Para ulama mengatakan qurban adalah
minimal satu ekor kambing. Waktunya adalah setelah dilaksanakan shalat
idul adha dan kedua khutbahnya. Dan jika dilakukan sebelumnya maka tidak
dihitung sebagai qurban. Sebagai contoh, seseorang yang memotong
kambing setelah shalat subuh untuk dibagikan kepada faqir miskin adalah
boleh tetapi tidak dihitung sebagai pahala Udh hiyah.
Para fuqoha mengatakan sangat dianjurkan
ketika dilaksanakan shalat Idul Fitri agar diulur waktu pelaksanaannya,
sebab hari raya Idul Fitri terikat dengan zakat fitrah dan waktu utama
untuk menunaikan zakat fitrah adalah sebelum dilaksanakan shalat Idul
Fitri. Berbeda halnya dengan shalat Idul Adha yang dianjurkan dilakukan
lebih awal karena akan dilaksanakan penyembelihan Udh hiyah. Dan Udh hiyah dilaksanakan
setelah shalat Idul Adha sehingga masa untuk berqurban menjadi lebih
panjang. Sebagai contoh, di Kwitang, Guru besar umat islam Al Habib Ali
bin Abdurahman Al habsyi, sejak zaman hingga saat ini di masjid Ar
Riyyad kwitang, pelaksanaan shalat Idul Fitri dimulai jam delapan pagi
dan untuk pelaksanaan shalat Idul Adha dimulai jam tujuh pagi. Tujuannya
adalah agar orang yang ingin berzakat fitrah bisa memiliki waktu yang
lebih panjang di hari Idul Fitri, dan orang yang berqurban memiliki
waktu yang lebih panjang di hari Idul Adha.
Dan waktu berqurban terus berlanjut hingga terbenam matahari tanggal 13 Dzul Hijjah.
BEBERAPA ATURAN DAN SUNNAH BERQURBAN
Hal yang perlu diperhatikan dalam urutan memilih qurban yang lebih afdhal adalah sebagai berikut :
Pertama. Hewan yang
disembelih adalah unta atau sapi atau kambing. Untuk wilayah Indonesia
yang tidak ada unta, maka yang baik adalah sapi, kambing, atau kerbau,
dan umumnya adalah sapi dan kambing. Al Imam Asy Syairazi dalam kitab Al
Muhadzdzab beliau menyebutkan bahwa qurban sapi untuk 1 orang adalah
lebih afdhal (utama) daripada qurban sapi untuk 7 orang. Namun
jika qurban sapi dijadikan untuk 7 orang maka qurban 1 kambing untuk 1
orang adalah lebih afdhal (utama). Untuk qurban selain hewan di atas (yaitu unta, sapi/kerbau dan kambing) hukumnya tidak sah.
Kedua. Hewan yang akan
disembelih tidak boleh cacat berupa cacat yang mengurangi daging. Jika
cacat tersebut mengurangi daging maka qurban tidak sah. Penjual qurban
juga hendaknya menjual hewan-hewan qurban yang sehat dan tidak cacat.
Kemudian diantara hal yang disunnahkan
bagi yang ingin berqurban adalah sebagaimana yang tersebut di dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam muslim, dari Umul Mukminin
Sayidatina Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha, Rasulullah Shalallahu alaihi
wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:
من كان عنده ذبح يريد أن يذبحه فرأى هلال ذي الحجة فلا يمس من شعره و لا من أظفاره شيئا حتى يضحي
“Barang siapa yang memiliki hewan
qurban yang ingin dia qurbankan di hari raya maka apabila setelah masuk
hari pertama bulan Dzulhijah hendaknya dia tidak memotong kukunya atau
rambutnya hingga selesai dia menyembelih qurbannya di hari raya.”
Demikian sunnah dari Rasulullah dan hal
tersebut bukan hal yang wajib. Hikmah dari sunnah ini adalah agar rahmat
dan pengampunan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengalir kepada rambut dan
kuku dan seluruh anggota badan karena begitu besarnya karunia dan
anugerah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Diantara perkara yang disunnahkan adalah
bahwa hewan qurban disunnahkan untuk disembelih sendiri oleh orang yang
berqurban. Jika tidak bisa, dapat diwakilkan oleh tukang potong atau
orang yang lebih ahli. Diriwayatkan bahwa dari 100 ekor unta milik
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang ketika
itu beliau berada di tanah suci, 63 ekor unta disembelih sendiri dengan
tangan suci Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
Pekerjaan yang cukup berat tersebut dilakukan sendiri oleh rasulullah
dan 27 ekor lainnya dilanjutkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Radhiyallahu ‘Anhu. Kejadian ini menujukan bahwa Rasulullah Shalallahu
alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam adalah seseorang yang mempunyai
fisik yang kuat, tidak lemah dan penuh semangat. Karena pekerjaan
memotong 1 hewan qurban cukup berat, terlebih jika menyembelih 63 ekor
qurban. Dan di sinilah kisah yang melegenda, yaitu unta- unta tersebut
berebut ingin lebih dahulu disembelih oleh Rasulullah Shalallahu alaihi
wa aalihi wa shahbihi wa salam. Hewan-hewan tersebut berebut ingin
mendapat keberkahan dan kemuliaan karena disembelih melalui tangan
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Sungguh
beruntung 63 hewan tersebut, sedangkan 27 sisanya mendapat keberkahan
dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu yang ditugaskan
mewakili Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
Peristiwa ini memberikan pelajaran dan anjuran agar hewan qurban
disembelih sendiri oleh orang yang berqurban dan boleh diwakili jika ia
tidak mampu. Apabila diwakilkan maka dianjurkan bagi orang yang
berqurban tersebut agar menyaksikan hewan qurbannya ketika disembelih.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al Imam Al Baihaqi sebagaimana
diceritakan oleh Sahabat Abu Said Al Khudriy Radhiyallahu ‘Anhu
bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam
mengatakan kepada Sayyidatina Fathimah puteri Rasulullah Shalallahu
alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam:
“Wahai Fathimah bangun kepada udh
hiyahmu, saksikanlah qurbanmu, karena sesungguhnya dari sejak pertama
tetesan darahnya yang menyentuh bumi seluruh dosa-dosamu sudah diampuni
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”
Sungguh nikmat orang yang mampu berudh hiyah.
Berqurbanlah bagi orang yang punya kemampuan berqurban dan jangan pelit
karena pahalanya sangat besar, keuntungan dunia akhirat, dan terjaga
dari musibah. Dalam hadits disebutkan:
عظموا ضحاياكم فإنها على الصراط مطاياكم
“Besarkan qurban kalian karena
sesungguhnya qurban kalian itu di atas sirath (jembatan yang
dibentangkan Allah diatas api neraka) adalah tunggangan kalian”.
http://www.alhabibahmadnoveljindan.org/hukum-fiqh-udh-hiyahqurban/