KARAWANG – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) menjadi satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat mandat oleh pemerintah untuk mencetak uang dan dokumen resmi lain. Uang kartal yang dicetak yakni dalam bentuk kertas dan logam.
Dalam prosesnya, Peruri hanya bertindak sebagai pencetak uang saja. Sebab, kebijakan untuk pembuatannya berada di tangan Bank Indonesia. Peruri hanya memenuhi target kontrak yang diberikan Bank Indonesia.
Berada di kawasan Industri Karawang, Peruri berdiri di lahan seluas 202 hektar. Terdiri dari areal percetakan uang kertas, percetakan uang logam dan areal percetakan dokumen resmi seperti materai, cukai, sertifikat tanah dan paspor.
Dalam kegiatan media gathering yang diselenggarakan Bank Indonesia Kantor Perwakilan Tegal, para jurnalis dari berbagai media ini berkesempatan berkunjung ke Peruri, Kamis (1/8/2019). Bank Indonesia KPw Tegal sengaja mengajak para awak medua ke Peruri agar bisa mengenalkan proses pembuatan rupiah. Sehingga bisa lebih menjaga mata uang NKRI itu.
Dari awal masuk pintu gerbang, pengaman fisik sudah mulai tampak. Sebab, masuk ke peruri tidaklah mudah. Harus sudah terverifikasi dan melalui beberapa pintu akses. Termasuk jajaran direksi dan karyawan maupun pengunjung.
Gedung Peruri.
Setelah masuk, awak media yang biasanya menenteng kamera, mereka harus rela untuk tidak bisa mengambil gambar proses pencetakan uang. Baik handphone, tas dan segala perlengkapan termasuk uang juga harus ditinggal.
Memasuki ruang pertama, petugas menunjukkan proses awal, dimana bahan berupa kertas khusus yang sudah disediakan Bank Indonesia mulai dicek lembar demi lembar. Setelahnya, kertas tersebut masuk ke dalam mesin offset atau cetak dasar.
Setelah itu, bahan kertas tersebut kembali masuk ke dalam sebuah mesin untuk dicetak dalam menggunakan tinta khusus. Proses inilah yang memberi kesan kasar dan terdapat detile gambar dalam uang kertas.
Sampai pada proses tersebut, uang kertas belum dilakukan cutting atau pemotongan. Dalam satu lembar bilyet, terdapat 45 – 50 lembar uang kertas.
Proses selanjutnya yakni pengecekan. Bilyet tersebut disortir satu per satu. Hal ini untuk mengetahui apakah ada yang rusak atau tidak. Pengecekkan juga menggunakan mesin, sehingga lebih akurat.
Tak hanya sampai di situ saja. Proses masih berlanjut dengan pemberian nomor seri. Kemudian dicek lagi, barulah masuk mesin pemotong dan pengepakan (cutting and packing).
Direktur Produksi Perum Peruri, Saeful Bahri usai menerima kunjungan menjelaskan, produksi uang kertas dilakukan sesuai pesanan dari Bank Indonesia dan dilakukan setiap hari.
“Jadi karena penduduk Indonesia cukup besar, jadi kebutuhan uang besar juga, sehingga kita mencetak uang setiap hari nonstop. Ada 3 sift yang bergantian selama 24 jam sepanjang tahun,” jelas Saeful.
Saeful Bahri, Direktur Operasional PT. Peruri. (Foto: Irsyam Faiz)
Cetak 60 Juta Per Hari
Adapun jumlah produksi setiap hari, Saeful mengatakan Peruri tidak menggunakan nominal rupiah. Sebab dihitung menggunakan bilyet atau lembaran kertas bahan baku. “Kurang lebih 60 juta per hari,” lanjutnya.
Meski didukung oleh mesin dan sistem dengan tekhnologi canggih, namun ada kerusakan uang kertas setiap kali produksi. “Ada toleransi kerusakan cetak, akan tetapi selama ini di bawah standar kerusakan yaitu 5 persen,” kata Saeful.
Kerusakan tersebut menurut Saeful bervariasi. Di antaranya, tinta yang kurang tebal, mleber dan terdapat titik sekecil apapun, itu dianggap rusak.
“Uang yang rusak kita kembalikan ke BI. Ada batas toleransinya,” lanjut Saeful.
Selain uang rupiah, Peruri juga ternyata mencetak uang Negara Nepal. Dan beberapa dokumen resmi yang merupakan pesanan dari beberapa negara di Asia