Selamat Tahun Baru, Kawan
Oleh: KH Musthofa Bisri.
Kawan, sudah tahun baru lagi..
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk?
Memandang diri sendiri?
bercermin firman Tuhan sebelum kita dihisabnya?
Kawan, siapakah kita ini sebenarnya?
Musliminkah?
Mukminin?
Muttaqin?
Khalifah Allah?
Umat Muhammad-kah kita?
Khaira ummatin kah kita?
Atau kita sama saja dengan makhluk lain?
atau bahkan lebih rendah lagi?
Hanya budak-budak perut dan kelamin
Iman kita kepada Allah dan yang ghaib rasanya lebih tipis dari uang kertas ribuan, lebih pipih dari kain rok perempuan
Betapapun tersiksa, kita Khusyuk di depan massa dan tiba-tiba buas dan binal justru di saat sendiri bersama-Nya
Syahadat kita rasanya seperti perut bedug, atau pernyataan setia pegawai rendahan, kosong tak berdaya
Shalat kita rasanya lebih buruk dari senam Ibu-ibu, lebih cepat dari pada menghirup kopi panas dan lebih ramai daripada lamunan seribu anak muda
Do’a kita sesudahnya justru lebih serius kita memohon hidup enak di dunia dan bahagia di surga
Puasa kita rasanya sekedar mengubah jadwal makan minum dan saat istirahat tanpa menggeser acara buat syahwat
Ketika datang lapar atau haus;
Kita pun menggut-manggut
“Oh beginikah rasanya”
Dan kita sudah merasa memikirkan saudara-saudara kita yang melarat
Zakat kita jauh lebih berat terasa dibanding tukang becak melepas penghasilannya untuk kupon undian yang sia-sia
Kalaupun terkeluarkan harapanpun tanpa ukuran, upaya-upaya Tuhan menggantinya beripat ganda
Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri, mencari pengalaman spiritual dan material
Membuang uang kecil dan dosa besar, lalu pulang membawa label suci asli made in Saudi.. HAJI
Kawan, lalu bagaimana, bilamana dan berapa lama kita bersamaNya?
Atau kita justru sibuk menjalankan tugas mengatur bumi seisinya
Mensiasati dunia sebagai khalifahnya
Kawan, tak terasa kita semakin pintar
Mungkin kedudukan kita sebagai khalifah mempercepat proses kematangan kita, paling tidak kita semakin pintar berdalih
Kita perkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan
Kita berkelahi demi menegakkan kebenaran
Melacur dan menipu demi keselamatan
Memamerkan kekayaan demi mensyukuri kenikmatan
Memukul dan mencaci demi pendidikan
Berbuat semuanya demi kemerdekaan
Tidak berbuat apa-apa demi ketentraman
Membiarkan kemungkaran demi kedamaian
Pendek kata, demi semua yang baik, halallah semua sampaipun yang paling tidak baik
Lalu bagaimana para cendikiawan dan seniman?
Para mubaligh dan kiai penyambung lidah Nabi?
Jangan ganggu mereka
Para cendikiawan sedang memikirkan segalanya
Para seniman sedang merenungkan apa saja
Para muballigh sedang sibuk berteriak kemana-mana
Para kiai sedang sibuk berfatwa dan berdo’a
Para pemimpin sedang mengatur semuanya
Biarkan mereka di atas sana
Menikmati dan meratapi nasib dan persoalan mereka sendiri
Kawan, selamat tahun baru
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk dan memandang diri sendiri?