KONSEP SOAL HOTS

“Bukan isi pelajarannya yang utama. Tapi efek dari belajar tersebut yang paling penting.”

HOTS merupakan sebuah konsep pendidikan yang didasarkan pada Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom adalah kerangka yang membagi tujuan pendidikan menjadi beberapa kelompok. Berdasarkan Taksonomi Bloom, dalam mempelajari suatu topik, ada beberapa tingkatan kemampuan berpikir, mulai dari tingkat rendah (Lower-order thinking skills, disingkat LOTS) sampai tingkat tinggi (Higher-order thinking skills, disingkat HOTS). Dari namanya aja, pembelajaran HOTS tentunya memerlukan kemampuan berpikir lebih daripada soal LOTS. Eh biar praktis, mulai dari sini dan seterusnya, kita sebut saja soal bukan HOTS (non-HOTS) sebagai soal LOTS ya.

Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1) transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2) memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda- beda, 4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal recall.

Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja.Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001), terdiri atas kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2), menerapkan (aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6).Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO.Sebagai contoh kata kerja ‘menentukan’ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja ‘menentukan’ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja ‘menentukan’ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

Pada penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus. Stimulus merupakan dasar untuk membuat pertanyaan.Dalam konteks HOTS, stimulus yang disajikan hendaknya bersifat kontekstual dan menarik.Stimulus dapat bersumber dari isu-isu global seperti masalah teknologi informasi, sains, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di daerah, atau berbagai keunggulan yang terdapat di daerah tertentu. Kreativitas seorang guru sangat mempengaruhi kualitas dan variasi stimulus yang digunakan dalam penulisan soal HOTS.

Soal HOTS tidak berhenti di menguji kemampuan MENGINGAT, MEMAHAMI, dan MENERAPKAN, tetapi juga menuntut siswa untuk MENGANALISIS, MENGEVALUASI, dan MENCIPTA model/kesimpulan dari informasi yang disediakan.


Karakteristik

Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS.

1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi,  Soal LOTS Fokus pada “Mengingat”, Soal HOTS Fokus pada “Menalar”
The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang.Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making).Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik.

Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas:
a. kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
b. kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda;
c. menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara sebelumnya.

‘Difficulty’ is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills.Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.

Soal HOTS Tidak Selalu Susah, Banyak yang menghebohkan bahwa soal HOTS itu susah. Sebenarnya perlu diperjelas dulu sih maksud “susah” di sini tuh gimana. Pada dasarnya, soal HOTS itu ga selalu susah kok. Begitu juga sebaliknya, soal LOTS belum tentu mudah. Mau bentuknya soal HOTS atau LOTS, bukan perkara susah atau mudah. Tapi lebih ke apa yang ditanyakan.


2. Berbasis permasalahan kontekstual, Soal HOTS Banyak Menanyakan Fenomena Sehari-hari
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan.Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply)dan mengintegrasikan(integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata.

Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.

Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).
Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.
Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.
Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.
Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut.

Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia;
Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.
Berikut disajikan perbandingan asesmen tradisional dan asesmen kontekstual.
perbandingan ass tradisional dan kontektual

Pengaitan ke kehidupan sehari-hari ini membuat lo jadi melihat relevansi apa yang lo pelajari di sekolah dengan kehidupan nyata. Dari sini, rasa penasaran muncul. Pas kita udah penasaran, kita jadi tertantang menjawabnya. Proses penelusuran jawabannya (belajar) pun jadi yang seru dan satisfying.

3. Menggunakan bentuk soal beragam
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif.Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.Penilaian yang dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.

Lower-order Thinking Skills (LOTS) tentunya diperlukan sebagai tahapan awal pembelajaran. Sebelum bisa menganalisis dan berkreasi, tentunya kita butuh ingat dan paham. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika sebuah proses belajar terlalu didominasi oleh LOTS saja.

Pengajaran berbasis LOTS membuat sekolah hanya sibuk memberikan (mengisi ember) pengetahuan sebanyak-banyaknya dan menuntut siswa sekadar menyimpan memori. Sekarang kita ingat, besoknya lupa. Padahal mah fungsi ini sudah bisa dilakukan smartphone, Google, dan Wikipedia. Dan siapa tahu 5 atau 10 tahun lagi, pengetahuan itu sudah obsolete (usang).

Menurut World Economic Forum, 65 persen anak yang sekarang duduk di bangku sekolah dasar, nantinya akan bekerja di tipe profesi baru yang belum ada pada masa kini. Maka dari itu, memberikan begitu banyak informasi yang amat spesifik dan menuntut siswa untuk menghafalnya kurang berfaedah dalam mempersiapkan masa depan kalian.

Ditambah lagi, soal LOTS membuat siswa “buta” akan relevansi pelajaran tersebut ke dunia nyata. Kebutaan ini menumpulkan nalar dan rasa ingin tahu. Tidak mengherankan kalo pembelajaran berorientasi LOTS cenderung membuat belajar jadi proses yang membosankan.

Idealnya, dengan mempelajari beragam topik, otak kita terlatih untuk menganalisis informasi, berlogika, dan menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, topik-topik tersebut sebenarnya “hanya” tool untuk menempa/melatih otak kita berpikir dengan baik. Dan menurut gue pribadi, pembelajaran berorientasi HOTS lah yang bisa memfasilitasi tujuan ideal itu. Soal HOTS adalah model evaluasi pendidikan yang menguji kemampuan berpikir tingkat tinggi. Ketimbang ditanya fakta atau definisi, siswa ditanya bagaimana sebuah sistem bekerja. Soal HOTS akan mengasah logika, pola pikir kritis, dan kreativitas siswa. Soal HOTS mampu mengajak siswa connecting the dots, mengaitkan satu materi ke materi lain untuk membangun sebuah cerita besar yang seru. Jadi, ga berlebihan gue katakan bahwa pembelajaran berbasis HOTS mampu igniting fire, memicu rasa penasaran dan semangat belajar di dalam diri lo.