AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH


A.      PENGERTIAN AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH
Ahlussunnah Waljama’ah sering disingkat dengan Aswaja atau disebut juga dengan Sunni. Istilah ini populer di Indonesia. Akan tetapi, masih banyak orang yang tidak tahu, apa sebenarnya Ahlussunnah Waljama’ah itu.
Setidaknya ada dua pemahaman tentang Ahlussunnah Waljama’ah, yaitu:
1.                 Ahlussunnah Waljama’ah dilihat dari kacamata sejarah Islam. Istilah ini merujuk pada munculnya wacana tandingan (counter discourse) terhadap membiaknya paham Muktazilah di dunia Islam, terutama pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah.
2.                 Ahlussunnah Waljama’ah populer di kalangan umat Islam jika dikaitkan dengan sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah:


Artinya: “Umat Yahudi telah terpecah menjadi tujuh  puluh satu golongan. Tujupuluh golongan masuk neraka dan satu golongan yang masuk surga. Umat Nasrani telah terpecah menjadi tujupuluh dua golongan. Tujupuluh satu golongan

masuk neraka dan satu golongan masuk surga. Demi Dzat yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh umatku akan terpecah menjadi tujupuluh tiga golongan. Satu golongan masuk surga dan tujupuluh dua masuk neraka. Lalu ditanyakan,
«Siapakah mereka (yang masuk surga itu) wahai Rasulullah. Beliau menjawab, “Jama’ah.” (HR Abu Dawud & Ibnu Majah)

Dalam hadits lain disebutkan:


Artinya: ”Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujupuluh satu golongan. Orang-orang nasrani terpecah menjadi tujupuluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi tujupuluh tiga golongan. Semua masuk neraka kecuali satu. Siapakah yang selamat, Rasulullah? Ahlussunnah Waljama’ahj. Siapakah ahlussunnah Waljama’ah itu? Mereka adalah yang berpegang padaku dan para sahabatku

Lalu siapakah yang dimaksud dengan Jama’ah sebagai golongan yang oleh Nabi saw dinyatakan selamat, tidak masuk neraka? Menurut pandangan Syihab Al-Khafaji dalam Kitab Nasamur Riyadl bahwa satu golongan yang dinyatakan selamat dan beliau sebut <Jama’ah’ itu adalah Ahlussunnah Waljama’ah. Lalu siapakah Ahlussunnah Waljama’ah itu? Menurut Al-Hasyiyah Asy-Syanwani Ahlussunnah



Waljama’ah adalah pengikut Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan pengikut imam empat madzhab (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali).


Menurut pandangan Syihab Al- Khafaji dalam Kitab Nasamur Riyadl bahwa satu golongan yang dinyatakan selamat dan oleh Nabi  Muhammad   SAW di sebut ‘Jama’ah’ itu adalah

Ahlussunnah Waljama’ah.


B.                                                     SEJARAH TERBENTUKNYA FIRQAH-FIRQAH DALAM ISLAM
Sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, sebagian sahabat membaiat Ali menjadi Khalifah. Hal ini dikarenakan Ali adalah salah satu dari enam calon yang ditunjuk oleh Khalifah Umar sebelum wafat dan memperoleh suara yang sama dengan Utsman. Sayangnya, orang- orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman juga ikut berbaiat terhadap kekhalifahan Ali. Hal ini menimbulkan fitnah di kalangan sebagian sahabat. Apalagi sebagian sahabat menghendaki para pelaku pembunuhan Khalifah Utsman diadili dahulu sebelum pembaiatan khalifah yang baru.
Legitimasi kekhalifahan Ali tidak mencapai seratus persen dari umat Islam saat itu. Hal ini digunakan oleh orang-orang yang tidak menginginkan persatuan umat Islam untuk memecah belah umat


hingga terjadi Perang Jamal (perang unta). Parang Jamal adalah perang antara Sayyidina Ali karramallahu wajhah dengan Sayyidatina Aisyah ummul mukminin radliyallahu ‘anha. Disebut dengan perang Jamal karena Aisyah mengendarai Unta.
Selain perang Jamal, ada pula Perang Siffin. Perang Siffin adalah perang antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Mu’awiyyah. Dalam Perang Siffin tersebut pasukan Ali hampir memenangkan peperangan. Akan tetapi, atas ide Amr bin Ash, pasukan Mu’awiyah kemudian mengajak melakukan tahkim (damai) dengan mengangkat mushaf. Atas desakan para qurra’, Khalifah Ali menyetujui tahkim tersebut. Lalu dilakukanlah pembicaraan oleh kedua pihak. Pihak Mu’awiyah diwakili oleh Amr bin Ash sedangkan pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari.
Hasil dari pembicaraan dari kedua kubu tersebut adalah peletakan jabatan dari masing-masing pihak, baik Ali maupun Mu’awiyah. Keduanya pun sepakat untuk mengumumkan hasil pembicaraan tersebut kepada publik. Amr bin Ash mempersilakan Abu Musa Al- Asy’ari untuk berbicara terlebih dahulu dengan alasan Abu Musa Al- Asy’ari lebih tua darinya. Sebagai seorang yang bertakwa dan konsisten terhadap perjanjian, Abu Musa mengumumkan peletakan kedudukan Khalifah yang dipegang oleh Ali. Ketika Amr bin Ash mendapat giliran untuk mengumumkan hasil pembicaraan, ternyata ia mengatakan yang berbeda dari kesepakatan. Karena Ali meletakkan jabatan, maka Muawiyahlah yang naik jabatan. Tentu hal ini sangat merugikan pihak Ali. Ali pun enggan melepaskan kedudukannya hingga terbunuh.
Tahkim Shiffin ini menimbulkan kekecewaan besar di pihak Ali. Bahkan sebagian pengikut Ali keluar dari barisan Ali.  Merekalah  yang disebut Khawarij. Menurut Khawarij, baik Muawiyah maupun  Ali keduanya bersalah. Muawiyah dianggap merampas kedudukan Khalifah yang dimiliki Ali sedangkan Ali bersalah karena menyetujui tahkim padahal dia di pihak yang benar. Golongan yang kedua adalah golongan Syi’ah. Golongan syi’ah adalah golongan pendukung Ali.



Dan golongan yang ketiga adalah golongan Jumhur. Dari sinilah Islam pecah menjadi banyak sekte.


Sebagian  pengikut  Ali  bin Abi Thalib keluar dari barisan Ali. Merekalah yang disebut Khawarij. Golongan yang

kedua adalah golongan Syi’ah.

Golongan syi’ah adalah golongan pendukung Ali. Dan golongan yang ketiga adalah golongan Jumhur. Dari sinilah Islam pecah menjadi banyak sekte.


C.      ASAL-USUL AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH
Berbagai macam aliran pemikiran muncul di kalangan umat Islam. Syi’ah (aliran ini juga terpecah menjadi banyak seperti Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Imamiyah, Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, dan sebagainya), Khawarij, Muktazilah, Murji’ah, dan sebagainya.
Pada akhir abad III H bertepatan dengan masa berkuasanya Al- Mutawakkil, muncul dua orang tokoh yang menonjol waktu itu, yaitu Abu Hasan Al-Asy’ari (260 H - + 330H) di Bashrah dan Abu Manshur Al-Maturidi di Samarkand. Meskipun pada taraf tertentu pemikiran

kedua tokoh ini sedikit ditemukan perbedaan, namun mereka secara bersama-sama bersatu dalam membendung kuatnya gerakan hegemoni Muktazilah yang dilancarkan para tokoh Muktazilah dan pengikutnya. Dari kedua pemikir ini selanjutnya lahir kecenderungan baru yang mewarnai pemikiran umat Islam waktu itu. Bahkan, hal itu menjadi mainstream (arus utama) pemikiran-pemikiran di dunia Islam yang kemudian mengkristal menjadi sebuah gelombang pemikiran keagamaan sering dinisbatkan pada sebutan Ahlussunnah Waljama’ah yang kemudian populer dengan sebutan Aswaja. Hal ini bukan berarti Ahlussunnah Waljama’ah baru ada sesudah Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi. Pada hakikatnya Ahlussunnah Waljama’ah sudah ada sebelumnya. Terbukti golongan ini dalam hal fikih berkiblat kepada salah satu dari keempat imam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali).


Pada hakikatnya Ahlussunnah Waljama’ah sudah ada sebelum masa Abu Hasan Al-Asy’ari

dan Abu Manshur Al-Maturidi.

Terbukti golongan ini  dalam hal fikih  berkiblat  kepada salah satu dari keempat imam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali).

D.     PRINSIP-PRINSIP AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH
Ahlussunnah Waljama’ah memiliki empat prinsip, yaitu tawasuth (pertengahan/jalan tengah), i’tidal (tegak), tawazun (seimbang). dan Tasamuh (Toleran) Tawasuth berarti pertengahan, diambil dari firman Allah:


ويَكون

Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS Al-Baqarah: 143)
I’tidal artinya tegak lurus, tidak condong ke kanan-kanan atau ke kiri-kirian, diambil dari kata al-’adlu, yang berarti adil atau I’dilu yang berarti berbuat adillah yang terdapat dalam firman Allah:


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al- Maidah: 8)
Tawazun artinya keseimbangan, tidak berat sebelah, dan tidak kelebihan satu unsur atau kekurangan satu unsur dan kehilangan unsur yang lain. Kata tawazun diambil dari kata al-waznu atau al-mizan yang artinya alat penimbang, diambil dari ayat:


Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al-Hadid: 25)
Tasamuh artinya Toleran atau mau memahami perbedaan.
10
 
Tawasuth, i’tidal, tawazun dan Tasamuhdi atas bukanlah serba kompromistis dengan mencampuradukkan semua unsur (sinkretisme). Juga bukan mengucilkan diri dan menolak pertemuan dengan unsur apa-apa. Karakter tawasuth dalam Islam adalah karena memang sudah semula Allah meletakkan dalam Islam segala kebaikan, dan segala kebaikan itu pasti ada di antara dua ujung tatharuf, sifat mengujung, ekstrimisme.




E.       AJARAN AKIDAH AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH
Akidah Ahlussunnah Waljama’ah adalah akidah yang moderat. Tidak terlalu ekstrim ke kanan seperti Jabbariyah tidak terlalu ekstrim ke kiri (Qadariyah). Ahlussunnah mengakui bahwa perbuatan manusia itu diciptakan oleh Tuhan, tetapi manusia memiliki andil juga dalam perbuatannya yang disebut dengan kasb. Sementara golongan Jabbariyah berpendapat bahwa semua perbuatan manusia diciptakan oleh Allah dan manusia tidak memiliki andil sama sekali dalam perbuatannya. Sebaliknya golongan qadariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh dirinya sendiri. Tuhan tidak turut campur dalam perbuatan manusia.
11
 
Dalam soal mengkafirkan orang lain, Ahlussunnah juga sangat berhati-hati. Ahlussunnah tidak menganggap orang mukmin yang berbuat dosa itu kafir dan tidak pula fasik. Tetapi ia adalah mukmin



yang berdosa. Kelak di akhirat dihukum sesuai dengan dosa yang dilakukannya di dunia.
Dalam hal melihat Allah, Ahlussunnah berpendapat bahwa kelak di surga orang mukmin bisa melihat Allah sedangkan di dunia manusia tidak bisa melihat Allah. Pendapat ini berbeda dengan pendapat Mu’tazilah yang menyatakan orang mukmin tidak bisa melihat Allah di dunia dan di akhirat.
Mengenai Al-Qur’an, Ahlussunnah berpendapat bahwa Al-Qur’an itu adalah kalamullah dan bukan makhluk. Berbeda dengan pendapat Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk.
Mengenai antropomorfisme, Ahlussunnah percaya bahwa Allah memiliki mata dan tangan, tetapi tidak bisa disamakan dengan mata dan tangan manusia. Sedangkan Ahlussunnah Maturidiyah berpendapat bahwa ayat-ayat tentang antropomorfisme harus ditakwilkan. Tangan Allah berarti kekuasaan Allah, wajah Allah berarti Dzat Allah, dan mata Allah berarti pandangan Allah.
Mengenai sifat, Ahlussunnah berpendapat bahwa Allah memiliki sifat tetapi sifat Allah berbeda dengan sifat makhluk. Berbeda dengan muktazilah yang berpendapat bahwa Allah tidak memiliki sifat.
Mengenai keadilan Tuhan, Ahlussunnah berpendapat bahwa keadilan Tuhan itu adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempat yang sebenarnya. Jadi, tidak ada sesuatupun yang mewajibkan Tuhan. Sebab jika Tuhan memiliki kewajiban berarti Tuhan terpaksa.

Akidah  Ahlussunnah Waljama’ah adalah akidah yang moderat. Tidak terlalu ekstrim ke kanan seperti Jabbariyah tidak terlalu ekstrim ke kiri (Qadariyah).


12               Ke-NU-an Ahlussunnah Waljama’ah An-Nahdliyyah ~ Kelas 11 MA/SMA/SMK

F.       SUMBER HUKUM AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH DALAM FIKIH
Golongan Ahlussunnah Waljama’ah berpendapat bahwa sumber
hukum dalam fikih itu adalah:
1 Al-Qur’an
2.  Hadits
3.  Ijtihad

Al-Qur’an dan hadits menjadi sumber hukum pertama dan kedua dalam Agama Islam adalah kesepakatan seluruh ulama. Adapun ijtihad, ada banyak ragamnya. Ada ijtihad kolektif yang biasa disebut dengan ijmak dan ada ijtihad individu. Ijtihad individu menggunakan qiyas atau analogi, istihsan, dan sebagainya.
Menurut faham Ahlussunnah Waljama’ah seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk berijtihad tidak diperbolehkan mengambil hukum langsung dari sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan hadits sehingga ia harus memilih salah satu madzhab. Sebab jika ia langsung merujuk kepada Al-Qur’an dan hadits berarti dia telah berijtihad sendiri. Padahal syarat-syarat ijtihad sangat berat. Diantaranya adalah harus betul-betul memahami Al-Qur’an dan hadits, mengetahui asbabun nuzul dan asbabul wurudnya, mengetahui tafsirnya, memahami bahasa Arab, dan masih banyak syarat lain yang sulit untuk dicapai oleh orang pada zaman sekarang.
G.     TASAWUF
Dalam Agama Islam dikenal istilah iman, islam, dan ihsan. Tasawuf adalah cerminan dari ihsan. Menurut Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab, ihsan adalah:


راك

13
 
Artinya: “Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya, meskipun kau tidak melihat-Nya sesungguh- nya Dia melihatmu”(HR Muslim)



Banyak ulama yang mendefinisikan tasawuf tersebut. Salah satunya adalah Syekh Abul Qasim Al-Junaidi bin Muhammad Al-Kazzaz An- Nahwandi yang mendefinisikan tasawuf sebagai berikut:

Artinya: Tasawuf adalah, hendaknya engkau senantiasa bersama Allah tanpa adanya perantara”.
Kalangan Ahlussunnah Waljama’ah tidak menolak adanya tasawuf ini sebagaimana orang-orang yang sering membid’ahkannya. Akan tetapi, dalam tasawufpun kalangan Ahlussunnah Waljama’ah juga selektif, artinya kalangan Ahlussunnah Waljama’ah tidak menerima faham wahdatul wujud (manunggaling kawula Gusti).
Dalam perspektif Ahlussunnah Waljama’ah tasawuf harus berlandas- kan syari’at. Salah satu platform Ahlussunnah Waljama’ah adalah:

Artinya: Hakekat tanpa syari’at adalah bathil sedangkan syariat tanpa hakekat adalah sia-sia.”
14
 
Kalangan Ahlussunnah Waljama’ah menolak tasawuf yang mengatakan bahwa apabila manusia sudah mencapai hekekat maka ia tidak lagi menjalankan syari’at sebab kewajiban menjalankan syariat itu agar manusia menjadi baik. Jika sudah baik, untuk apa lagi syari’at? Bagi kalangan Ahlussunnah Waljama’ah kewajiban menjalankan syari’at berlaku bagi siapa saja. Nabi Muhammad yang merupakan manusia terbaik saja tetap menjalankan syari’at, apalagi orang lain? Oleh karena itu, yang menjadi tokoh-tokoh panutan dalam tasawuf adalah seperti Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Imam Al-Ghazali, Syaikh Junaid Al-Baghdadi, Abu Hasan As Syadzili dan para tokoh-tokoh tasawuf lain yang tidak meninggalkan syari’at.




Bagi kalangan Ahlussunnah Waljama’ah, kewajiban menjalankan syari’at berlaku bagi siapa saja. Termasuk bagi kaum tasawuf yang sudah mencapai maqam hakekat.



H.     MENGENAL MAQAM-MAQAM DALAM TASAWUF
Bentuk jamak dari maqam adalah maqamat, yaitu hal yang dibahas dalam berbagai bentuk di dalam aliran-aliran tasawuf, meskipun kesemuanya diawali dari taubat. Para ulama ahli tasawuf mengemukakan tertib maqamat yang berbeda-beda. Berikut ini adalah para ahli tasawuf yang mengemukakan tingkatan maqamat-maqamat tersebut:

Ulama
Tingkatan Maqamat
As Siraj Ath Thusi
1.  taubat,
2.  wara’,
3.  zuhud,
4.  fakir,
5.  sabar,
6.  tawakal,
7.  ridha.

Abu Thalib Al Makki
1.  taubat,
2.  sabar,
3.  syukur,
4.  harapan (raja’),
5.  takut (khauf),
6.  zuhud,
7.  tawakal,
8.  ridha,
9.  cinta (mahabbah)
As Suhrawardi
1.  taubat,
2.  wara’,
3.  zuhud,
4.  sabar,
5.  fakir,
6.  syukur,
7.  takut (khauf),
8.  harapan (raja’),
9.  tawakal,
10.  Ridha
Ibnu ‘Atha’llah As Sakandari
1.  taubat,
2.  zuhud,
3.  sabar,
4.  syukur,
5.  takut (khauf),
6.  harapan (raja’),
7.  tawakal,
8.  ridha,
9.  cinta (mahabbah)
Imam Al Ghazali
1.  taubat,
2.  sabar,
3.  syukur,
4.  harapan (raja’),
5.  takut (khauf),
6.  fakir,
7.  zuhud,
8.  tauhid,
9.  tawakal,
10.  cinta (mahabbah)
16
 


  


Bentuk jamak dari maqam adalah maqamat, yaitu hal yang dibahas dalam berbagai bentuk di dalam aliran-aliran tasawuf, meskipun kesemuanya diawali dari taubat.




I.       
18
 
LATIHAN SOAL
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1.                 Apakah yang dimaksud dengan firqah dalam Islam dan bagaimana
sejarah terbentuknya?
2.                 Apa yang Anda ketahui tentang perang Shiffin? Ceritakan peristiwa
tersebut beserta latar belakang terjadinya!
3.                 Terangkan bagaimana ajaran Ahlussunnah Waljama’ah mengenai
akidah Islamiyah, fikih, dan tasawuf!
4.                Jelaskan apa yang kau ketahui tentang maqamat dalam tasawuf beserta urut-urutannya berdasarkan pendapat salah satu ulama!