Teks sebagai .....

Teks sebagai Realisasi Proses Sosial
Teks dapat muncul dalam proses sosial kebahasaan dan nonkebahasaan. Di dalam proses sosial kebahasaan, teks merealisasikan perilaku verbal yang menjadi sentral atau dominan, sedangkan proses sosial nonverbal menjadi periferal. Artinya, pencapaian tujuan proses sosial kebahasaan ini direalisasikan melalui teks. Dengan demikian, teks mengandung nilai-nilai dan norma kultural yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Tipe teks, seperti musyawarah di dalam masyarakat tradisional, upacara adat, dan diskusi di dalam masyarakat, merupakan contoh teks yang menghadirkan nilai dan norma kultural dari masyarakatnya. Contoh lain, tipe teks debat yang terdapat di parlemen negara Barat, teks esai, atau interview televisi menunjukkan bahwa sebuah teks juga dibentuk dengan kandungan ideologis partisipannya. Kandungan ideologis dalam teks tampak pada bentuk perubahan atau keinginan untuk mempertahankan atau menentang sebuah status quo yang terdapat di dalam teks. Dalam pengertian seperti ini, teks merupakan fenomena linguistis yang dibentuk secara sosiokultural dan ideologis.
Di dalam proses sosial nonkebahasaan, teks hanya memerankan fungsi periferal. Fungsi utama proses sosial tersebut direalisasikan melalui aktivitas nonkebahasaan. Sepak bola, tenis, kerja bakti, dan sebagainya merupakan contoh proses sosial nonkebahasaan tersebut. Di dalam proses sosial seperti itu peran bahasa sangat sedikit dan tidak berperan membangun proses sosial secara keseluruhan.

Teks sebagai Proses dan Produk
Seperti yang telah dikemukakan, keberadaan teks selalu dikelilingi oleh lingkungannya, baik fisik maupun nonfisik, yang secara langsung mendukung keberadaan teks. Dengan kata lain, teks selalu berada di dalam konteksnya: konteks situasi dan konteks kultural yang selalu mendampinginya.
Teks tidak dapat ditentukan oleh panjang pendeknya berdasarkan jumlah kata, kalimat atau paragraf. Teks juga tidak dapat didefinisikan sebagai ekstensi atau perluasan dari bentuk-bentuk gramatikal (kumpulan kata, kalimat, dan paragraf).
Suatu teks dapat berupa/hanya satu kata, satu kelompok kata, satu kalimat, satu paragraf dan bisa juga mencapai satu buku atau satu uraian panjang selama dua jam. Yang terpenting ialah bahwa unit bahasa itu berada dalam konteks dan membawakan suatu fungsi sosial tertentu. Sebagai contoh, sebuah papan yang bertuliskan bahaya, yang terpasang pada gardu listrik di salah satu tiang di pinggir jalan, juga merupakan teks.
Konteks teks tersebut ialah medan yang berupa peringatan mengenai berbahayanya listrik yang terdapat di gardu, tiang listrik dengan kabelnya yang terletak di pinggir jalan. Pelibatnya adalah manajemen PLN dan orang yang lewat. Sarananya adalah papan bertuliskan bahaya mungkin dengan tanda kilat.
Konteks kulturalnya adalah pengetahuan mengenai listrik. Khususnya listrik dengan tegangan tinggi dapat menyengat orang sampai mati. Hal itu berarti papan yang bertuliskan bahaya di tiang listrik tersebut benar-benar merupakan teks karena pada tiang tersebut terdapat bahaya listrik. Oleh karena itu, orang yang melewati tiang tersebut tidak akan berani mendekati benda tersebut. Lain halnya apabila papan bertuliskan bahaya tersebut terdapat di keranjang sampah atau diletakkan di dalam gudang. Orang akan berani memegang benda yang ditempati papan tersebut. Orang tahu bahwa benda tersebut tidak berbahaya walaupun terdapat papan yang bertuliskan bahaya. Dalam keadaan itu papan bertuliskan bahaya tersebut tidak lagi sebuah teks karena sudah tidak berada di lingkungan yang sebenarnya atau sudah tidak berada di dalam konteksnya. Papan yang bertuliskan bahaya dalam keadaan seperti itu sudah menjadi sampah atau hanya papan yang disimpan di gudang. Demikian halnya tulisan yang terdapat di dalam buku akan masih dianggap teks apabila masih berada di dalam konteksnya: buku yang disimpan, baik di perpustakaan pribadi maupun umum. Apabila sudah dalam bentuk serpihan yang tercecer atau dalam bentuk bungkus makanan misalnya, bagian tersebut sudah tidak bisa lagi dikatakan sebagai teks. Alasannya, orang sudah sulit mencari lingkungan asal teksnya dan fungsi sosial teksnya yang disampaikan di dalamnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, sekali lagi, dapat dipahami bahwa teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas untuk merealisasikan fungsi atau makna sosial dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural. Oleh karena itu, teks lebih merupakan suatu sistem bahasa yang bersifat semantis dan sekaligus fungsional. Bahasa yang digunakan (fonologi, grafologi, leksikogramatika, serta semantik wacananya) merupakan pilihan linguistis penuturnya dalam rangka merealisasikan fungsi sosial teks. Teks bukan lagi hanya sebuah perluasan bentuk gramatikal dari kumpulan kata atau kalimat walaupun teks tentu saja mempunyai bentuk dan struktur.
Dengan melihat kenyataan ini, teks dapat dilihat dari dua sisi. pertama, teks dapat dipandang sebagai suatu proses, yaitu proses interaksi dan aktivitas sosial antarpartisipannya dalam mengekspresikan fungsi sosialnya. Dalam contoh papan bertuliskan bahaya, interaksi sosialnya diperoleh melalui proses mengidentifikasi pesan melalui unit-unit kebahasaan dan konteks yang mengelilinginya. Dalam contoh pengajaran di kelas, proses tersebut dapat diketahui melalui interaksi antara guru dan muridnya di dalam urutan aktivitas sosial untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut dalam konteks situasi dan kulturalnya. Teks sebagai proses juga terdapat pada proses pemilihan semantik wacana, tata bahasa, leksis, serta sistem bunyi atau grafologinya agar sesuai dengan konteks dan tujuan sosialnya.
Dalam pengertian kedua, teks dapat dipahami dalam bentuk sebuah produk. Sebagai sebuah produk, teks dapat direkam dalam bentuk audio dan visual dan dapat disimpan dan dikeluarkan kembali untuk keperluan proses sosial lainnya. Dalam pengertian seperti ini sebuah teks dapat didekonstruksi, dipelajari, dan dianalisis untuk memperoleh elemen linguistis, semantik, retoris, dan fungsionalnya secara sistemik sebelum dibangun kembali untuk memperoleh sistem pemaknaan yang holistik yang terdapat di dalam teks tersebut.

Sumber : buku k13 Bahasa Indonesia kelas XI