Kesenian Indonesia Zaman Paleolitikum
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Paleolitikum merupakan zaman batu tua yang terjadi selama berlangsungnya masa plestosen atau diluvium, kira-kira 600.000 tahun yang lalu. Pada masa plestosen, permukaan bumi dipenuhi oleh es. Iklim yang dingin pada masa ini disebut juga masa glasial. Manusia harus berpindah-pindah ke tempat yang iklimnya lebih cocok bagi mereka atau menyesuaikan diri dengan alam. Bagi mereka yang tidak mampu bertahan tentu saja akan punah. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain pada masa itu dimungkinkan karena es menyusutkan permukaan laut antara 100-150 m dari permukaan semula. Daratan yang tercipta dari laut dangkal ini kemudian menjadi jembatan bagi manusia untuk berpindah tempat dalam usaha mereka mencari makan dan menghindari bencana. Setelah zaman palaolitikum ini berakhir maka seluruh periode zaman batu terjadi pada zaman geologi holosen atau alluvium.
Pada tahun 1935, Von Koenigswald menemukan sejumlah alat-alat batu di daerah Pacitan. Alat tersebut dinamakan kapak genggam atau kapak perimbas, yang merupakan alat serupa kapak tetapi tidak bertangkai karena penggunaannnya digenggam. Kapak genggam dibuat dengan teknik yang masih kasar dan tidak berkembang dalam kurun waktu yang lama, kira-kira dari tingkat akhir plestosen tengah sampai permulaan holosen.
Perkakas-perkakas zaman paleolitikum ini dibuat dengan teknik pemotongan sederhana secara langsung dari batu-batu kerakal atau pecahan batu yang diperoleh dari saling membenturkan batu besar. Sejumlah alat tersebut, di antaranya:
1. Kapak genggam
Alat ini memiliki ujung-ujung yang lebih halus. Benda yang digunakan untuk menguliti dan memotong hewan buruan ini terdapat dalam berbagai ukuran.
2. Alat serut samping
Alat ini berfungsi sebagai pengolah kulit. Pinggiran serpihnya kuat dan diasah halus.
3. Gurdi
Gurdi adalah kepingan batu yang dihaluskan. Diduga fungsinya untuk melubangi kulit binatang. Diduga merupakan bukti usaha pertama manusia dalam membuat pakaian.
4. Alat runcing levallois
Alat ini memiliki pinggiran yang tajam dan permukaan yang diolah hingga pantas untuk menjadi mata tombak, berfungsi untuk menusuk namun tidak untuk dilempar.
Pada zaman paleolitikum ini kita bisa temukan ukiran-ukiran tulang dan lukisan gua yang sangat indah. Di Eropa Selatan terdapat banyak sekali arca-arca, lukisan gua dengan gambar binantang. Ini menunjukkan bahwa cita rasa seni dan keindahan telah ada pada manusia di zaman akhir plestosen.
Manusia purba di Eropa telah memiliki cita rasa seni dimulai pada zaman paleolitikum atas. Lukisan-lukisan batu yang mereka tinggalkan dibuat dengan cermat, teliti, dan dapat disimpulkan bahwa ini adalah hasil karya seniman berpengalaman. Gaya penggambaran pada masa ini tidak banyak berubah, namun menggunakan teknik yang berbeda-beda. Medianya bisa pada dinding gua atau tulang, catnya menggunakan bahan alam, dengan kuas dahan remuk, bulu, atau rambut.
Lukisan Dinding Zaman Paleolitikum
Lukisan pada dinding gua di Eropa ini ada yang hanya sketsa dan ada juga yang terdapat isi pada bidang sketsa. Manusia purba pada masa ini juga mengenal gambar bayangan dengan mencuci tinta berlebih pada dinding dan menambahkan campuran warna lain yang dikehendaki.
Ukiran pada zaman ini juga berisi makhluk-makhluk yang tidak jauh berbeda, yaitu binatang buruan. Mereka mengukir pada tulang dengan gurdi, sehingga dihasilkan goresan-goresan kuat dan halus. Beberapa karya yang telah ditemukan telah ada yang berbentuk binatang, dan terbuat dari gading, tulang, atau tanduk.
Adapun di Indonesia, tanda-tanda kuat bahwa kesenian zaman plestosen telah hadir belum didapat. Gambar tertua yang ditemukan di Indonesia ditemukan oleh Heeren Palm pada tahun 1950 di gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan, yakni berupa telapak tangan berwarna merah. Awalnya gambar ini diperkirakan berasal dari zaman akhir paleolitikum, namun setelah diteliti dengan seksama ternyata peninggalan ini berasal dari zaman mesolitikum.