TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK DI BERBAGAI NEGARA

        Tipe budaya politik yang berlaku di negara-negara pada umumnya dapat dibedakan berdasarkan penggolongannya. Misalnya berdasarkan sikap yang ditunjukkan, sikap terhadap tradisi dan perubahan, serta berdasarkan orientasi politiknya. Agar lebih jelas, simak berbagai penggolongan tipe budaya politik berikut ini.
a. Tipe Budaya Politik Berdasarkan Sikap yang Ditunjukkan
      Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap militan atau toleransi. 
1) Budaya Politik Militan
     Budaya politik yang tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Jika terjadi krisis, yang dicari adalah kambing
hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
2) Budaya Politik Toleransi
    Budaya politik yang pemikirannya berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar dengan selalu membuka pintu untuk bekerja sama, sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.


b. Tipe Budaya Politik Berdasarkan Sikap terhadap Tradisi dan Perubahan
      Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan, budaya politik dapat digolongkan sebagai berikut.
1) Budaya Politik yang Memiliki Sikap Mental Absolut
      Budaya politik yang mempunyai sikap mental absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang dianggap selalu sempurna dan tidak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada hal yang selaras dengan mentalnya dan menolak hal-hal yang baru.
       Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, dan hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Oleh karena itu, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
2) Budaya Politik yang Memiliki Sikap Mental Akomodatif
      Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan bersedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini. Berdasarkan kedua tipe budaya politik tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan.
      Adapun tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
c. Tipe Budaya Politik Berdasarkan Orientasi Politik
       Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, setiap sistem politik akan
memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik berbeda-beda. Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut.
1) Budaya politik parokial (parochial political culture), yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya, tingkat pendidikan relatif rendah).
2) Budaya politik kaula (subject political culture), yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif.
3) Budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
   Bagaimanakah karakteristik dari budaya politik parokial, budaya politik kaula atau subjek, dan budaya politik partisipan? Perhatikan pembahasan berikut ini.
1) Budaya Politik Parokial
     Budaya politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah. Dalam budaya politik ini masyarakat tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik. Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. 
   Tidak munculnya perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik tersebut menyebabkan sulitnya membangun demokrasi dalam budaya politik parokial. Demokrasi dalam budaya politik parokial hanya dapat dibangun jika terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru.
     Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya politik parokial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai objek umum, objek-objek input, objek-objek output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati nol.
b) Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam masyarakat.
c) Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan terhadap perubahan komparatif yang             diinisiasikan oleh sistem politik.
d) Kaum parokial tidak mengharapkan apa pun dari sistem politik.
e) Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang lebih sederhana ketika spesialisasi       politik berada pada jenjang sangat minim.
f) Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif daripada           kognitif.
2) Budaya Politik Kaula atau Subjek
   Budaya politik kaula atau subjek lebih rendah satu derajat dari budaya politik partisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman jika membicarakan masalah-masalah politik.
   Demokrasi sulit berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subjek karena tiap-tiap warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah
melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu, mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah sehingga sangat sukar untuk mengharapkan partisipasi politik yang
tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan ciri budaya kaula atau subjek sebagai berikut.
a) Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem politik yang diferensiatif dan aspek     output dari sistem itu. Akan tetapi, frekuensi orientasi terhadap objek-objek input secara khusus,         dan  terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
b) Para subjek menyadari adanya otoritas pemerintah.
c) Hubungannya terhadap sistem politik secara umum dan terhadap output, administratif secara               esensial merupakan hubungan yang pasif.
d) Orientasi subjek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
     Tipe budaya kaula atau subjek ini antara lain diterapkan oleh golongan bangsawan Prancis. Mereka sangat menyadari adanya institusi demokrasi, tetapi secara sederhana hal ini tidak memberi keabsahan kepada mereka.
3) Budaya Politik Partisipan
     Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan. Mereka juga memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes jika terdapat praktikpraktik pemerintahan yang tidak fair.
       Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi karena adanya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah. Hal itu ditunjukkan oleh tingkat kompetensi politik warga negara yang tinggi dalam menyelesaikan sesuatu hal secara politik. Warga negara merasa memiliki peran politik. Mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu, warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela karena adanya saling percaya (trust) antarwarga negara. Oleh karena itu, dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan ciri budaya partisipan sebagai berikut.
a) Frekuensi orientasi politik sistem sebagai objek umum, objek-objek input, output, dan pribadi             sebagai partisipan aktif mendekati satu.
b) Bentuk kultur politik anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit.               Masyarakat pun aktif terhadap sistem politik secara komprehensif. Selain itu, masyarakat juga aktif     terhadap struktur dan proses politik serta administratif (aspek input dan output sistem politik).
c) Anggota masyarakat bersikap partisipatif terhadap objek politik (tingkat partisipasi masyarakat           sangat tinggi).
d) Masyarakat berperan sebagai aktivis.
Contoh masyarakat atau bangsa yang memiliki tipe budaya politik partisipan, menurut studi Almond dan Verba adalah Inggris dan Amerika Serikat.
Menurut Almond dan Verba, ketiga tipe (partisipan, parokial, dan subjek) tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik sebagai berikut.
1) Budaya Politik Parokial-Subjek (The Parochial-Subject Culture)
   Bentuk budaya campuran (subjek-parokial) ini merupakan peralihan atau perubahan dari pola budaya parokial menuju pola budaya subjek (pemerintahan yang sentralistik). Contoh budaya ini adalah bentuk-bentuk klasik kerajaan, seperti kerajaankerajaan di Afrika, Rusia (Jerman), dan Kekaisaran Turki.
2) Budaya Politik Subjek-Partisipan (The Subject-Participant Culture)
   Bentuk budaya campuran (subjek-partisipan) merupakan peralihan atau perubahan dari budaya subjek (pemerintahan yang sentralistik) menuju budaya partisipan (demokratis). Contoh negara yang memiliki tipe budaya campuran ini adalah Prancis, Jerman, dan Italia.
3) Budaya Politik Parokial-Partisipan (The Parochial-Participant Culture)
     Bentuk budaya campuran (parokial-partisipan) ini merupakan peralihan atau perubahan dari pola budaya parokial menuju budaya partisipan. Tipe budaya campuran ini terdapat banyak di negara-negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan politik. Pada umumnya, di negara-negara berkembang budaya politik yang dominan adalah budaya parokial. 
     Meskipun demikian, norma-norma struktural yang diperkenalkan biasanya bersifat partisipan dan demi keselarasan mereka menuntut suatu budaya partisipan. Hal ini sering menimbulkan ketimpangan antara struktur yang menghendaki sifat partisipan dengan budaya alami yang masih bersifat parokial.
Materi PKN by SUMART BLOG http://sumar-blog.blogspot.co.id/2015/02/tipe-tipe-budaya-politik.html