Jubah Yang dimiliki Rosululloh, Pakaian kita?

[ISTAMI‘UU HADZIHIL QISHOH, YA IKHWANI …]
“Dengarkanlah kisah ini, karena ini adalah kisah yang sangat menarik yang pernah engkau dengarkan.” Kira-kira begitu apa yang sampaikan oleh Sayyidil-Habib Umar ibn Hafidz sebelum memulai menceritakan kisah berikut ini. Adapun kisah ini diterjemahkan oleh Ustadzi wa Habibana Alwi ibn Ali al-Habsyi dalam majelis rutinan Ahad pagi yang diadakan di Ma’had Darul Ilmi wad-Da‘wah al-Hidayah, Surakarta. Dan sedikit proses editing dari al-Faqir. 

 
 
Ayyuhal-ikhwan, mari sama-sama kita simak kisah berikut dan ceritakanlah kembali kepada keluarga atau pun anak-anak kita, semoga lantaran membaca dan menceritakannya dapat juga membawa keberkahan bagi diri kita semuanya. Aamiin ya Rabbal-‘Aalamiin.
Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah diberikan hadiah oleh salah seorang dengan sebuah (عَبَاءَةْ) atau Jubah. Kemudian, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyuruh Sayyidatuna Aisyah untuk menyimpannya. (Jubah itu diberikan kepada Sayyidatuna Aisyah, lalu dilempitnya dan disimpan ke dalam suatu tempat). Tiba-tiba, setelah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyuruh Sayyidatuna Aisyah untuk menyimpan jubah tersebut, maka datanglah seseorang yang mengetuk pintu rumah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan rupanya orang yang mengetuk-ngetuk itu adalah seorang peminta-minta atau pengemis.
Maka, pengemis itu meminta kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam sedekah. Maka ketika itu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Sayyidatuna Aisyah, “Ya Aisyah adakah yang bisa disedekahkan? Gandum ada tidak?” Lalu Sayyidatuna Aisyah pun berkata, “Ya Rasulullah, walau dzarrah ma wajadda li-dzaalik/ Ya Rasulullah, meski sebiji pun tak ada gandum dirumahmu ini.” (Inilah keadaan saat itu di rumahnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam di mana selama 3 hari tak ada apa pun yang bisa untuk dimakan). Kemudian, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengatakan lagi kepada Sayyidatuna Aisyah, “Coba Aisyah perlihatkan jubah yang baru dihadiahkan tadi.” Maka Sayyidatuna Aisyah menghaturkan jubah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tersebut. Dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun melipatnya, dimasukkan ke dalam tempatnya yang semula tadi, lalu jubah itu diberikan kepada pengemis tersebut. Masya Allah.
Maka kemudian, pengemis tersebut pun merasa bangga sekali. (Bahagianya bukan main). Dan pengemis itu bersegera menuju ke pasar, lalu ia mengatakan (sambil berteriak-teriak), “Man-yasytari ‘abaa‘atan Rasulillah? (Wahai, penduduk pasar) Siapa yang ingin membeli jubanya Rasulullah?” Maka seketika itu orang-orang yang ada dipasar berkumpul menemui pengemis tadi dan menanyakan, “Berapa harga? Ini berapa harganya? Jubanya Rasulullah ini berapa harganya?” (Masya Allah, pengemis tadi yang tidak punya apa-apa, uang pun tidak ada, lalu ia memberanikan diri untuk menjual jubahnya Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang baru saja ia dapati). Kemudian, jubah itu pun ditawar-tawar oleh penduduk pasar, bahkan para Sahabat Nabi pun berkeinginan untuk memiliki jubah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tersebut.
Hingga pada suatu saat, ada seorang yang buta matanya (A‘ma) mendengarkan orang yang menjual jubahnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Lalu orang yang buta tadi mengatakan kepada pelayannya (Ghulam atau Budak laki-lakinya), “Idzhab wa-hdhur al-‘abaa’ah mahmaa ghalaa tsamanuha? Berangkat engkau ke orang itu dan engkau hadirkan jubah itu di hadapanku, dan beli-lah meski hargnya semahal apa pun?” Masya Allah Tabarakallah. (Kata orang buta tadi, “Engkau harus beli pokoknya, hatta ruhmu yang engkau tebus tetap harus kau beli, sebab ini jubahnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam) Dan orang yang buta tadi mengatakan lagi kepada pelayannya tersebut, “Wahai budakku, kalau engkau mampu membelinya maka engkau pun akan aku merdekakan di jalan Allah.” (Budaknya tentu senang sekali, apabila dapat dimerdekakan lantaran hanya dengan mampu membeli jubahnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam).
Singkat cerita, budak orang yang buta tadi pun berangkat menemui penjual jubahnya Rasulullah, lalu budak itu mengatakan kepada si penjual tersebut, “Ini aku punya majikan mau beli jubahya Rasulullah, berapa pun harganya pasti aku akan beli.” Maka ditawar-tawar dan akhirnya jubah tersebut dapat dibeli oleh budaknya orang yang buta tadi. Dan setelah itu, jubah tersebut dihadirkan kepada majikannya yang buta, maka kemudian majikannya yang buta itu memegang jubah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang ada di hadapannya sambil seraya mengatakan, “Ya Rabb, bi haqqi Rasulillah shallallâhu ‘alaihi wa sallam wa barakati ‘abaa’atihi-thaahirah baina yadayya a‘id ilayya bashari? Ya Allah, kembalikanlah pandanganku ini dengan kemulian jubahnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.”
Kata majikan yang buta tadi, “A‘id ilayya bashari? Kembalikanlah pandanganku ini?” Ia katakan demikian sambil mengusap-usap jubahnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam ke matanya yang buta itu. Maka tidak lama setelah ia mengusapkan jubah itu ke matanya yang buta, lalu (SUBHANALLAH) orang yang buta tadi itu bisa melihat kembali seperti semula, bahkan matanya lebih terang daripada sebelumnya. Kemudian orang yang tadinya buta itu, sambil membawa jubahnya pergi ke rumah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan penuh rasa bangga, bahagia. (Sebab matanya ini bisa melihat lagi setelah sekian tahun lamanya buta). Dan ia pun berkata kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, qad ‘aada bashari wa ilaikal-‘aba’ah hadiyah minni? Wahai Rasulullah, mataku sudah kembali lagi seperti semula dan engkau aku kasih jubah ini lagi?” Jadi, jubahnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dikembalikan lagi. (ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAIH …). Lalu oleh orang yang tadinya buta itu mengisahkan bagaimana kronologisnya dan kenapa jubah itu pun bisa kembali lagi ke tangannya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Ketika dikisahkan kenapa jubah itu bisa kembali lagi ke tangannya Rasulullah, lalu Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun tersenyum sampai gigi gerahamnya terlihat. (Hal ini menandakan betapa bangga dan bahagianya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam).
Walhasil, setelah itu Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada Sayyidatuna Aisyah, “Perhatikanlah wahai Aisyah jubah yang aku punya ini. Ia bisa mengkayakan orang yang miskin (Faqir), ia bisa menyembuhkan orang yang sakit (buta), ia pun bisa memerdekakan budak dan kemudian kembali lagi kepada kita.” (SUBHANALLAH) Ini semua tidak lain melainkan berkahnya Rasulillah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. (Kisah ini diriwayatkan ada dalam kitab “Adabul-Mufrad Lil-Imam al-Bukhari” dan juga banyak diriwayatkan seperti oleh Imam Suyuthi, Imam Abu Bakar al-Baqilani yang dinukil oleh Al-Habib Umar ibn Hafidz di dalam salah satu ceramahnya, Wallahu A‘lam).
follow twitter @muhsinbsy/@penerbitlayar
4 Sya‘ban 1437 H/ 11 Mei 2016 M
*Silahkan Disebarluaskan …