Wahabi Mengubah Kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah Karya KH. Hasyim Asy’ari

Ini adalah bukti scan kitab asli karya Pendiri NU yang berjudul Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah. Wahabi mengatakan bahwa para Ketua NU seperti Gus Dur, KH. Hasyim Muzadi, dan KH. Said Aqil Siradj yang “bersahabat” dengan Muslim Syiah yang lurus sebagai berkhianat terhadap pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari. Sebagai bukti, Wahabi menerbitkan kitab “Risalah Ahlussunnah aal Jama’ah” susunan KH. Hasyim Asy’ari yang sayangnya sudah diubah/ditahrif oleh Wahabi. Sehingga kata-kata Rafidhi (Syiah Rafidhah yang sesat karena menghina sahabat), diubah oleh Wahabi sebagai Syi’i (semua Syi’ah) sebagai sesat. Jadi Syiah yang lurus yang tidak menghina sahabat pun dianggap sesat oleh Wahabi.

Nah sebagian ustadz muda NU yang ilmu dan wawasannya masih rendah, tertipu oleh "kitab palsu" Wahabi tersebut. Sehingga ikut-ikutan menganggap semua Syiah sesat. Mereka akhirnya suudzan terhadap ulama sepuh NU, termasuk Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj, seolah-olah Kiai Said Aqil ini Syiah atau pembela Syiah yang tidak menganggap semua Syiah itu sesat.

Sama halnya dengan Wahabi, ulama muda yang masuk NU Garis Lurus ini akhirnya tercemar paham Khawarij yang meragukan keadilan ulama NU yang sudah sepuh.

Ini adalah hasil scan kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah" karya KH. Hasyim Asy’ari yang asli:

Perhatikan yang dikecam oleh KH. Hasyim Asy’ari adalah Rafidhah yang menghina sahabat seperti Abu Bakar dan Umar. Kemudian juga di halaman berikutnya yang dikecam adalah Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi, Ibnu Taimiyyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha. Ibnul Qayim, dst. Jika kita teliti lebih lanjut, sebenarnya Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari telah mengurutkan antara firqah-firqah yang berbahaya itu. Dan yang terletak di urutan pertama dan paling berbahaya ialah Wahabi.

NU itu didirikan terutama untuk membendung paham Wahabi. Sebelum NU didirikan, para ulama pendiri NU membentuk Komite Hijaz untuk membela kebebasan bermadzhab di Mekkah. Saat itu Kerajaan Najd dengan bantuan Zionis Inggris menyerang dan menguasai Kerajaan Hijaz tahun 1925.

Aliran Wahabi yang terkenal puritan, berupaya menjaga kemurnian agama dari musyrik dan bid’ah namun secara membabi-buta dan melalui kekerasan. Beberapa tempat bersejarah, seperti rumah Nabi Muhammad Saw. dan sahabat, termasuk makam Nabi Muhammad pun hendak dibongkar. Umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) merasa sangat prihatin kemudian mengirimkan utusan menemui Raja Ibnu Saud. Utusan inilah yang kemudian disebut dengan Komite Hijaz.

Komite Hijaz ini merupakan sebuah panitia kecil yang dipimpin oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah. Setelah berdiri, Komite Hijaz menemui Raja Ibnu Suud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk menyampaikan beberapa permohonan, seperti meminta Hijaz memberikan kebebasan kepada umat Islam di Arab untuk melakukan ibadah sesuai dengan madzhab yang mereka anut. Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal, maka didirikanlah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.

Adapun lima permohonan yang disampaikan oleh Komite Hijaz, yaitu:

1. Memohon diberlakukan kemerdekaan bermadzhab di negeri Hijaz pada salah satu dari madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali). Atas dasar kemerdekaan bermadzhab tersebut hendaknya dilakukan giliran antara imam-imam shalat Jum’at di Masjidil Haram dan hendaknya tidak dilarang pula masuknya kitab-kitab yang berdasarkan madzhab tersebut di bidang tasawuf, aqidah maupun fikih ke dalam negeri Hijaz, seperti karangan Imam Ghazali, Imam Sanusi dan lain-lainnya yang sudaha terkenal kebenarannya.

2. Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal. Sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti Fathimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya berdasarkan firman Allah; “Hanyalah orang yang meramaikan masjid Allah orang-orang yang beriman kepada Allah”, dan firmanNya, “Dan siapa yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi orang lain untuk menyebut nama Allah dalam masjidnya dan berusaha untuk merobohkannya?”
3. Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan biaya yang harus diserahkan oleh jamaah haji kepada syaikh dan muthawwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah. Dengan demikian orang yang akan menunaikan ibadah haji dapat menyediakan perbekalan yang cukup buat pulang-perginya dan agar supaya mereka tidak dimintai lagi lebih dari ketentuan pemerintah.

4. Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.

5. Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) memohon balasan surat dari Yang Mulia yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut.

Dari situ kita tahu pendirian NU erat kaitannya dengan paham Wahabi. Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama'ah diterima oleh Raja Ibnu Saud. Makam Nabi Muhammad yang akan dibongkar pun tidak jadi dihancurkan. (Disarikan dari kabarislamia.com)