik.
4.
Berikhtiar
memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasar Agama Islam.
5.
memperhatikan
hal-hal yang berhubungan dengan masjid- masjid, langgar-langgar, dan pondok-pondok, begitu juga dengan ikhwalnya
anak-anak yatim dan orang-orang fakir miskin.
6.
Mendirikan
badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan, dan perusahaan yang tiada dilarang
oleh Syara’ Agama Islam.
Dengan
memperhatikan poin-poin di atas, jelaslah
bahwa jati diri NU adalah pembela
ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dengan
mempertahankan ajaran empat madzhab sebagaimana telah tersebut di atas. NU juga
menangkis serangan bahwa dirinya adalah pembela ahli bid’ah dan khurafat. Namun di sisi lain NU juga menyerap
aspirasi kaum modernis seperti
memberikan perhatian terhadap
bidang-bidang sosial kemasyarakatan seperti bidang ekonomi, memperhatikan
nasib fakir miskin, dan memajukan bidang pendidikan.
Jadi, sejak
berdiri NU sudah menyadari bahwa persatuan dan kesatuan ulama pesantren,
dakwah, pendidikan, perhatian terhadap nasib orang-orang lemah, dan
pemberdayaan ekonomi kerakyatan adalah masalah dasar yang tidak dapat
dipisahkan dari upaya pem- berdayaan umat menuju
tatanan kehidupan yang maju, sejahtera, dan berakhlakul karimah. Pilihan kegiatan tersebut menumbuhkan
sikap partisipatif terhadap setiap usaha untuk mewujudkan al-mashlahatul ‘ammah (kemashlahatan umum).
B. SISTEM KEORGANISASIAN NAHDLATUL ULAMA
Nahdlatul Ulama
memiliki pola organisasi yang menjadi ciri khasnya. Pola organiasi ini belum
pernah mengalami perubahan. Namun penambahan dan penyempurnaan selalu dilakukan
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Materi perubahan tersebut diambil
dari evaluasi yang dilakukan setiap kali Muktamar yang diselenggarakan setiap
lima tahun sekali.
Pola organisasi yang
disepakati dalam Nahdlatul Ulama terpusat pada
hubungan kerja, wewenang
dan tanggung jawab antara Syuriyah dan Tanfidziyah mulai dari Pengurus Besar hingga Pengurus Ranting.
Pengurus Syuriyah
dalam berbagai tingkatnya adalah perumus dan pengendali program-program Nahdlatul Ulama.
Sedangkan pengurus Tanfidziyah adalah pelaksana dari seluruh
program. Oleh karena itu, dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama perngurus Syuriyah
merupakan pimpinan tertinggi yang semua petunjuk dan pendapatnya
mengikat seluruh jajaran kepengurusan sampai ke
tingkat yang paling bawah. Dalam terminologi organisasi modern pola semacam
ini disebut
sebagai bentuk organisasi lini. Akan tetapi, dilihat dari tugas dan fungsi
(Tupoksi) ketua Tanfidziyah yang karena jabatannya termasuk anggota pleno
pengurus Syuriyah, maka ketua Tanfidziyah dapat mengambil keputusan. Dengan
demikian NU dapat dikategorikan sebagai organisasi
staf.
Kemudian jika
dilihat dari sisi pembagian tugas ( job
description) sesuai bidangnya, sehingga melahirkan badan otonom yang diberi
wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, maka NU disebut sebagai organisasi fungsional. Dengan demikian
pola organisasi NU merupakan pola gabungan antara bentuk organisasi lini, staf,
dan fungsional.
Kepengurusan NU terdiri atas.
1.
Mustasyar yang
bertugas menyelenggarakan pertemuan setiap kali
dianggap perlu untuk secara kolektif memberikan nasehat kepada pengurus NU menurut tingkatannya, dalam rangka menjaga
kemurnian Khithah Nahdliyah dan ishlahu dzati bain (arbitrase).
2.
Syuriyah
sebagai pimpinan tertinggi yang berfungsi sebagai Pembina, pengendali, pengawas
dan penentu kebijaksanaan NU. Secara rinci tugas pokok Syuriyah adalah:
a.
Menentukan
arah kebijakan NU dalam melakukan usaha dan tindakan untuk mencapai tujuan NU
b.
Memberikan petunjuk, bimbingan, dan pembinaan, memahami, mengamalkan, dan mengembangkan ajaran Islam menurut
paham Ahlussunnah wal Jama’ah, baik
di bidang akidah, syari’ah, maupun akhlak/tasawuf
c.
Mengendalikan,
mengawasi, dan memberi koreksi terhadap semua perangkat NU agar berjalan di
atas ketentuan Jam’iyah dan agama Islam
d.
Membimbing,
mengarahkan dan mengawasi badan otonom, lembaga, dan lajnah yang langsung
berada di bawah Syuriyah.
e.
Jika
keputusan suatu perangkat organisasi NU dinilai bertentangan dengan
ajaran Islam menurut
faham Ahlussunnah wal Jama’ah, maka pengurus Syuriyah yang
berdasarkan ketua
rapat dapat membatalkan keputusan atau langkah perangkat
tersebut.
3.
Tanfidziyah sebagai pelaksana tugas seharihari mempunyai
kewajiban
tugas-tugas sebagai berikut:
a.
Mempimpin
jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh
pengurus Syuriyah
b. Melaksanakan program Jam’iyah Nahdlatul Ulama
c.
Membina
dan mengawasi kegiatan semua perangkat Jam’iyah yang berada di bawahnya
d.
Menyampaikan
laporan secara periodik kepada pengurus Syuriyah tentang pelaksanaan tugasnya.
Sebagai organisasi
yang berskala nasional, struktur organisasi Nahdlatul Ulama diatur berdasarkan
pembagian wilayah sesuai undang-undang yang berlaku. Untuk tingkat pusat
digunakan istilah Pengurus Besar (PBNU) yang berkedudukan di ibu kota negara. Untuk tingkat propinsi digunakan istilah
Pengurus Wilayah (PWNU) yang berkedudukan di Ibu kota propinsi. Ditingkak
kabupaten/kotamadya digunakan istilah Pengurus Cabang (PCNU). Di tingkat
kecamatan digunakan istilah Majelis
Wakil Cabang (MWCNU)
dan ditingkat desa/ kelurahan dipergunakan istilah
Pengurus Ranting (PRNU).
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terdiri atas:
1.
Mustasyar
Pengurus Besar terdiri atas sebanyak-banyaknya sembilan orang
2.
Pengurus
Besar Harian Syuriyah, terdiri: Rais ‘Aam, Wakil
Rais ‘Aam, beberapa Rais, Katib ‘Aam, dan beberapa Katib. Jumlah Rais dan Katib disesuaikan dengan kebutuhan tugas
dan tenaga yang tersedia.
3.
Pengurus
Besar Lengkap Syuriyah, terdiri atas Pengurus Besar harian Syuriyah dan
beberapa A’wan.
4.
Pengurus
Besar Harian Tanfidziyah terdiri
atas Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jendral, beberapa Wakil Sekretaris Jendral,
Bendahara, dan beberapa
Wakil Bendahara. Jumlah Ketua, Wakil
Sekretaris, dan Wakil Bendahara disesuaikan dengan kebutuhan tugas dan tenaga
yang tersedia.
5.
Pengurus Besar
Lengkap Tanfidziyah terdiri atas: Pengurus
Besar Harian Tanfidziyah ditambah
dengan ketuaketua Lembaga dan ketua-ketua Lajnah Pusat.
6.
Pengurus Besar
Pleno, terdiri atas:
Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Besar Lengkap
Tanfidziyah ditambah
Ketua ketua Umum Badan Otonom Tingkat
Pusat.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri atas:
1.
Mustasyar
Pengurus Wilayah, terdiri atas sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang.
2.
Pengurus
Wilayah Harian Syuriyah, terdiri atas: Rais, beberapa wakil Rais, Katib, dan
beberapa Wakil Katib
3.
Pengurus
Wilayah Syuriyah, terdiri atas: Pengurus Wilayah Harian Syuriyah, ditambah
beberapa A’wan.
4.
Pengurus
Wilayah Harian Tanfidziyah terdiri
atas: Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris,
Bendahara, dan beberapa Wakil Bendahara.
5.
Pengurus
Wilayah Lengkap Tanfidziyah terdiri
atas: Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah ditambah
Ketuaketua Lembaga dan Ketua-ketua dan Ketua-ketua Lajnah tingkat wilayah.
6.
Pengurus
Wilayah Pleno, terdiri atas: Mustasyar Wilayah, Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah, Pengurus Wilayah lengkap Tanfidziyah,
dan Ketuaketua Badan Otonom tingkat Wilayah.
Pengurus Cabang terdiri atas:
1.
Mustasyar
Pengurus Cabang, terdiri atas sebanyak-banyaknya 5 orang.
2.
Pengurus
Cabang Harian Syuriyah, terdiri atas: Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan
beberapa Wakil Katib.
3.
Pengurus
Cabang Lengkap Syuriyah, terdiri atas: Pengurus Cabang Harian Syuriyah ditambah
dengan beberapa A’wan.
4.
Pengurus
Cabang Harian Tanfidziyah, terdiri
atas: Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris,
Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
5.
Pengurus
Cabang Lengkap Tanfidziyah, terdiri
atas: Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah ditambah
Ketuaketua Lembaga dan Ketua-ketua Lajnah Tingkat Cabang.
6.
Pengurus
Cabang Pleno, terdiri atas: Mustasyar Cabang, Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah,
Pengurus Cabang Tanfidziyah, dan
Ketuaketua Badan Otonom Tingkat Cabang.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama
terdiri atas:
1.
Mustasyar
Wakil Cabang, terdiri sebanyak-banyaknya tiga orang
2.
Pengurus
Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah terdiri atas: Rais, beberapa Wakil Rais,
Katib, dan beberapa Wakil Katib.
3.
Pengurus
Majelis Wakil Cabang Lengkap Syuriah terdiri atas: Pengurus Majelis Wakil
Cabang Harian Syuriyah ditambah beberapa A’wan.
4.
Pengurus
Majelis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah terdiri atas: Ketua, beberapa Wakil Ketua,
Sekretaris, beberapa Wakil sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.
5.
Pengurus
Majelis Wakil Cabang Lengkap Tanfidziyah terdiri
atas: Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah,
serta ketua-ketua lembaga dan lajnah yang diangkatnya.
6.
Pengurus
Majelis Wakil Cabang Pleno terdiri atas: Mustasyar, Pengurus Majelis Wakil
Cabang Lengkap Tanfidziyah serta
Ketua-ketua Badan Otonom dan Lembaga yang diangkatnya.
Sedangkan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a.
Pengurus
Ranting Harian Syuriyah terdiri atas: Rais, beberapa Wakil Rais, Katib, dan
beberapa Wakil Katib.
b.
Pengurus
Ranting Lengkap Syuriyah terdiri atas: Pengurus Ranting Harian Syuriyah dan A’wan.
c.
Pengurus Ranting
Harian Tanfidziyah terdiri atas: Ketua,
beberapa wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara
d.
Pengurus
Ranting Lengkap Tanfidziyah terdiri
atas: Pengurus Harian Tanfidziyah ditambah
beberapa pembantu dan ketua lembaga-lembaga di
tingkatannya.
e.
Pengurus Ranting
Pleno terdiri atas: Pengurus Ranting
lengkap Syuriyah, Pengurus Ranting Lengkap Tanfidziyah, dan KEtua ketua Lembaga dan Ketua-ketua Badan Otonom.
C. PERANGKAT ORGANISASI DAN SISTEM PERMUSYAWARATANNYA
1. Perangkat
Organisasi NU.
Untuk melaksanakan tugas, selain pengurus
inti telah dibentuk pula perangkat organisasi yang
meliputi: Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan organisasi yang me-
rupakan bagian dari kesatuan organisatoris Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Lembaga adalah perangkat
departemenisasi organisasi Nahdlatul
Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijaksanaan NU, khususnya yang berkaitan dengan bidang tertentu.
Sedangkan Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul
Ulama untuk melaksanakan program
NU yang memerlukan penanganan khusus.
Lembaga dapat
dibentuk di semua tingkatan kepengurusan NU sesuai kebutuhan penanganan program
dan ditetapkan oleh
permusya- waratan tertinggi. Di tingkat Pengurus Besar, lembaga-lembaga yang ditetapkan oleh Muktamar NU adalah
sebagai berikut:
No
|
Nama Lembaga
|
Fungsi
|
1
|
Lembaga Dakwan Nadlatul Ulama (LDNU)
|
melaksanakan kebijakan
NU di bidang Penyiaran Agama Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.
|
2
|
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU)
|
melaksanakan kebijakan
NU di bidang pendidikan dan pengajaran baik formal maupun non formal selain
pondok pesantren.
|
3
|
Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama (LS
Mabarrot NU)
|
melaksankana kebijaksanaan NU di bidang sosial
dan kesehatan.
|
4
|
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
|
melaksanakan kebijakan NU di bidang
pengembangan ekonomi warga NU.
|
5
|
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama
(LP2NU)
|
melaksanakan kebijakan
NU di bidang pengermabangan pertanian dalam
arti luas, termasuk eksploitasi kelautan.
|
6
|
Rabithah Ma’ahid Al- Islamiyah (RMI)
|
melaksanakan kebijakan NU di bidang
pengembangan pondok pesantren.
|
7
|
Lembaga Kemashlahatan keluarga Nahdlatul Ulama
(LKKNU)
|
melaksanakan kebijakan
NU di bidang kemashlahatan keluarga, kependudukan, dan lingkungan hidup.
|
8
|
Haiah Ta’miril Masajid Indonesia (HTMI)
|
melaksanakan kebijakan NU di bidang
pengembangan kemakmuran masjid.
|
9
|
Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia
(Lakpesdam)
|
melaksanakan kebijakan
NU di bidang pengkajian dan pengembangan sumberdaya manusia.
|
10
|
Lembaga Seni Budaya Nahdlatul Ulama (LSBNU)
|
melaksanakan kebijakan
NU di bidang pengembangan seni dan budaya, termasuk seni hadrah.
|
11
|
Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja (LPTK)
|
melaksanakan kebijakan NU di bidang
pengembangan ketenagakerjaan.
|
12
|
Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH NU)
|
melaksanakan penyuluhan dan
memberikan bantuan hukum.
|
13
|
Lembaga Pencak Silat (LPS Pagar Nusa)
|
melaksanakan kebijakan
NU di bidang pengembangan seni bela diri pencak silat.
|
14
|
Jam’iyah Qura wal Hufazh (JQH)
|
melaksanakan kebijakan
NU di bidang pengembangan tilawah, metode pengajaran dan hafalan Al-Qur’an.
|
15
|
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sodaqoh ( LAZIZ)
|
|
16
|
Lembaga Wakaf ( LWNU)
|
|
17
|
Lajnah Tsaqitah
|
|
18
|
Lajnah Ta’lif wa nasr (LTN)
|
|
Lajnah dapat dibentuk di tingkat Pengurus
Besar, Wilayah, Cabang, dan Majelis
Wakil Cabang dan ditetapkan oleh
perusyawaratan tertinggi
pada masing-masing tingkat kepengurusan. Lajnah yang dibentuk di tingkat
Pengurus Besar pada Muktamar ketigapuluh adalah:
No
|
Nama Lajnah
|
Fungsi
|
1
|
Lajnah Falakiyah
|
mengurusi masalah hisab dan ru>yah.
|
2
|
Lajnah Ta’lif wan Nasyr
|
bidang penerjemahan,
penyusunan, dan penyebaran kitab-kitab menurut faham Ahlussunnah wal
Jama>ah.
|
3
|
Lajnah Auqaf Nahdlatul Ulama
|
menghimpun, mengurus,
dan mengelola tanah serta bangunan yang diwakafkan kepada NU.
|
4
|
Lajnah Zakat, Infak, dan Shadaqah
|
menghimpun, mentasarufkan zakat, infaq, dan
shadaqah.
|
5
|
Lajnah Bahtsul Masail
|
menghimpun, membahas, dan memecahkan
masalah-masalah maudlu>iyyah dan waqiiyyah yang harus segera mendapatkan
kepastian hukum.
|
Badan Otonom
berhak mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan Peraturan Dasar dan
Peraturan Rumah Tangga masing- masing. Namun sebagai bagian interal dari NU,
maka keberadaan Badan Otonom harus sesuai dengan NU, baik akidah, asas, maupun
tujuannya. Jika terdapat penyimpangan atau ada hal-hal yang bertentangan dengan
garis kebijakan NU, maka pengurus NU dapat mengadakan perubahan-perubahan.
Badan Otonom dapat dibentuk di masing-masing tingkat kepengurusan. Adapun Badan
Otonom yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
No
|
Nama Badan Otonom
|
Fungsi
|
1
|
Jami’iyyah Ahli Thariqat
Al- Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN)
|
menghimpun pengikut aliran tarekat yang
Mu’tabar di lingkungan NU.
|
2
|
Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)
|
menghimpun anggota perempuan NU.
|
3
|
Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU)
|
menghimpun anggota perempuan muda NU.
|
4
|
Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
|
menghimpun anggota pemuda NU.
|
5
|
Ikatan Putra Nahdlatul Ulama (IPNU)
|
menghimpun pelajar laki-laki dan santri
laki-laki
|
6
|
Ikatan Putri-putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
|
menghimpun pelajar perempuan dan santri
perempuan
|
7
|
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
|
Menggerakkan mahasiswa NU yang ada di
Kampus/Universitas.
|
8
|
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
|
menghimpun para sarjana dan kaum intelektual di
kalangan NU.
|
9
|
Persatuan Guru NU (PERGUNU)
|
Menghimpun para Guru di kalangan NU
|
D. SISTEM PERMUSYAWARATAN DALAM NU
Meskipun dalam
Nahdlatul Ulama lambaga Syuriyah adalah lembaga tertinggi dalam kepengurusan,
namun di atas lembaga tersebut masih terdapat sistem permusyawaratan sebagai
forum pengambil keputusan. Ada tiga permusyawaratan di lingkungan
NU, meliputi: Permusyawaratan Tingkat
Nasional, Permusyawaratan Tingkat Daerah, dan Permusyawaratan bagi perangkat
organisasi Nahdlatul Ulama.
Permusyawaratan Tingkat
Nasional meliputi: Muktamar, Konferensi Besar, Muktamar Luar Biasa, dan Musyawarah nasional Alim Ulama.
Sedangkan permusyawaratan Tingkat Daerah meliputi Konferensi Wilayah,
Musyawarah Kerja Wilayah, Konferensi Cabang, Musyawarah Kerja Cabang,
Konferensi Majelis Wakil Cabang, Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang, dan
Rapat Anggota.
Uraian lengkapnya
mengenai berbagai jenis permusyawaratan di dalam organisasi Nahdlatul Ulama
adalah sebagai berikut.
1.
Muktamar
adalah instansi permusyawaratan tertinggi dalam Nahdlatul Ulaa, diselenggarakan
oleh Pengurus Besar NU, sekali dalam 5 (lima) tahun. Muktamar dipimpin oleh
Pengurus Besar NU dan dihadiri oleh: Pengurus Besar,
Pengurus Wilayah, dan Pengurus Cabang. Muktamar membicarakan dan
memutuskan masail diniyah, pertanggungjawaban kebijaksanaan Pengurus Besar, Program Dasar NU untuk jangka waktu lima tahun,
masalah- masalah yang bertalian dengan agama, umat, dan mashlahatul
‘ammah, menetapkan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta memilih Pemimpin Besar.
2.
Konferensi
Besar merupakan instansi permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar, diadakan
oleh Pengurus Besar dan dihadiri
oleh anggota Pengurus Besar
dan Utusan Pengurus
Wilayah. Konferensi Besar
dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang- kurangnya separoh dari
jumlah Wilayah yang sah. Agenda utama dalam konferensi besar adalah
membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar,
mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat,
membahas masalah-masalah kegamaan dan kemasyarakatan. Meskipun demikian,
Konferensi Besar tidak dapat merubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Muktamar dan tidak
memilih Pengurus Baru.
Konferensi Besar dinyatakan sah apabila
dihadiri oleh lebih dari separoh
jumlah peserta Konferensi Besar dan dalam pengambilan keputusan setiap peserta
mempunyai 1 (satu) suara.
3.
Muktamar
Luar Biasa dapat diselenggarakan dengan ketentuan: 1) diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah kepen-
tingan umum secara nasional atau
mengenai keberadaan jam’iyyah Nahdlatul Ulama, 2)
penyelesaian masalah-masalah dimaksud tidak diselesaikan dalam permusyawaratan lain, dan 3) permintaan
Pengurus Besar lengkap Syuriyah atau atas rekomendasi Musyawarah Nasional Alim-ulama.
4.
Musyawaran Nasional
Alim-ulama adalah Musyawarah Alim-ulama yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Syuriyah,
sekurang- kurangnya satu kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan untuk
membiacarakan masalah keagamaan. Musyawarah tersebut dapat mengundang
tokoh-tokoh alim-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah
dari dalam maupun dari luar pengurus Nahdlatul Ulama, terutama ulama pengasuh pondok pesantren,
dan dapat pula mengundang tenaga ahli yang diperlukan. Sebagaimana Konferensi Besar,
Munas Alim-ulama tidak dapat merubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan
Muktamar, dan tidak mengadakan
pemilihan pengurus.
5.
Konferensi
Wilayah adalah instansi permusyawaratan tetinggi untuk tingkat wilayah,
dihadiri oleh Pengurus Wilayah dan utusan Pengurus Cabang yang ada di daerahnya,
terdiri dari Syuriyah dan Tanfidziyah. Konferensi Wilayah diadakan 5
(lima) tahun sekali atas undangan Pengurus Wilayah atau atas permintaan
sekurang- kurangnya separoh jumlah cabang yang ada di daerahnya. Konferensi Wilayah
membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Wilayah, dan membahas
masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya terutama yang terjadi
di daerah wilayah yang bersangkutan. Konferensi Wilayah adalah
sah apabila dihadiri lebih dari separoh
jumlah Cabang di daerahnya dan dalam
pengambilan keputusan perngurus Wilayah sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap Cabang yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.
6.
Musyawarah
Kerja Wilayah dapat diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah sewaktu-waktu
dianggap perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun. Agenda yang
dibicarakan dalam Musyawarah Kerja Wilayah adalah: membicarakan pelaksanaan
keputusan-keputusan Konferensi Wilayah,
mengkaji perkembangan
organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan
kemasyarakatan. Dalam Musyawarah Kerja Wilayah tidak diadakan pemilihan pengurus.
7.
Konferensi
Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Cabang, dihadiri
oleh utusan-utusan Syuriyah dan Tanfidziyah
Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya. Konferensi ini diadakan
atas undangan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya 1/2
(separoh) dari jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya. Konferensi
Cabang diadakan sekali
dalam 5 (lima) tahun untuk membicarakan
pertanggungjawaban Pengurus Cabang, menyusun rencana kerja, memilih Pengurus
Cabang dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya,
terutama yang terjadi di daerah Cabang yang bersangkutan. Konferensi Cabang
adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) jumlah Majelis Wakil
Cabang dan Ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, Pengurus
Cabang sebagai satu kesatuan dan setiap Majelis
Wakil Cabang dan Ranting yang
hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.
8.
Rapat
Kerja Cabang diadakan oleh Cabang sewaktu-waktu dianggap perlu dan
sekurang-kurangnya dua tahun sekali untuk membicarakan perlaksanaan hasil
keputusan Konferensi Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di
tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam Rapat Kerja Cabang tidak diadakan acara
pemilihan pengurus.
9.
Konferensi Majelis
Wakil Cabang adalah
isntansi permusyawaratan
tertinggi pada tingkat Majelis Wakil
Cabang yang dihadiri
oleh
utusanutusan Syuriyah dan Tanfidziyah Ranting di daerahnya.
Konferensi ini diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun atas undangan pengurus Majelis Wakil Cabang atau atas permintaan
sekurang- kurangnya setengah dari jumlah Ranting di daerahnya. Yang menjadi agenda dalam konferensi ini
adalah: membiacarakan pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang,
menyusun rencana kerja, dan membahas
masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya, terutama
yang terjadi di daerahnya. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah sah apabila
dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) dari jumlah Ranting di daereahnya.
Dalam setiap pengambilan keputusan, Pengurus Majelis Wakil Cabang sebagai satu
kesatuan dan tiap-tiap ranting yang hadir masing-masing mempunyai 1 (satu)
suara. Selain itu, Pengurus MWC sewaktu-waktu dianggap perlu dan sekurang-
kurangnya sekali dalam dua setengah tahun dapat mengadakan Rapat Kerja untuk
membicarakan pelaksanaan hasil konferensi Mejelis Wakil Cabang, mengkaji
perkembangan organisasi dan peranannya di masyarakat, membahas masalah keagamaan
dan kemasyarakatan. Dalam rapat kerja, tidak diadakan acara
pemilihan pengurus.
10.
Rapat
Anggota adalah isntansi permusyawaratan tetinggi pada tingkat Ranting yang
diselenggarakan tiap 5 (lima) tahun sekali, dihadiri oleh anggota-anggota Nahdlatul Ulama di daerah
Ranting, atas undangan Pengurus Ranting atau atas permintaan sekurang-
kurangnya separoh dari jumlah anggota Nahdlatul Ulama di Ranting yang
bersangkutan. Rapat anggota
membicarakan laporan
pertanggungjawaban Pengurus Ranting, menyusun rencana kerja, memilih Pengurus
Ranting, dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutaa yang
terjadi di daerah Ranting. Rapat anggota adalah sah apabila dihadiri lebih dari
separoh anggota Nahdlatul Ulama di Ranting tersebut. Setiap anggota memiliki 1
(satu) suara. Selain itu, Pengurus Ranting sewaktu-waktu dianggap perlu dan
sekurang-kurangnya sekali
dalam dua setengah tahun dapat menyelenggarakan forum
musyawarah yang tidak dilakukan untuk memilih pengurus.
Sedangkan
permusyawaratan untuk Lembaga dan Badan Otonom diatur dalam ketentuan intern.
Lembaga Badan Otonom yang bersangkutan dapat memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
1.
Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom diselenggarakan segera sesudah Muktamar Nahdlatul Ulama berlangsung dan selambat- lambatnya 1 (Satu) tahun setelah
Muktamar berakhir.
2.
Permusyawaratan
Tertinggi Badan Otonom merujuk
kepada Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, dan program-program Nahdlatul Ulama.
3.
Segala
hasil permusyawaratan dan kebijakan Lembaga, Lajnah atau Badan Otonom
dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku jika bertentangan dengan keputusan Muktamar, Musyawarah Alim- ulama dan konferensi Besar.
E. KEANGGOTAAN DALAM NAHDLATUL ULAMA
Keanggotaan
Nahdlatul Ulama terbuka bagi setiap warga Negara Republik
Indonesia yang beragama Islam dan sudah akil baligh serta menyatakan keinginannya untuk menjadi
anggota NU dan sanggup mentaati
Anggaran Dasar NU. Setiap anggota
wajib mendukung usaha- usaha yang dijalankan oleh NU dan berhak mendapatkan manfaatnya. Keanggotaan NU dibedakan menjadi
tiga, yaitu anggota
biasa,
anggota luar biasa dan anggota kehormatan.
Anggota biasa
(selanjutnya disebut anggota) adalah setiap warga Negara Indoensia yang
beragama Islam, menganut salah satu dari empat madzhab, sudah aqil baligh,
menyetujui aqidah, asas, tujuan, dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama.
Anggota luar biasa
adalah setiap orang yang beragama Islam, sudah akil baligh, menyetujui aqidah,
asas, tujuan, dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama namun yang bersangkutan
berdomisili secara bertahap di wilayah Negara Republik Indonesia.
Anggota kehormatan adalah setiap
orang yang bukan anggota biasa dan bukan anggota luar biasa yang dianggap
berjasa kepada NU dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Besar.
Anggota biasa pada
dasarnya diterima melalui Ranting di tempat tinggalnya. Namun dalam keadaan
khusus, pengelolaan administrasi anggota yang tidak diterima melalui Ranting
diserahkan kepada Pengurus Ranting di tempat tinggalnya atau Ranting terdekat
bila di tempat tinggalnya belum ada Ranting.
Sedangkan anggota luar
biasa bisa diterima melalui Cabang dengan persetujuan Pengurus Besar.
Tata cara
penerimaan anggota bisa maupun luar biasa menganut cara aktif dan diatur dengan
cara:
a.
Mengajukan
permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju pada aqidah, asas, tujuan,
dan usaha-usaha NU secara tertulis atau lisan dan membayar uang pangkal sebesar
Rp 500,00 (lima ratus rupiah)
b.
Jika
permintaan ini diluluskan, maka yang bersangkutan menjadi calong anggota selama
6 (enam) bulan dengan hak menghadiri kegiatan-kegiatan NU yang dilaksanakan
secara terbuka.
c.
Apabila
selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukkan hal-hal yang
positif, maka ia diterima menjadi anggota penuh dan kepadanya diberikan kartu anggota
d.
Permintaan
menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat alasan yang kuat, baik syar’i
maupun organisatoris
Anggota kehormatan
dapat diusulkan oleh Pengurus Cabang atau
Wilayah dengan mempertimbangkakn kesediaan yang bersangkutan. Setelah
memperoleh persetujuan Pengurus Besar NU, kepadanya diberikan surat pengesahan.
Setiap anggota
Nahdlatul Ulama mempunyai kewajiban dan hak yang telah diatur oleh organisasi.
Kewajiban anggota NU adalah:
a. Setia, tunduk, dan taat kepada Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
b.
Bersungguh-sungguh
mendukung dan membantu segala langkah NU, serta bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah diamanatkan kepadanya.
c.
Membayar
i’anah syahriyah (iuran wajib) atau i’anah sanawiyah (iuran tahunan) yang
jumlahnya ditetapkan oleh Pengurus Besar NU.
d.
Memupuk dan memelihara ukhuwah
Islamiyah serta persatuan nasional.
Mengenai hak anggota, dibedakan
antara anggota biasa, luar biasa, dan anggota kehormatan.
Anggota
biasa berhak:
a.
Menghadiri Rapat Anggota Ranting,
mengemukakan pendapat dan
memberikan suara.
b.
Memilih
dan dipilih menjadi pengurus atau jabatan lain yang ditetapkan baginya.
c.
Menghadiri
ceramah, kursus, latihan, pengajian, dan lain-lain majelis yang diadakan oleh NU.
d.
Memberikan
peringatan dan koreksi kepada pengurus dengan
cara dan tujuan yang baik.
e.
Mendapatkan
pembelaan dan pelayanan
f.
Mengadakan
pembelaan atas keputusan NU terhadap dirinya
g. Mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan NU.
Anggota luar biasa berhak:
a.
Menghadiri
ceramah, kursus, latihan, pengajian dan lain-lain majelis yang diadakan oleh NU.
b.
Memberikan
peringatan dan koreksi kepada Pengurus dengan cara dan tujuan yang baik
c.
Mendapatkan
pelayanan informasi tentang program kegiatan NU
d.
Mengadakan
pembelaan atas keputusan NU terhadap dirinya
Anggota kehormatan
berhak menghadiri kegiatan-kegiatan NU atas undangan pengurus dan dapat memberikan
saran-saran/ pendapatnya, namun tidak memiliki hak suara maupun hak memilih dan
dipilih.
Untuk menjaga
citra dan nama baik NU, setiap anggota biasa dan luar biasa tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota
organisasi social kemasyarakatan lain yang mempunyai aqidah, asas, dan
tujuan yang bertentangan dengan aqidah, asas, dan atau tujuan NU yang dapat
merugikan NU.
Seseorang
dinyatakan berhenti dari keanggotaan NU karena permintaannya sendiri, dipecat,
atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan NU. Anggota yang berhenti karena
permintaan sendiri dapat mengajukan permohonan pengunduran dirinya kepada
Pengurus Ranting secara tertulis atau jika dinyatakan secara lisan perlu disaksikan oleh sedikitnya 2 (dua)
orang anggota Pengurus.
Adapun hal-hal yang
menyebabkan seseorang dipecat dari keanggotaan NU adalah; dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan
dan menodai nama NU, baik ditinjau
dari segi syar’i,
kemashlahatan umum, maupun
organisasi, dengan prosedur sebagai berikut:
a.
Pada dasarnya pemecatan
dilakukan berdasarkan keputusan rapat pengurus Cabang Pleno setelah menerima
usul dari Pengurus Ranting berdasarkan Rapat Pengurus Ranting Pleno.
b.
Sebelum dipecat, anggota yang bersangkutan diberi peringatan
oleh pengurus Ranting
c.
Jika setelah
15 (lima belas)
hari peringatan itu tidak diperhatikan, maka Pengurus Cabang dapat
memberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.
d.
Anggota
yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri dalam Konperensi
Cabang atau naik banding ke Pengurus Wilayah.
e.
Surat
pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh Pengurus Cabang
bersangkutan atas Keputusan Rapat Pengurus Cabang Pleno. Surat keputusan
kemudian diserahkan kepada anggota yang dipecat.
f.
Jika selama
pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak rujuk ilal haq maka keanggotaannya
gugur dengan sendirinya.
g.
Pengurus
Besar mempunyai wewenang memecat seorang anggota secara langsung. Surat
keputusan pemecatan itu dikirimkan kepada Cabang dan anggota yang bersangkutan.
h.
Pemecatan
kepada seorang anggota yang dilakukan langsung oleh Pengurus Besar merupakan
hasil Rapat Pengurus Besar Pleno.
i.
Anggota yang dipecat oleh Pengurus Besar dapat membela
diri dalam Konferensi Besar atau Muktamar.
Pertimbangan dan
prosedur pemecatan anggota seperti terurai di atas juga berlaku terhadap
anggota luar biasa
dan anggota kehormatan dengan sebutan pencabutan
keanggotaan.
F. LATIHAN
Jawablah
pertanyaan-pertanyaan Berikut!
1.
Bagaimanakah
prinsip-prinsip keagaaan dan pemikiran NU?
2.
Jelaskanlah
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga
(ART) NU!
3.
Apa yang kau
ketahui tentang Syuriyah dan Tanfidziyah?
4.
Gambarkan
secara singkat struktur organisasi NU!
5.
Apa
yang kau ketahui tentang anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan? Jelaskan!
6.
Sebutkan
beberapa Badan Otonom yang dimiliki NU!
7.
Apa
syarat-syarat menjadi anggota NU?
8.
Sebutkan hak
dan kewajiban anggota NU!
9.
Bilakah
keanggotaan NU bisa dicabut? Bagaimana prosedur pen- cabutannya.
10. Apa yang kau ketahui tentang ‘hak membela diri.’