A. SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Para ahli sejarah mencatat
bahwa Islam masuk
di Indonesia melalui jalur perdaganagn. Masuknya agama Islam di Nusantara melalui jalur
perdagangan berlangsung dengan cara-cara damai. Berbagai sumber sejarah mengatakan bahwa Islam masuk
ke Indonesia pada abad ke-7
M. Namun keberadaan para pemeluk
ajaran Islam menjadi jelas pada abad ke-13 yang ditandai dengan
berdirinya kerajaan Samudra
Pasai di Aceh sebagai
kerajaan Islam yang pertama.
Dalam
perkembangannya terdapat perbedaan pendapat terkait teori kedatangan Islam ke
Indonesia. Setidaknya ada tiga masalah pokok yang diperdebatkan, yaitu, tempat
kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Ada beberapa teori
tentang kedatangan Islam ke Indonesia yaitu sebagai berikut:
Teori Gujarat
Teori Gujarat dianut oleh
para ahli dari Belanda. Penganut teori ini berkeyakinan bahwa Islam masuk ke Indonesia karena dibawa oleh para pedagang
dari Gujarat (India).
Pencetus teori ini adalah Pijnappel dari Universitas Leiden, Belanda.
Teori ini diikuti oleh
Snouck Horgronje, Stuterheim, dan Moquette. Menurut
Pijnappel, orang-orang Arab
yang bermadzhab Syafi’i bermigrasi dan menetap di wilayah India
kemudian membawa Islam ke Indonesia.
Snouk Horgronje
menitikberatkan pandangannya ke Gujarat sebagai asal berdasarkan tiga hal,
yaitu;
1.
kurangnya
fakta yang menjelaskan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.
2.
hubungan
dagang Indonesia-India telah terjalin.
3.
inskripsi
tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera memberikan gambaran hubungan
antara Sumatera dengan Gujarat.
Moquette
mendasarkan pandangannya pada batu nisan yang ditemukan di Samudera Pasai yang
merupakan nisan Malik As-Shaleh mirip dengan batu nisan yang ditemukan di
Gresik yang merupakan makam Maulana Malik Ibrahim. Ia berpendapat bahwa
orang-orang Indonesia mengimport batu nisan dari Gujarat dan mengambil ajaran
agama Islam dari sana.
Stuterheim, salah
seorang sarjana Belanda juga, menyatakan masuknya agama Islam di Indonesia pada
abad 13 berdasarkan bukti batu nisan yang pertama kali ditemukan, yaitu nisan
Malik As-Shaleh yang wafat pada tahun 1297. Menurutnya Islam disebarkan melalui
jalur perdagangan Indonesia- Cabay (India)- Timur Tengah-Eropa. Selain itu ia
mendasarkan pada relief batu nisan Malik As Shaleh mempunyai kesamaan dengan
batu nisan dari Gujarat.
Dengan demikian
baik menurut Pijneppel, Hurgronje, Moquette, maupun Stutterheim, dapat
disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari Gujarat, India pada abad
13-14Masehi melalui jalur perdagangan.
Berbeda dengan
keempat tokoh di atas, J.C. Van Leur yang juga termasuk tokoh teori
Gujarat berpendapat pada tahun 674 Masehi di pantai barat Sumatera telah
terdapat perkampungan Islam. Dengan pertimbangan bahwa Bangsa Arab sudah
membuat perkampungan di Kanton (Tiongkok) pada abad IV M. Perkampungan ini mulai dibicarakan lagi pada tahun 618
dan 626. pada
perkembangan selanjutnya, ternyata perkampungan ini telah
mempraktekkan ajaran agama Islam seperti yang terdapat di sepanjang jalur
perdagangan Asia Tenggara.
Berdasarkan
keterangan Van Leur di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa masuknya Islam ke Nusantara
tidaklah terjadi pada abad XIII melainkan pada abad 7. Abad 13adalah masa
perkembangan Islam. Perluasan lebih lanjut terjadi pada abad 16 sebagai akibat
perubahan politik di India.
Teori Guajarat ini menuai
kritik dari ahli yang lain yaitu Morisson. Menurutnya meskipun batu nisan yang
ada di
Indonesia berasal dari Gujarat,
namun bukan berarti Islam berasal dari sana.
Sebab
Raja Samudera Pasai wafat pada tahun
1297 padahal pada saat itu Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Menurutnya,
Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dari Corromandel, (India timur)
Teori Persia
Teori kedua tentang masuknya
Islam di Indonesia adalah Teori Persia.
Pembangun teori ini adalah Hoesin Djajaningrat. Teori ini menyatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
berasal dari daerah Persia atau Parsi (sekarang Iran). Teori ini menitikberatkan kepada kesamaan kebudayaan Indonesia
dengan Persia. Kesamaan kebudayaan tersebut di antaranya adalah:
1.
Kesamaan
peringatan 10 Muharram sebagai hari peringatan Syi’ah terhadap syahidnya Husain.
2.
Kesamaan ajaran wahdatul wujud (manunggaling kawula
gusti) Hamzah Fansuri dan Syekh Siti Jenar dengan
ajaran Sufi Persia, Al-Hallaj.
3.
Penggunaan istilah
dalam tanda bunyi
harakat dalam pengajian Al-Quran seperti jabar (Arab: Fathah).
4.
Nisan
Malik As-Shaleh dipesan dari Gujarat. Argumen ini sama persis dengan argument teori Gujarat.
5.
Pengakuan
umat Islam Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i sama dengan madzhab
Muslim Malabar. Pandangan ini agak
ambigu karena di satu sisi menekankan persamaannya dengan budaya Persia namun di
sisi lain, dalam hal madzhab hanya berhenti di Malabar tidak sampai ke Makkah.
K.H. Saifudin
Zuhri, salah seorang intelektual muslim dan mantan menteri agama menyatakan
sukar untuk menerima pendapat ini. Sebab jika Islam masuk Indonesia pada abad
VII berarti saat itu masih dalam pemerintahan Dinasti
Umayyah. Pada saat itu tampuk kekuasaan dipimpin oleh bangsa Arab yang
berpusat di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Baghdad. Tidak mungkin Islam
Indonesia berasal dari Persia mengingat pada zaman itu Islam juga baru masuk Persia.
Teori Arabia
Teori ketiga
adalah teori Arabia. Teori ini merupakan koreksi terhadap teori Gujarat dan
bantahan terhadap teori Persia. Teori ini menyatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah
langsung dari Mekah atau Arab. Terjadi pada abad pertama Hijriyah atau abad
ke-7 Masehi. Di antara para ahli
yang mengikuti teori ini adalah Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De
Holander, Naquib Al- Attas, A. Hisyami, dan Hamka.
Arnold menyatakan bahwa para pedagang
Arab yang menyebarkan Islam ke Indonesia pada saat mereka menguasai
perdagangan pada awal abad Hijriah. Crawfurd menyatakan bahwa Islam Indonesia
dibawa langsung dari Arabia meskipun interaksi penduduk Nusantara dengan muslim
di timur India juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam
di Nusantara. Sementara Keijzer memandang bahwa Islam Indonesia dibawa dari Mesir
berdasarkan kesamaan kedua madzhab pada saat itu, yaitu madzhab Syafi’i.
Naquib AlAttas
menolak temuan epigrafis yang menyamakan batu nisan Indonesia dengan Gujarat
sebagai titik tolak penyebaran Islam di Indonesia. Menurutnya, bukti paling
penting yang harus
dikaji dalam membahas kedatangan Islam di Indonesia adalah karakteristik
Islam di Nusantara yang ia sebut dengan “Teori
Umum tentang Islamisasi di Nusantara” yang didasarkan kepada literatur
Nusantara dan pandangan dunia Melayu.
Menurut Al-Attas
sebelum abad 17 seluruh literatur Islam yang relevan tidak mencatat satupun
penulis dari India. Pengarang yang oleh barat dianggap sebagai orang India
ternyata ia adalah orang Persia atau Arabia. Bahkan ada pengarang yang dianggap
orang Persia ternyata ia orang Arab. Nama dan gelar para pembawa Islam
menunjukkan bahwa mereka adalah orang Arab atau Persia.
Tokoh lain pembela teori ini
adalah Hamka. Hamka mendasarkan teorinya pada peranan bangsa Arab dalam
penyebaran Islam di Indonesia. Menurutnya, Gujarat hanyalah merupakan tempat
singgah dan Makkah adalah pusat Islam sedangkan Mesir adalah tempat pengambilan
pelajaran. Hamka menekankan pengamatannya kepada masalah madzhab Syafi’i yang
istimewa di Makkah dan mempunyai penagruh yang besar di Indonesia. Hamka juga
menolak anggapan bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada abad 13. Islam sudah masuk Nusantara pada abad 7. Hamka juga menolak teori
Persia yang mendasarkan pada persamaan budaya antara Indonesia dengan Persia.
Menurutnya tradisi Tabut bukan
berarti Islam Indonesia bercorak Syi’ah karena Muslim Indonesia yang bukan Syi’ah pun juga menghormati Hasan dan Husain. Namun
bukan berarti ia menafikan pengaruh
Syi’ah atau Persia di
Indonesia, terutama dalam bidang tasawuf.
Menilik dari
ketiga tori di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
Islam sudah ada di Indonesia sejak abad 7 M atau abad 1 H. Namun
perkembangannya yang signifikan baru terlihat pada abad 12 dan 16 M. Penyebar agama Islam adalah
orang-orang Arab, kemudian baru orang Persia dan India. Begitu pula
asalnya, adalah Arabia
yang kemudian dibumbui
oleh warna India dan Persia.
Penyebaran
itu pertama kali dilakukan di pesisir
utara Suamatera (Aceh) karena posisi selat Malaka merupakan jalur perdagangan
penting dunia, dan kemudian menyebar ke daerah yang lebih timur dan utara
seperti Jawa (1450), Maluku (1490), Sulawesi (1600), Sulu (1450), dan Filipina
selatan (1480).
B. FAHAM KEISLAMAN YANG BERKEMBANG
DI INDONESIA
Telah dikemukakan di awal
bahwa Islam sudah
diperkenalkan di Indonesia sejak abad 7 namun baru berkembang pada abad
12. Ketika itu pengaruh Islam menjadi nyata sejak berdirinya kerajaan Islam
pertama, Samudera Pasai yang kemudian diikuti oleh kerajaan- kerajaan Islam
yang lain.
Kebanyakan pakar
berpendapat bahwa faham keagamaan yang dianut oleh para penyebar Islam pertama
adalah Sunni yang menon- jolkan aspekaspek sufistik.
Meskipun demikian, ada pula varian faham
Syi’ah dalam faham keagamaan di Nusantara.
Ada banyak hal
yang menandai bahwa Islam di Indonesia ber- fahamkan sunni. Dalam primbon Sunan
Bonang, Sunan Bonang menyebut berbagai kitab dan nama pengarangnya, antara lain
Ihya
Ulumuddin
karya Imam Al-Ghazali, Talkhishul
Minhaj ringkasan karya Imam An-Nawawi, Qutul Qulub karya Abu Talib Al-Makki, Abu Yazid Al-Busthami, Ibnu ‘Arabi,
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, dan lain sebagainya. Dalam Pirmbon Sunan
Bonang juga terdapat ilmu fikih, tauhid, dan tasawuf yang disusun berdasarkan
faham Sunni dan bermadzhab Syafi’i.
Di antara
ulama-ulama besar yang menulis kitab tasawuf adalah, Syekh Yusuf Al-Makasari yang menulis kitab Zubdatul Asrar, Tajul Asrar, Mathalibus Salikin dan lain
sebagainya. Lalu muncul tokoh-tokoh sufi
seperti Nuruddin ArRaniri, Abdurrauf
Singkel, Hamzah Fansuri, Syamsuddin As-Sumatrani.
Martin Van
Brunessen, seorang peneliti asal Jerman, menyatakan bahwa Islam, yang diajarkan
di Asia Tenggara, termasuk Indonesia sangat diwarnai oleh ajaran sufi. Para
sejarahwan mencatat bahwa sufistik menjadi daya tarik tersendiri bagi
orangorang Asia Tenggara sehingga menjadi salah satu faktor proses penyebaran
Islam berlangsung cepat.
Corak tasawuf ini
terus berkembang di Indonesia sampai saat
ini, di mana sikapsikap sufistik dan kegemaran kepada halhal yang
keramat masih meliputi orang Indonesia. Corak ini semakin kental ketika organisasiorganisasi sufi yang biasa disebut tarekat telah
memperoleh pengikut yang tersebar di
Indonesia. Orang-orang yang baru kembali
dari Makkah dan Madinah menyebarkan tarekat Syattariyyah, seringkali perpaduan
antara Naqasyabandiyah dan Khalwatiyah. Tarekat
Rifa’iyyah dan Qadiriyyah juga tersebar.
Syekh Yusuf Makasar
dikenal sebagai pengikut tarekat Khalwatiyah. Abdurrauf Singkel dikenal sebagai pengikut
tarekat Syatariyah, dan sebagainya.
Selain corak
tasawuf yang begitu kental, dalam lapangan fikih, Islam di Indonesia juga
sangat kental diwarnai oleh madzhab Syafi’i. Madzhab Syafii dipakai oleh
mayoritas muslim di Indonesia sejak zaman Samudera Pasai hingga saat ini.
Selain data-data sejarah di atas,
fakta di lapangan yang membuktikan
bahwa madzhab Syafi’i mendominasi di Indonesia adalah dari kitab kitab
rujukannya. Kitabkitab bermadzhab Syafi’i menjadi literatur wajib di
pesantren, baik itu karya Imam Syafi’i maupun karya para ulama yang
lain yang menganut
madzhab beliau. Di antara karya-karya besar Imam Syafi’i adalah
kitab Al-Umm yang menjadi
kitab induk fikih madzhab Syafi’i. Kitab ini berisi
qaul jadid Imam Syafi’i. Karya beliau yang lain adalah
Ar-Risalah (tentang Ushul Fikih),
Jami’u Ulumil Qur’an (tentang
Al-Qur’an), Musnad Imam Syafi’i (hadits),
Diwan Imam Asy- Syafi’i dan masih
banyak lagi. Sedangkan karya-karya ulama yang bermadzhab Syafi’i adalah karya Imam Nawawi
(Riyadhus Shalihin, Al- Adzkar, Arba’in Nawawi, dan lain-lain),
karya Ibnu Hajar Al-Asqalani (Fathul Bari),
karya Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir), karya
Jalaluddin As- Suyuthi (Tafsir Jalalain dan
ratusan kitab yang lain). Dari berbagai judul kitab rujukan di atas, menandakan
bahwa karya para ulama madzhab Syafi’i yang dijadikan rujukan para ulama bukan
hanya sebatas dalam ilmu fikih semata
namun juga ilmuilmu yang lain seperti
tafsir, hadits, ushul fikih, dan sebagainya.
Dalam bidang tasawuf yang dikaji adalah
karya-karya Imam Al- Ghazali seperti Ihya’
‘Ulumuddin, Al Munqidz minadl Dlalal, Bidayatul Hidayah, Minhajul Abidin, dan
lain-lain. Sedangkan dalam akidah, kitab-kitab yang dipelajari adalah
kitab-kitab Asy’ariyah, seperti Aqidatul
Awam, Kifayatul Awam, Umul Bahrain, dan sebagainya.
Faham keagamaan yang berkembang di Indonesia adalah Ahlussunnah Waljama’ah atau biasa dikenal dengan Aswaja atau Sunni yang kental dengan tasawuf dan dalam lapangan fikih bermadzhabkan Imam Syafii.
C.
TOKOH-TOKOH PENYEBAR ISLAM DI INDONESIA
Tokoh-tokoh yang mula-mula menyebarkan
agama Islam di Indonesia adalah para pedagang. Selain membawa dan menawarkan
dagangan, mereka juga membawa dan menyiarkan agama. Artinya, mereka juga
memperkenalkan agama Islam dan menyebarkannya kepada penduduk.
Meskipun Islam
telah masuk Indonesia pada abad 7 tetapi penye- barannya baru berjalan secara massif pada abad 12 dan 13. Menurut
A. Jons, para penyebar agama Islam pada abad 12 dan 13 adalah para
dai dari kalangan sufi.
Dalam catatan A. Hasyimi, berdasarkan
naskah Izhhar al-Haq fi Mamlakat Ferlah
wal Fasi karangan Abu Ishaq Al-Makarani Al-Fasi, Tadzkirat Thabaqat Jumu
Sulthanus Salathin karya Syekh Samsul Bahri
Abdullah Al-Asyi dan Silsilah Raja-raja
Perlak dan Pasai, menyatakan
bahwa kerajaan Perlak, Aceh adalah
kerajaan Islam pertama di Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Muharram 225
H (840 M) dengan raja pertamanya Sultan Alaudin Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah.
Tokoh penting yang menyebarkan agama
Islam di Perlak adalah Nahkoda Khalifah.
Sekitar abad 9 Nahkoda
Khalifah membawa anak buahnya dan mendarat
di Perlak. Di samping kapal
dagang, kapal yang
dikendarainya juga mengangkut para juru dakwah yang terdiri dari orang
Arab, Persia, dan India. Dalam kurun waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak secara sukarela
mengganti agama mereka dari Hindu-Budha menjadi Islam. Salah satu anak buah
Nahkoda Khalifah kemudian mengawini Putri
Raja Perlak dan
kemudian melahirkan putra yang bernama Sayyid Abdul Aziz
yang kemudian memproklamerkan Kerajaan Perlak. Ibu kotanya yang semula bernama
Bandar Perlak diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai penghargaan terhadap
Nahkoda Khalifah.
Sementara itu,
menurut Hikayat Raja-raja Pasai seorang ulama bernama Syekh Ismail datang dari
Makkah melalui Malabar ke Pasai. Ia
berhasil mengislamkan Merah Silu, raja Samudera Pasai yang kemudian bergelar
Merah Silu (wafat 1297). Seabad kemudian sekitar tahun 1414, menurut Sejarah
Melayu, penguasa Malaka juga telah diislamkan oleh Sayyid Abdul Aziz, seorang
Arab dari Jeddah. Raja Malaka yang bernama
Parameswara berganti nama dan gelar menjadi
Sultan Mahmud Syah. Dalam Hikayat
Merong Mahawangsa, seorang
dai bernama Syekh Abdullah Al-Yamani
dari Makkah telah mengislamkan Phra Ong Mahawangsa, penguasa Kedah yang
kemudian berganti nama menjadi Sultan Muzhafar Syah. Sebuah histtoriografi dari
Aceh yang lain menyebutkan bahwa seorang dai bernama Syekh Jamalul Alam dikirim
Sultan Usmani (Ottoman) di Turki untuk
mengislamkan penduduk Aceh. Riwayat lain mengatakan bahwa Islam diperkenalkan ke kawasan Aceh oleh Syekh Abdullah Arif
sekitar tahun 1111 M.
Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa terdapat sekumpulan juru dakwah yang dipimpin oleh Abdullah
Al-Malik Al-Mubin. Para juru
dakwah ini dibagi menurut daerah
masing-masing. Syekh Sayid Muhammad Said untuk
daerah daerah Campa
(Indo-Cina), Syekh Sayid At-Tawawi, dan Sayyid Abdul
Wahhab ke Kedah (Malaysia), Syekh Sayyid
Muhammad Dawud ke Patani (Thailand),
Syekh Sayyid Muhammad untuk Ranah Minangkabau (Indonesia) dan Syekh Abdullah
bin Abdul Malik Al-Mubin untuk daerah Aceh sendiri.
Tokoh lain
yang berperan dalam Islamisasi di Pulau Sumatera adalah Said Mahmud Al-Hadlramaut
yang telah mengislamkan Raja Guru
Marsakot dan rakyatnya di wilayah Sumatera Utara. Seorang pelancong
bernama Mabel Cook Cole menyatakan bahwa seorang muslim Sulaiman telah
brada di Nias sejak tahun 851 . Al-Mubin
berada di Aceh pada masa
pemerintahan Sultan Alaudin Inayat Syah.
Sedangkan penyebar Islam di Deli adalah Imam Shadiq bin Abdullah.
Sementara itu,
tokoh sentral penyebaran Islam di Pulau Jawa
yang kemudian dikenal dengan julukan Wali
Sanga (Wali Sembilan). Para ahli
berbeda pendapat mengenai pengertian wali sanga ini. Ada yang berpendapat bahwa
Wali Sanga itu hanya sebagai istilah
sejumlah wali dalam satu dewan. Jadi, jumlah wali sanga tidak mesti sembilan.
Bahkan konon Syekh Siti Jenar dahulunya sebelum menyebarkan ajaran Ittihad (Manunggaling Kawula Gusti)
adalah juga anggota wali sanga. Pendapat lain mengatakan berpendapat bahwa wali
sanga itu adalah nama satu dewan yang berisi Sembilan wali. Jika ada satu wali
yang pergi atau meninggal dunia, maka digantikan wali yang lain. Namun, jika ada istilah
Wali Sanga, maka secara
umum yang dimaksud adalah Maulana Malik Ibrahim
(Sunan Gresik), Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan
Drajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Sunan Muria.
Inilah yang dimaksud
dengan istilah Wali Sanga dalam pandangan umum. Adapun
peranan mereka dalam menyebarkan agama Islam
adalah:
Islam datang bukan
untuk mengubah budaya leluhur kita jadi budaya Arab. Bukan untuk aku jadi ana,
sampeyan jadi antum, sedelur jadi akh. Kita pertahankan milik kita, kita harus
filtrasi budayanya, tapi bukan ajarannya.
1. Sunan Gresik
Beliau juga biasa
disebut Maulana Malik Ibrahim, tercatat sebagai penyebar Islam pertama di Jawa.
Ia berhasil mengislamkan wilayah pesisir Pulau Jawa dan beberapa kali membujuk Raja
Wikramawardana, penguasa Majapahit untuk
masuk Islam. Nama
lainnya adalah Maulana Maghribi, seorang ulama dari
Arab keturunan Imam Ali Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad. Makam Maulana Malik
Ibrahim ada di Gresik. Hingga saat ini makam Maulana Malik Ibrahim masih
senantiasa dikunjungi oleh banyak peziarah.
2.
Sunan Ampel
Sunan Ampel disebut juga Raden Rahmat,
putra seorang Arab dari
Campa. Peranannya dalam menyebarkan agama Islam di Jawa sangat signifikan. Dia
dipandang sebagai pemimpin Wali Sanga.
Di Ampel (Surabaya) dia mendirikan pondok pesantren. Ayahnya bernama Ibrahim Asmoro,
seorang tokoh penyebar
agama Islam di Campa (Indo- Cina) yang menikah dengan putri
Raja Campa. Makamnya di Tuban dan
dikenal sebagai Sunan Nggesik. Putri Raja Campa yang lain yang bernama
Dwarawati menikah dengan Wikramawardana. Meskipun Sunan Ampel belum berhasil
membujuk Wikramawardana namun ia diberi kebebasan untuk
menyebarkan agama Islam
di Ampel. Sunan
Ampel wafat dan dimakamkan di Ampel.
Hingga saat ini makamnya masih senantiasa diziarahi oleh banyak orang. Nama
Sunan Ampel diabadikan untuk memberi nama Institut Agama Islam Negeri di Jawa
Timur (IAIN SUnan Ampel).
3. Sunan Giri
Sunan Giri juga
disebut Raden Paku, alias Jaka Samudra, putra Maulana Ishak. Jasa Sunan
Giri dalam menyiarkan agama Islam adalah mengirimkan murid-muridnya untuk
menyiarkan Islam ke seluruh pelosok
Nusantara seperti Madura, Bawean, Kangean, bahkan sampai Ternate. Beliau wafat dan dimakamkan di
Giri, Gresik. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi oleh banyak orang.
4. Sunan Kudus
Nama lain Sunan
alias Ja’far Shadik adalah penyebar agama Islam di Kudus, Jawa Tengah. Menurut
penelitian Syamsu, ia adalah putra Sunan Ampel. Salah satu peninggalan Sunan
Kudus adalah Masjid Al- Aqsha di Kudus dan Menara Kudus yang hingga saat ini
masih berdiri dengan Makkah. Makam beliau di Kudus dan hingga saat ini masih
dikunjungi banyak orang.
5.
Sunan Bonang
Putra Sunan Ampel yang lain adalah
Sunan Bonang. Nama lainnya
adalah Makhdum Ibrahim,
merupakan putra Sunan Ampel dengan
Nyi Ageng Manila, putri Adipati Tuban.
Saudara-saudaranya adalah Nyi Ageng Maloka, Syarifuddin Hisyam (Sunan
Drajat) dan seorang putri lagi yang menjadi istri Sunan Kalijaga.
6.
Sunan Gunung Djati
Beliau adalah
putra seorang anak Sultan dari Mesir yang menikah dengan Nyi Larasantang, putri
Raja Siliwangi. Nama
aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Beliau
mengislamkan penduduk Jawa Barat. menaklukkan Sunda Kelapa dan mengusir
Portugis dari sana serta mengganti nama
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Ia berhasil mendirikan kesultanan Banten antara tahun 1521-1524. tahun 1526 berhasil
merebut Cirebon dan Sumedang.
Tahun 1530 seluruh Galuh telah masuk
Islam kecuali Ibukota Pajajaran yang masih memeluk agama Hindu. Keturunannya
menjadi Sultan Banten dan Cirebon. Namanya diabadikan menjadi UIN Syarif
Hidayatullah di Jakarta dan juga UIN Sunan Gunung Djati di Bandung.
7. Sunan Kalijaga
Beliau adalah wali
yang berhasil memberikan ruh Islam dalam adat dan tradisi di Jawa, di antaranya
adalah wayang dan tembang. Ada beberapa versi mengenai asal usul Sunan Kalijaga
ini. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah keturunan Arab asli yang silsilahnya
sampai kepada Rasulullah. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah keturunan Jawa
asli. Sunan Kalijaga memiliki tiga orang
putra. Salah satunya adalah Umar
Said atau Sunan Muria. Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu, dan hingga kini
masih diziarahi banyak orang. Namanya diabadikan menjadi Universitas Sunan
Kalijaga di Yogyakarta.
8.
Sunan Muria
Beliau disebut
juga Raden Prawoto adalah seorang Sufi yang memiliki pesantren di kaki Gunung
Muria, Jawa Tengah. Beliau adalah
putra dari Sunan Kalijaga dengan istrinya yang bernama Dewi Saroh. Beliau dimakamkan di gunung Muria.
Hingga saat ini makamnya masih diziarahi banyak orang.
9.
Sunan Drajat
Sunan Drajat
disebut juga Syarifuddin Hisyam, putra Sunan
Ampel dengan istrinya yang bernama Nyi Ageng Manila. Beliaulah yang
menciptakan tembang pangkur. Makamnya
berada desa Drajat di Lamongan dan hingga kini masih banyak peziarah yang
datang ke sana.
Selain itu masih banyak
tokoh-tokoh lain yang menyebarkan agama Islam di Jawa ini. Di antaranya
adalah Sunan Bayat, Sunan Geseng, Syekh Jumadil Kubra, Maulana Maghribi, dan
lain sebagainya.
Sementara itu,
para dai yang berhasil mengislamkan Madura adalah Sunan Padusan alias Raden
Bandoro Diwiryono alias Usman Haji yang mengislamkan penguasa Sumenep, Pangeran
Secodiningrat III pada pada tahun 1415. Sedangkan yang menyiarkan Islam
di Sampang adalah Buyut Syekh, seorang keturunan Sayyidina Husain, cucu baginda
Nabi. Sedangkan Empu Bageno, murid Sunan Kudus berhasil mengislamkan Raja Arosbaya.
Sementara itu di
Indonesia timur, di Ternate raja yang mula-mula memeluk agama Islam adalah Raja
Gapi Buta. Ia berhasil diislamkan oleh Maulana Husain. Raja Gapi Buta mengganti
namanya menjadi Sultan Zainal Abidin dan setelah wafat dikenal dengan Raja
Marhum. Menurut catatan Pires, raja Maluku memeluk Islam kira-kira tahun 1465.
Syekh Mansur
berhasil mengajak raja Tidore yang bernama Kolano Cirliyati untuk memeluk agama
Islam kemudian berganti nama menjadi
Sultan Jamaludin. Sedangkan penyiar agama Islam di Seram adalah Maulana Zainal
Abidin dan muridnya, Kapiten lho Lussy.
Raja Sulawesi yang
pertama kali memeluk agama Islam adalah Raja Talo
atau Mangkubumi Goa yang bernama I Mallingkang Daeng Manyonri yang kemudian bergelar Sultan
Abdullah Awalul Islam. Kemudian disusul oleh Raja Goa yang bernama I
Managarangi Daeng Manrabia yang bergelar Sultan Alaudin. Ulama yang berjasa
mengislamkan Goa adalah tiga ulama dari Minangkabau, yaitu Katib Tunggal atau Datuk Ri Bandang,
Katib Sulung atau Datuk Ri Patimang,
dan Katib Bungsu atau Datuk Ri Tiro pada tahun 1603. Pada tahun
yang sama ketiganya juga berhasil
mengislamkan Luwu dan Wajo/ raja Luwu La Patiware memeluk agama Islam dan
bergelar Sultan Waliyullah Mudharudin.
Ulama yang berjasa menyebarkan Islam di Sulawesi
Tengah adalah Sayid Zen Al-Aydrus dan Syarif Ali. Di Sulawesi Utara
Raja Jacob Manopo masuk Islam melalui Sayid Husain bin Ahmad bin Jindan dari Sulawesi Selatan. Sementara itu di
Kalimantan Barat Islam disyiarkan oleh Syekh Husain yang mengislamkan Raja Giri
Kusuma. Tokoh lain yang berjasa
dalam berdakwah di sana adalah Syarif Idrus dan Syarif Husain. Sementara
muballigh yang mengislamkan Kalimantan Timur adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
Sementara itu,
tokoh yang berjasa dalam penyebaran Islam di Lombok adalah Sunan Prapen, putra
Sunan Giri. Selain itu ada juga Habib Husain bin Umar dan Habib Abdullah Abbas.
Keduanya dari Hadhramaut. Syekh Abdurrahman dari Benggali menyebarkan di
Sumbawa dan Timor. Tokoh lainnya
lagi adalah Pangeran Suryo Mataram, pejuang perang Pangeran Diponegoro.
D. KESIMPULAN
Essay
1.
Ada
tiga teori tentang masuknya Islam ke Indonesia,
yaitu teori Gujarat, teori Persia, dan Teori
Arabia. Jelaskan secara singkat!
2.
Sebutkan
kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri di Nusantara!
3.
Sebutkan para
ulama pembawa agama Islam!
4.
Jelaskan
bagaimana cara penyebaran Islam di Indonesia!
5.
Jelaskan bagaimana faham keislaman yang berkembang di Indonesia!
6.
Apa yang kau
ketahui tentang Ahlussunnah wal Jama’ah?
7.
Sebutkan
nama-nama Wali Sanga!
8.
Sebutkan
pembawa agama Islam di Indonesia.