Pandangan dan Keyakinan Nahdlatul Ulama tentang Islam

Pandangan dan Keyakinan Nahdlatul Ulama tentang Islam

Dari segi bahasa, kata Islam memang sebentuk (musytaq) dengan Salam. Oleh karena itu pemahaman kulit Islam yang paling luar adalah bahwa Islam identik dengan Salam (kedamian).1
Islam merupakan kata kunci yang menjadi penutup bagi sejarah agama-agama samawi, Islam merupakan bahasa abadi Tuhan untuk seluruh manusia. Sebuah prestasi agung telah diperankan dengan baik oleh seorang Rasul ”ummi” yang berhasil menancapkan bendera Islam sebagai agama terbesar di dunia. Sebagai agama terakhir yang membawa misi abadi, baik dan buruk dalam Islam bukanlah kata-kata subjektif dan relatif, tetapi merupakan kebenaran mutlak dan cara berfikir, oleh karena itu Islam mampu menembus ke dalam segala macam bentuk masyarakat dan budaya yang ada di seluruh permukaan bumi tanpa harus merusaknya.2
Ciri sikap Ahlussunah wal Jama’ah adalah jalan damai, atau dalam bahasa Arab di sebut as-Salam. Setiap shalat kita selalu memohonkan
salam kepada Nabi dan hamba Allah yang shaleh, yaitu pada saat membaca tahiyyat, setelah itu barulah kita berbai’at dengan membaca syahadatain. Hal ini menunjukkan bahwa Islam harus kita sebarkan dengan jalan damai, walaupun Islam juga harus kita pertahankan dengan jiwa dan raga. Sikap Ahlussunah wal Jama’ah adalah tidak memisah-misahkan antara Iman, Islam, dan Ihsan, artinya bahwa antara keyakinan, pelaksanaan, dan peningkatan kualitas menjadi satu kesatuan dan tidak berdiri sendiri.3
Sebagai seorang Muslim Sunni, khususnya sebagai warga Nahdlatul Ulama, hendaknya kita mempunyai keyakinan yang teguh terhadap kebenaran ajaran Nahdlatul Ulama. Keyakinan disini bukan karena mengharapkan kemungkinan adanya keuntungan dari Nahdlatul Ulama tetapi berupa keyakinan yang tulus dan ikhlas. Artinya keyakinan atas keyakinan itu sendiri (yaqin li dzatihi bukan yaqin li ghoirihi). Hal ini sangat penting kita pegangi mengingat bahwa Nahdlatul Ulama dapat memberikan berbagai harapan duniawi maupun ukhrawi. Keadaan seperti ini harus kita syukuri dan jangan sampai bergeser kecintaan kita terhadap Nahdlatul Ulama yang tulus murni sebagai kelanjutan dari keyakinan kita yang li dzatihi kepada keyakinan lain. Keyakinan  li dzatihi ini harus dimiliki oleh setiap warga Nahdlatul Ulama, baik yang selama ini jelas ke NU-annya, maupun yang baru belakangan ini berani menyatakan ke NU-annya secara terang-terangan.
Bagaimanapun adanya sikap bimbang, canggung, dan ragu-ragu terhadap satu kelompok akan menyulitkan langkah diri sendiri lebih lanjut. Oleh karena itu warga Nahdlatul Ulama yang berada di berbagai kelompok manapun hendaknya tetap memiliki kemantapan sikap. Kemantapan dan keyakinan ini tidak boleh kelewat batas (tatharruf) sehingga menganggap kelompok lain itu jelek. Dengan demikian antara warga Nahdlatul Ulama yang satu dengan yang lainnya yang berbeda kelompok tidak perlu terjadi konflik yang justru merugikan semua pihak.4



A. DASAR-DASAR PAHAM KEAGAMAAN NAHDLATUL ULAMA
Dalam khittah Nahdlatul Ulama hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo dalam bab Dasar-Dasar Paham Keagamaan Nahdlatul Ulama disebutkan tiga hal berikut.
a. Nahdlatul Ulama mendasarkan paham keagamaan pada sumber ajaran Islam: Alqur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
b. Dalam memahami, menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya di atas, Nahdlatul Ulama mengikuti paham Ahlussunnah wal Jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan madzhab:
1) Di bidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti ahlussunnah wal Jama’ah yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan al- Asy’ari dan Imam Manshur Al-Maturidi.
2) Di bidang fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (madzhab) salah satu dari madzhab Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
3) Di bidang tasawuf, mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain.
c. Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian (berpendirian) bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Paham keagamaan yang dianut oleh Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai baik yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia, seperti suku maupun bangsa. Paham Nahdlatul Ulama adalah melestarikan semua nilai-nilai unggul kelompok dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.5 Paham keagamaan dalam NU terdapat dua aspek dalam madzhab.
Pertama, metode yang dipakai oleh para mujtahid dalam merumuskan hukum Islam (istinbath). Kedua, hasil dari penerapan metode istinbath tersebut. Nahdlatul Ulama memformulasikan keduanya sebagai

metode pemecahan hukum yang berlaku di kalangan nahdliyin. Dari sinilah ada yang disebut dengan madzhab qauli dan madzhab manhaji.6
1. Madzhab Qauli
Menurut madzhab ini, pendapat keagamaan ulama yang teridentitas sebagai ulama Aswaja dikutip secara utuh qaulnya dari kitab mu’tabar dalam madzhab, seperti
mengutip dari kitab Al-Iqtishad fi al-I’tiqad karangan al-Ghazali, atau al-Umm karya asy-Syafi’i. Agar terjaga keutuhan paham madzab sunni harus terhindarkan pengutipan pendapat dari kitab yang bermadzhab lain.
2. Madzhab Manhaji
Ketika merespon suatu masalah kasuistik dipandang perlu
menyertakan dalil nash syar’i berupa kutipan ayat al-Qur’an, nukilan matan sunnah atau hadis, untuk mewujudkan citra muhafadzah, maka kerjanya sebagai berikut:
a. Nash al-Qur’an yang dikutip dari mushaf usmani. Tafsiran pun harus berasal dari kitab-kitab tafsir yang mu’tabar.
b. Penukilan hadis harus berasal dari kitab-kitab standar.
c. Pengutipan ijma’ perlu memisahkan kategori ijma’ shahabi yang diakui tertinggi mutu kehujjahannya dari ijma’ mujtahidin. Sumber pengutipan sebaiknya mengacu pada kitab karya mujtahid muharrir madzhab, seperti Imam Nawawi dan lain- lain.



B. LANDASAN SIKAP KEMASYARAKATAN NAHDLATUL  ULAMA SERTA PERILAKU YANG DI BENTUK OLEH DASAR KEAGAMAAN DAN SIKAP KEMASYARAKATAN NAHDLATUL ULAMA
Dasar-dasar paham keagamaan NU menumbuhkan sikap kemasya- rakatan yang bercirikan:
1. Sikap tawasuth dan i’tidal.
Sikap tawasuth dan i’tidal merupakan sikap tengah yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah kehidupan beragama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharuf (esktrim).
2. Sikap Tasamuh
Sikap Tasamuh merupakan Sikap toleran terhadap peradaban pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah; serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
3. Sikap Tawazun
Sikap Tawazun merupakan sikap seimbang dalam berkhidmat. Menyerasikan khidmat kepada Allah , khidmat kepada sesama
manusia serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
4. Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan sikap selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai- nilai kehidupan.
Dasar-dasar paham keagamaan NU dan sikap kemasyarakatan NU membentuk perilaku warga Nahdlatul Ulama, baik dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi. Perilaku warga Nahdliyin adalah sebagai berikut:

1. Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran Islam.
2. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
3. Menjunjung tinggi sifat keikhasan dan berkhidmat serta berjuang.
4. Menjunjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwwah), persatuan (al- ittihad) serta kasih mengasihi.
5. Meluhurkan kemuliaan moral (al-akhlaq al karimah), dan menjunjung tinggi kejujuran (ash-shidqu) dalam berfikir, bersikap dan bertindak.
6. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada bangsa dan negara.
7. Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah .
8. Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan ahli-ahlinya.
9. Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa kemaslahatan bagi manusia.
10. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong memacu dan mempercepat perkembangan masyarakatnya.
11. Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.7


D. SIKAP KEBANGSAAN NAHDLATUL ULAMA8
Indonesia merupakan negara yang mempunyai penduduk dengan beraneka ragam suku, adat-istiadat, bahasa daerah, serta penganut berbagai macam agama dan kepercayaan.
Penduduk Indonesia tinggal di lebih dari 17.000 pulau, memanjang dari Barat hingga Timur hampir seperdelapan lingkar bumi. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama merupakan salah satu komunitas yang hidup di di dalamnya. Sejak semula Nahdlatul Ulama menyadari dan memahami bahwa keberadaannya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keanekaragaman itu. Oleh karena itu, Nahdlatul Ulama ikut berperan dalam menentukan arah bangsa ini berjalan. Oleh karena itu, segala
permasalahan yang menimpa bangsa ini juga ikut menjadi keprihatinan Nahdlatul Ulama. Ibarat satu tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan.
Dalam hal ini, Nahdlatul Ulama mendasari dengan empat semangat.
Empat semangat tersebut adalah sebagai berikut.
1. ruh at-tadayun (semangat beragama yang dipahami, didalami, dan diamalkan),
2. ruh al-wathaniyah (semangat cinta tanah air),
3. ruh at-ta’addudiyah (semangat menghormati perbedaan)
4. ruh al-insaniyyah.
Dengan keempat semangat itu, Nahdlatul Ulama ikut terlibat aktif dalam proses perkembangan bangsa Indonesia .
Ruh at-tadayun menunjukkan bahwa Nahdlatul Ulama mendorong warganya untuk senantiasa meningkatkan pemahaman nilai-nilai agama. Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah agama yang ramah dan damai. Dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an yang terkandung dalam Islam, Nahdlatul Ulama menjadi barometer kegiatan keagamaan yang moderat (tawasuth).
Semangat cinta tanah air (ruh al-wathaniyah) menjadikan Nahdlatul Ulama sadar bahwa keanekaragaman bangsa ini harus dipertahankan. Oleh sebab itulah, keberagaman yang ada di Indonesia jangan sampai memecah-belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satu masalah yang paling penting bagi Nahdlatul Ulama di bidang politik nasional adalah sikap terhadap Pancasila, dasar negara Republik Indonesia. Nahdlatul Ulama menerima pancasila sebagai satu-satunya asas bernegara.
Nahdlatul Ulama memandang bahwa Negara Republik Indonesia adalah hasil kesepakatan seluruh bangsa Indonesia ,yang didalamnya terdapat kaum muslimin dan kaum nahdliyin yang ikut berperan serta dalam kesepakatan melalui pemimpin yang mewakilinya. Oleh karena itu negara ini harus dipertahankan kelestariannya. Negara republik Indonesia dengan dasar pancasila dan UUD 1945 adalah ketetapan

final bagi Nahdlatul Ulama, dalam arti tidak perlu mendirikan “negara
lain” menggantikan negara ini.
Sikap dan pandangan Nahdlatul Ulama ini dapat dipahami lebih jelas melalui “Deklarasi tentang hubungan Pancasila dengan Islam”, hasil keputusan muktamar ke-27 NU di Situbondo, sebagai berikut:
Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam Bismillahirrahmanirrahim
1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
2. Sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang Undang Dasar (UUD) 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.
3. Bagi Nahdlatul Ulama (NU) Islam adalah aqidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antara manusia.
4. Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.
5. Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, NU berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekwen oleh semua pihak.


E. PEDOMAN NU DALAM MENGELUARKAN HAK POLITIKNYA
Politik bagi NU merupakan sarana masyarakat untuk mencapai kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat. Dalam mewujudkan tujuan yang mulia itu, NU tidak membenarkan masyarakat khususnya Nahdliyin menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan-tujuan

politik. Etika berpolitik harus selalu ditanamkan NU kepada kader  dan warganya pada khususnya, dan masyarakat serta bangsa pada umumnya, agar berlangsung kehidupan politik yang santun dan bermoral.
Dalam hal ini NU telah merumuskan ”Sembilan Pedoman Politik Warga NU”, yaitu garis-garis pedoman bagi kaum Nahdliyyin wa Nahdliyyat dalam berpartisipasi di panggung politik. Sembilan Pedoman Politik Warga NU tersebut dirumuskan dalam Muktamar NU yang ke-28 yang di selenggarakan  di  Pondok  Pesantren Krapyak Yogyakarta pada tanggal 25-28 November 1989.9 Kesembilan pedoman politik tersebut adalah:
1. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama mengendung arti keter- libatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
2. Poilitik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
3. Politik bagi warga Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggungjawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
4. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan budaya berketuhanan yang Maha Esa, berprike- manusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan dan kesaatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
5. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai
dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.
6. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memper- kokoh konsensus-konsensus nasional dan dilaksanakan dengan akhlak karimah sebagai pengamalan ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah.
7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dengan dalih apa pun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling menghargai satu dengan yang lainnya, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
9. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama menuntut adanya komuni- kasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu me- laksanakn fungsinya sebagai satara masyarakat untuk merserikat, menyalurkan aspirasi dalam pembangunan.10


F. PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN NAHDLATUL ULAMA11
Sejak awal berdirinya, Nahdlatul Ulama sudah sangat getol dalam masalah pendidikan. Nahdlatul Ulama lahir dari Nahdlatul Wathan, sebuah organisasi penyelenggara pendidikan yang lahir sebagai produk pemikiran yang dihasilkan oleh forum diskusi yang diselenggrakan secara rutin oleh Tasywirul Afkar. Oleh sebab itulah, salah satu Lembaga Nahdlatul Ulama adalah Ma’arif. Pada perkembangan selanjutnya Ma’arif dikukuhkan sebagai Lembaga Pendidikan Ma’arif NU. Adapun visi dan misi lembaga pendidikan Ma’arif NU adalah sebagai berikut:

10 Abdul Muchith Muzadi, Mengenal Nahdlatul Ulama, Surabaya: Khalista, 2006, hlm. 36-40
11 Amin Farikh dan Ismail Sm, Materi Dasar Nahdlatul Ulama, Semarang: PW. LP. Ma’arif jawa tengah, 2004, hlm. 54-55

VISI LEMBAGA PENDIDIKAN MAARIF NU
1. Terciptanya manusia unggul yang mampu berkompetensi dalam sains dan teknologi serta berwawasan ahlussunnah wal jamaah.
2. Tersedianya kader-kader bangsa yang cakap, terampil, dan tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berakhlakul karimah.
3. Terwujudnya kader-kader yang mandiri, kreatif, dan inovatif dalam melakukan pencerahan kepada masyarakat.

MISI LEMBAGA PENDIDIKAN MA’ARIF NU
1. Menjadikan lembaga pendidikan yang berkualitas unggul dan menjadi idola masyarakat
2. Menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana kaderisasi Nahdlatul Ulama dan menyiapkan pemimpin bangsa yang andal.
3. Menjadikan lembaga pendidikan yang independen dan sebagai perekat komponen bangsa


G. PEMBERDAYAAN  EKONOMI  NAHDLATUL ULAMA
Muktamar (dulu disebut kongres) Nahdlatul Ulama ke-13, tahun 1935 antara lain memutuskan, bahwa kendala utama yang meng- hambat kemajuan umat melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dan menegakkan agama adalah karena kemiskinan dan kelemaahan ekonomi. Oleh karena itu, muktamar mengamanatkan kepada PBNU (dulu namanya HBNO) untuk mengadakan gerakan penguatan ekonomi warga. Para pemimpin NU waktu itu menyimpulkan bahwa kelemahan ekonomi ini bermula dari lemahnya Sumber Daya Manusianya (SDM). Setelah diadakan pengkajian, disimpulkan ada beberapa prinsip ajaran Islam yang perlu ditanamkan kepada warga NU agar bermental kuat sebagai modal perbaikan sosial ekonomi yang disebut dengan Mabadi’ Khairul Ummah, atau langkah awal membangun umat yang baik.
Lima prinsip Mabadi’ Khairul Ummah adalah (1) al-shidqu, (2) al-amanah wa al-wafa’ bi al-‘ahdi, (3) al-adalah, (4) ta’awun, (5) al- istiqomah. Berikut penjelasan masing-masing prinsip tersebut.
1. Al-Shidqu
Al-Shidqu berarti jujur, benar, keterbukaan, tidak bohong, serta satunya hati antara kata dan perbutan. Setiap warga nahdhliyyin, mula-mula dituntut jujur kepada diri sendiri, kemudian kepada orang lain. Dalam mu’amalah dan bertransaksi harus mengikuti sifat al-shidqu ini sehingga lawan dan kawan kerjanya tidak khawatir tertipu. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saat menjalankan bisnis Sayyidatina Khadijah. Dari sikap inilah, beliau memperoleh kesuksesan yang besar. Padahal itu memang menjadi prilaku Rasulullah sepanjang hayatnya.
Warga NU sebagai pengikut Nabi Muhammad harus mengikuti jejaknya. Bila melupakan dan meninggalkannya, pasti akan merugi dan menderita kegagalan. Sikap al-shidqu ini terbukti juga bagian penting dari kunci sukses kegiatan perekonomian modern.
2. Al-Amanah wa al-wafa’ bi al-‘ahdi
Al-Amanah wa al-wafa’ bi al-‘ahdi artinya dapat dipercaya meme- gang tanggung jawab dan memenuhi janji. Amanah juga salah satu sifat Rasul. Amanah menjadi hal penting bagi kehidupan seseorang dalam pergaulan memenuhi kebutuhan hidup. Sebelum diangkat menjadi rasul, nabi Muhammad mendapat gelar Al-Amin dari masyarakat karena diakui sebagai orang yang dapat diserahi tanggungjawab. Salah satu di antara syarat warga NU agar sukses dalam menjalankan kehidupan haruslah tepercaya dan menepati janji serta disiplin memenuhi agenda.
Bila orang suka khianat dan ingkar janji, pasti tidak akan dipercaya baik oleh kawan kerja ataupun relasi. Pelanggan akan memutus hubungan dan kawan kerja akan menjauh. Al-amanah dan wafa’ bi al-‘ahdi memang merupakan bagian penting dari keberhasilan perekonomian. Sebab itulah sikap profesional modern yang berhasil pada masa kini.
3. Al-Adalah
Al-Adalah berarti bersikap adil, proporsional, objektif dan meng- utamakan kebenaran. Setiap warga nahdliyyin harus memegang kebenaran objektif dalam pergaulan untuk mengembangkan
kehidupan. Orang yang bersikap adil meski kepada diri sendiri akan dipandang orang lain sebagai tempat berlindung dan tidak menjadi ancaman. Warga nahdliyyin yang bisa menjadi pengayom bagi masyarakat sekigus memudahkan dan membuka jalan kehidupannya. Sikap adil juga merupakan ciri utama penganut sunni-nahdliyyin dalam kehidupan bermasyarakat. Dan bila ini benar-benar mampu menjadi karakter warga nahdliyyin, berarti wujud dari prinsip risalha kenabiah rahmatan lil ‘alamin yang berarti bukan hanya bermanfaat bagi diri sendiri atau golongan, akan tetapi penebar cinta kasih kepada semua orang. Ini penting bagi suksesnya seorang dalam mengarungi kehidupan.
4. Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong atau saling menolong antara sesama dalam kehidupan. Ini sesuai dengan jati diri manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa ada kerjasama dengan makhluk lainnya: sesama manusia, dengan binatang, maupun dengan alam sekitar. Setiap warga nahdliyyin harus menyadari posisinya di tengah masyarakat, harus bisa menempatkan diri, bersedia menolong dan butuh pertolongan. Dalam ajaran agama islam, tolong menolong merupakan prinsip bermu’amalah. Karena itu dalam jual beli misalnya, kedua belah pihak harus mendapat keuntungan, tidak boleh ada satu pihak yang dirugikan. hal ini sesuai dengan prinsip ta’awun, yakni pembeli menginginkan barang sedangkan penjual menginginkan uang.
Bila setiap bentuk muamalah menyadari prinsip ini muamalah akan terus berkembang dan lestari. Jalan perekonomian pasti akan terus lancar. Bila prinsip ta’awun ini ditinggalkan, maka akan merugikan diri sendiri dan dalam bermuamalah akan mengalami banyak kendala.
5. Al-Istiqamah
Al-istiqamah adalah sikap mantap, tegak, konsisten, dan tidak goyah oleh godaan yang menyebabkan menyimpang dari aturan hukum yang perundangan. Di dalam Alqur’an dijanjikan kepada

orang yang beriman dan beristiqamah, akan memperoleh kecerahan hidup, terhindar dari ketakutan, dan kesusahan sehingga ujungnya mendapatkan kebahagiaan. Untuk mendapatkan sukses hidup warga nahdliyyin juga harus memegang konsep istiqamah ini, tahan godaan, dan tidak tergiur melakukan penyimpangan yang hanya menjanjikan kenikmatan sesaat dan kesengsaaraan yang panjang. Sikap konsisten akan membuat kehidupan menjadi tenang yang bisa menumbuhkan inspirasi, inisiasi, dan kreasi yang bisa mengatasin segala tantangan dan rintangan. Istiqamah akan menghindarkan dari kesulitan hidup.

Program dasar Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan ekonomi ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata, kesejahteraan umat atas dasar peri-kemanusiaan dan akhlakul karimah. Tujuan ini meliputi seluruh warga Nahdlatul Ulama, umat Islam, dan masyarakat pada umumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diambil langkah- langkah sebagai berikut.
1. Mengorganisasikan pengelolaan masalah zakat, infaq, dan shadaqah secara proporsional. Mengorganisir pengelolaan wakaf, hibah, wasiat agar lebih berdaya guna dan berhasil guna bagi kesejahteraan umat.
2. Mendirikan pelayanan kesejahteraan masyarakat seperti mendirikan rumah sakit, pantai asuhan, balai  pendidikan,  dan berbagai usaha yang berhubungan dengan kepentingan umum.
3. Menumbuhkan jaringan-jaringan kerja ekonomi ditingkat perkotaan maupun pedesaan agar menjadi lembaga yang maju dan berkembang pesat.
4. Melakukan pendekatan-pendekatan dengan kelompok- kelompok yang bergerak memberdayakan perekonomian baik yang berada di dalam ataupun di luar negeri.
5. Mendirikan koperasi perdagangan atau industri di setiap wilayah atau daerah sesuai dengan kondisinya masing-masing.


LATIHAN SOAL
1. Jelaskan ciri sikap ahlusunnah wal Jama’ah.
2. Jelaskan keyakinan Nahdlatul Ulama tentang kebenaran ajaran Islam Nahdlatul Ulama