Alat Musik Tradisional Rebab

Alat Musik Tradisional Rebab
Karya: Rizki Siddiq Nugraha


Alat Musik Tradisional Rebab
Rebab merupakan salah satu alat musik tradisional bagi masyarakat Melayu, termasuk sejumlah daerah di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Rebab adalah alat musik tradisional yang terbilang tua. Alat musik tradisional ini telah dikenal sejak abad-9 Masehi. Alat musik tradisional ini awalnya merupakan alat musik yang datang dari luar, namun pada perkembangannya, permainan alat musik ini memiliki warna tersendiri yang berbeda dengan permainan musik dari negara asalnya Timur Tengah. Permainan rebab memiliki ciri khas tersendiri yang disesuaikan dengan adat budaya dan tradisi masyarakat Melayu. Di dalam buku “Kesenian Tradisional Masyarakat Kepulauan Riau” yang ditulis oleh Novendra dan Evawarni (2006) disebutkan bahwa, Rebab telah disinggung oleh Al Farabi (870-950 Masehi) dalam bukunya “Kitab Al Musiqi al Kabir”. Ada juga yang menyatakan bahwa rebab telah dilukiskan pada dinding Candi Borobudur pada abad ke-11 Masehi.
Rebab berasal dari kata rebab, rebeb, rabab, rababah, atau al-rababa, yakni berasal dari bahasa serapan dari bahasa Arab, yang dapat diartikan busur atau gondewa. Seiring perkembangan zaman, alat musik tradisional rebab datang ke Indonesia melalui jalur-jalur perdagangan Islam dari negara Timur Tengah, Afrika Utara, bagian dari Eropa, Asia Timur, dan Asia tenggara.
Rebab umumnya terbuat dari tembaga. Akan tetapi seiring dengan perkembangannya, alat musik tradisional rebab telah mengalami perubahan. Bagian-bagian rebab tidak lagi dibuat dari tembaga, melainkan dari bahan baku alami. Pada bagian yang memanjang, rebab dibuat dari kayu nangka. Pada bagian tubuh yang berbentuk hati terbuat dari kayu yang berongga serta ditutup dengan kulit, usus, atau kemih lembu yang telah dikeringkan. Hal ini berfungsi sebagai resonator atau pengeras suara.
Alat musik tradisional rebab digunakan untuk pengiring nyantian sinden, khususnya pada gamelan. Fungsi rebab tidak hanya sebagai pengiring, akan tetapi juga sebagai penuntun arah lagu. Rebab memiliki bunyi yang khas. Rebab dimainkan dengan cara digesek. Bunyi lirih rebab sering kali dijadikan sebagai salah satu instrumen pembuka pada pertunjukan kesenian wayang. Rebab dengan cakupan nada yang luas serta dapat masuk ke dalam laras apapun. Instrumen rebab dijadikan sebagai penentu arah tembang serta menuntun alat musik lainnya beralih dari suasana yang satu menuju suasana yang lain. Tidak heran jika ada yang menyebutkan bahwa rebab merupakan pemimpin tembang.
Rebab memang memiliki kedudukan yang penting pada sebuah tembang. Namun, tidak banyak orang yang tertarik memainkan dan mempelajari rebab, apalagi di kalangan kaum muda.
Sebagai salah satu instrumen pemuka, rebab telah diakui sebagai pemimpin lagu pada ansambel, terutama pada gaya tabuhan lirih. Pada kebanyakan dari gendhing-gendhing, instrumen rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, serta pathet yang akan dimainkan. Wilayah dari nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apapun. Maka, alur musik rebab memberikan petunjuk yang jelas untuk alur lagu gendhing.

Referensi
Novendra, & Evawarni (2006). Kesenian Tradisional Masyarakt Kepulauan Riau. Tanjungpinang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.