Munculnya elit baru di kalangan kaum muda terpelajar, memunculkan pahaman baru di kalangan mereka. Kalangan elit baru itu lebih cenderung memilih pekerjaan sebagai guru, penerjemah, dokter, pengacara, dan wartawan. Munculnya elit baru itu memunculkan pemahaman kebangsaan.
Tujuh tahun setelah didirikannya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun dalam loyalitas kepulauan. Perubahan pesat dan radikal dari organisasi-organisasi pemuda saat itu semakin meluas untuk mencapai cita-cita persatuan. Maka pada 30 April – 2 Mei 1926, diadakannya rapat besar pemuda di Jakarta, yang kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda Pertama. Kongres itu diketuai oleh M. Tabrani. Tujuan kongres itu adalah untuk mencapai perkumpulan pemuda yang tunggal, yaitu membentuk suatu badan sentral dengan maksud memajukan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan antara semua perkumpulan-perkumpulan pemuda kebangsaan.
Gagasan-gagasan persatuan dibicarakan dalam kongres itu. Soemarto misalnya, tampil sebagai pembicara dengan topik “Gagasan Persatuan Indonesia”. Bahder Djohan tampil dengan topik “Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia”. Nona Adam yang menyampaikan gagasannya tentang “Kedudukan Kaum Wanita”. Djaksodipoero berbicara tentang “Rapak Lumuh”. Paul Pinontoan berbicara tentang “Tugas Agama di dalam Pergerakan Nasional”. Muhammad Yamin berbicara tentang “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia di Masa Mendatang”.
Gagasan yang disampaikan oleh Yamin dalam kongres itu merupakan pengulangan dari pidatonya yang disampaikan dalam Lustrum I Jong Sumatranen Bond. Saat itu pidato Yamin mendapat komentar dari Prof. Dr. Hooykes, bahwa kelak Yamin menjadi pelopor bagi usaha penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan pergaulan di Indonesia, dan bahasa Belanda akan terdesak oleh karenanya.
Keputusan mendasar dari Kongres Pemuda I adalah kongres mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia. meskipun belum dinyatakan dengan jelas. Sebagai tindaklanjut dari kongres itu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Batas, Sekar Rukun, Vereeniging voor Ambonsche Studeerenden dan Komite Kongres Pemuda I mengadakan pertemuan, pada 15 Agustus 1926. Pertemuan itu belum membawa hasil yang berarti. Kemudian dibentuklah anggaran organisasi baru yang bernama Jong Indonesia (Pemuda Indonesia). organisasi baru itu bertujuan untuk menanamkan cita-cita persatuan Indonesia.
Sementara itu untuk menghapus penjajahan yang merugikan rakyat Indonesia dibentuklah Perhimpunan Pelajar-Pelajar di Indonesia (PPPI) di Jakarta, September 1926. PPPI bertujuan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.
Cita-cita hanya dapat tercapai bila paham kedaerahan dihilangkan dan perselisihan pendapat diantara kaum nasionalis harus dihapuskan. Aktivitas PPPI meliputi gerakan pemuda, sosial, dan politik. Ketua perkumpulan itu Soegondo Djojopoepito, tokoh-tokoh lainnya adalah Muh. Yamin, Abdullah Sigit, Suwiryo, Sumitro Reksodiputro, A.K. Gani, Tamzil, Sunarko, Amir Syarifuddin, dan Sumanang. Perhimpunan itu sering berkumpul di Indonesische Clubgebouw yang terletak di Jl. Kramat No 106, Weltevreden. Mereka mempunyai hubungan antaranggota yang sangat dekat dan tidak formal.
Pada 20 Februari 1927, pertemuan dilanjutkan, dalam pertemuan itu membahas tentang fusi antarorganisasi pemuda, akan tetapi hasilnya belum maksimal. Persoalan kedaerahan masih muncul pada saat itu. Pada tahun itu pula Jong Java mulai kehilangan peran dominannya dalam gerakan pemuda. Peran itu kemudian diambil alih oleh PPPI dan Jong Indonesia. Perjuangan pemuda dari tahun 1926-1928 berjalan dengan cepat. Baik dari kalangan muda maupun kalangan tua memandang bahwa sudah waktunya untuk bersatu. Bahkan untuk merapatkan barisan di tanah Hindia, para pelajar yang terhimpun dalam Perhimpunan Indonesia kembali ke tanah air. Diantara mereka adalah Sartono, Moh. Nazif, dan Mononutu. Selama dua tahun itulah para pemuda mengadakan pertemuan secara intensif di Indonesische Clubgebouw.
Untuk mempersiapkan rapat tersebut, PPPI mengambil langkah untuk membentuk panitia rapat pemuda dengan acara mengadakan rapat-rapat terbuka yang diisi dengan ceramah yang menganjurkan dan menguatkan perasaan persatuan. Pada Juni 1928, panitia kongres dibentuk. Ketua kongres dipilih Soegoendo Djojopoespito dari PPPI, Wakil Ketua Djoko Marsaid dari Jong Java, dan Sekretaris Muh. Yamin dari Sumatranen Bond.
Pada 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II dilaksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw. Saat itu kongres dihadir sekitar 1000 orang. Dalam kesempatan itu Muh. Yamin menyampaikan pidatonya dengan judul “Dari Hal Persatoean dan Kebangsaan Indonesia”. Pada hari kedua kongres dibicarakan tentang masalah-masalah pendidikan, pembicara saat itu antara lain Ki Hadjar Dewantara, S. Mangoensarkoro, Djokosarwono, Ramelan, Mr. Soenario, dan Poernomowoelan.
Dalam rapat-rapat di PPPI, Yamin selalu menentang ide fusi dari perkumpulan yang ada. Sebagai pemuda Sumatera Yamin berkeinginan untuk memilih federasi dari perkumpulan-perkumpulan yang ada. Keinginannya itu lebih cenderung agar perkumpulan lebih bebas bergerak. Namun saat Kongres Pemuda berlangsung, Yamin berubah pikiran, ketika itu Mr. Soenario sedang berpidato. Sebagai sekretaris, ia memberi resolusi dalam rapat itu, yaitu menjunjung tinggi persatuan dan perkumpulan pemuda yang ada. Adapun isi putusan tersebut adalah:
..........Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan :
Pertama: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe bertoempaah darah yang satoe, tanah Indonesia;
Kedoea: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe berbangsa yang satoe bangsa Indonesia;
Ketiga: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Keputusan pemuda-pemudi itu kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda, pada saat itu pula dikumandangkannya lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman dan bendera Merah Putih digunakan sebagai bendera Pusaka Bangsa Indonesia
Peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 itu merupakan puncak pergerakan nasional. Karena itulah kita memperingatinya sebagai peristiwa bersejarah yang diperingati setiap tahun hingga saat ini sebagai hari besar nasional. Putusan kongres itu menjiwa setiap perkumpulan pemuda di Indonesia di kemudian hari. Selanjutnya organisasi-organisasi pemuda itu mengadakan persiapan-persiapan untuk mengadakan fusi. Jong Java sebagai organisasi terbesar dan tertua waktu itu, menyetujui ide fusi itu dalam Kongres ke-11, tanggal 25-29 Desember 1928 di Yogyakarta. Sebagai kelanjutan kongres itu Jong Java membubarkan diri dan bergabung dengan Indonesia Muda. Komisi Besar Indonesia Muda kemudian menyelenggarakan kongres untuk mendirikan badan fusi yang bernama Indonesia Muda di Gedung Habiprojo Surakarta yang diselenggarakan pada tanggal 28 Desember hingga 2 Januari 1931. Saat terbentuknya Indonesia Muda mempunyai 25 cabang di seluruh Indonesia, empat di Sumatera, 21 di Sulawesi. Yong Islamieten Bond dan Pemuda Muslimin karena suatu alasan tidak ikut bergabung dalam organisasi gabungan itu.
Dengan berdirinya Indonesia Muda secara otomatis perkumpulan Jong Java, Jong Celebes, Perhimpunan Indonesia, dan Pemuda Sumatera membubarkan diri. Tampuk pimpinan Indonesia Muda kemudian diserahkan kepada Pedoman Besar Indonesia Muda. Tokoh-tokoh yang menandatangani deklarasi Indonesia Muda itu adalah Kuncara Purbopranoto, Muhammad Yamin, Jusupadi, Sjahrial, Assat, Suwadji Prawirohardjo, Adnan Gani, Tamzil, Sujadi, dan Pantouw.
Indonesia Muda bertujuan membangun dan mempertahankan keinsyafan antara anak bangsa yang bertanah air satu agar tercapai Indonesia Raya. Untuk mewujudkan tujuan itu dikembangkan sikap saling menghargai dan memelihara persatuan semua anak Indonesia, dengan mengadakan kursus-kursus untuk memberantas buta huruf, memajukan olah raga, dan lain sebaginya. Berdirinya Indonesia Muda itu memberikan inspirasi kepada tokoh-tokoh pemuda lain untuk mendirikan perjuangan yang lebih luas. Perjuangan tidak saja menuntut hak-hak sosial, tetapi juga menuntut suatu kemerdekaan bagi Indonesia Merdeka. Di samping itu Volksraad yang sudah didirikan oleh pemerintah Belanda (1918) kemudian digunakan oleh pemuda Indonesia yang tergabung didalamnya untuk membela kepentingan rakyat Indonesia.
Diadakannya Kongres Pemuda II yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda tersebut nampaknya ikut semakin menyemangati perjuangan organisasi pergerakan perempuan di Indonesia. Se-ide dengan pelaksanaan Kongres Pemuda II itu kemudian organisasi-organisasi wanita yang telah berkembang di berbagai daerah di Indonsia itu mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928, di Pendopo Joyodipuro, Yogyakarta, yang dipimpin oleh Ny. R.A. Sukanto. Kongres itu diprakarsai oleh Ny. Sukoto, Nyi Hajar Dewantara, dan Nn. Suyatin. Kongres itu bertujuan untuk menjalin persatuan di antara perkumpulan wanita, dan memajukan wanita. Dalam Kongres Perempuan Indonesia I itu dihadiri oleh 30 organisasi wanita. Kongres Perempuan Indonesia I itu merupakan bagian penting bagi Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia. Untuk mengenang sejarah kongres perempuan maka pada tanggal 22 Dsember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia.
Pada perkembangan selanjutnya organisasi itu berubah nama sebagai Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPPI). Perjuangan organisasi itu semakin kuat dengan didirikannya Isteri Sedar dan Istri Indonesia. Isteri Sedar didirikan oleh Suwarni Pringgodigdo (1930), di Bandung. Organisasi itu bertujuan meningkatkan kesadaran wanita Indonesia untuk memperkokoh cita-cita Indonesia Merdeka. Organisasi ini sejalan dengan PNI, yang menolak poligami. Selanjutnya Istri Indonesia didirikan 1932. Organisasi itu didirikan berdasarkan nasionalisme dan demokrasi. Tujuan Istri Indonesia adalah mencapai Indonesia Raya dan bersikap kooperatif terhadap pemerintah Belanda. tokoh-tokoh organisasi itu adalah Ny. Sunaryo Mangunpuspito dan Maria Ulfah Santoso. Kongres Perempuan I dan juga semakin meningkatnya gerakan organisasi wanita telah ikut mendorong bagi kemajuan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kejayaan dan kemerdekaan.
Sementara itu gerakan organisasi pemuda terus mengalami kemajuan. Pada 31 Desember 1931, diselenggarakan rapat besar Indonesia Muda. Saat itu Indonesia Muda resmi didirikan diiringi dengan upacara. Selanjutnya setiap cabang secara khusus ditanya kesiapannya untuk mendirikan Indonesia Muda. Tepat pukul 12.00 WIB semua hadirin diminta untuk berdiri dan piagam pendirian Indonesia Muda dibacakan. Pada saat itu Panji-panji Indonesia Muda berkibar untuk selama-lamanya diiringi bunyi gamelan, setelah gamelan berhenti semua pemuda yang hadir menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Pada mulanya perkumpulan Indonesia Muda tidak diperbolehkan terlibat dalam politik. Tekanan pemerintah terhadap larangan berpolitik mendorong anggota Indonesia Muda untuk mendirikan perkumpulan lain. Pada 1931, orang-orang PNI Baru di Malang mendirikan Suluh Pemuda Indonesia yang bercorak Marhaen. Partindo di Yogyakarta mendirikan Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia (Perpri). Dari perkumpulan Islam misalnya, berdiri JIB bagian keputrian, Pemuda Muslim Indonesia, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Perserikatan Ulama, Pemuda Persatuan Islam, dan Anshor NU. Dari pemuda Kristen misalnya, lahir Persatuan Pergerakan Pemuda Kristen, sementara pemuda Katholik melahirkan Mudo Katholik dari partai politik Suluh Pemuda Indonesia, barisan Pemuda Gerindo, Jajasan Obor Pasundan. Perkumpulan lainnya seperti, Taman Siswa, Persatuan Pemuda Teknik, Persatuan Putri Cirebon, Kebangunan Sulawesi, dan Minangkabau.
Dalam gerakannya para pemuda itu melakukan kepanduan. Kepanduan itu berasal dari kepanduan Jong Java, Pemuda Sumatera, dan organisasi pemuda lainnya. Kepanduan itu mengambil azas dari kepanduan dunia, yang berisi tentang memberikan pelajaran dalam bentuk segala permainan dan kecakapan pandu, untuk meningkatkan kesehatan para pemuda. Disamping itu juga berdiri kepanduan berdasarkan kebangsaan dan keagamaan, seperti Natipy, Hizbul Wathon, Siap, dan Kepanduan Rakyat Indonesia.
Sumber : buku sejarah indonesia kls xi k13
Tujuh tahun setelah didirikannya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun dalam loyalitas kepulauan. Perubahan pesat dan radikal dari organisasi-organisasi pemuda saat itu semakin meluas untuk mencapai cita-cita persatuan. Maka pada 30 April – 2 Mei 1926, diadakannya rapat besar pemuda di Jakarta, yang kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda Pertama. Kongres itu diketuai oleh M. Tabrani. Tujuan kongres itu adalah untuk mencapai perkumpulan pemuda yang tunggal, yaitu membentuk suatu badan sentral dengan maksud memajukan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan antara semua perkumpulan-perkumpulan pemuda kebangsaan.
Gagasan-gagasan persatuan dibicarakan dalam kongres itu. Soemarto misalnya, tampil sebagai pembicara dengan topik “Gagasan Persatuan Indonesia”. Bahder Djohan tampil dengan topik “Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia”. Nona Adam yang menyampaikan gagasannya tentang “Kedudukan Kaum Wanita”. Djaksodipoero berbicara tentang “Rapak Lumuh”. Paul Pinontoan berbicara tentang “Tugas Agama di dalam Pergerakan Nasional”. Muhammad Yamin berbicara tentang “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia di Masa Mendatang”.
Gagasan yang disampaikan oleh Yamin dalam kongres itu merupakan pengulangan dari pidatonya yang disampaikan dalam Lustrum I Jong Sumatranen Bond. Saat itu pidato Yamin mendapat komentar dari Prof. Dr. Hooykes, bahwa kelak Yamin menjadi pelopor bagi usaha penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan pergaulan di Indonesia, dan bahasa Belanda akan terdesak oleh karenanya.
Keputusan mendasar dari Kongres Pemuda I adalah kongres mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia. meskipun belum dinyatakan dengan jelas. Sebagai tindaklanjut dari kongres itu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Batas, Sekar Rukun, Vereeniging voor Ambonsche Studeerenden dan Komite Kongres Pemuda I mengadakan pertemuan, pada 15 Agustus 1926. Pertemuan itu belum membawa hasil yang berarti. Kemudian dibentuklah anggaran organisasi baru yang bernama Jong Indonesia (Pemuda Indonesia). organisasi baru itu bertujuan untuk menanamkan cita-cita persatuan Indonesia.
Sementara itu untuk menghapus penjajahan yang merugikan rakyat Indonesia dibentuklah Perhimpunan Pelajar-Pelajar di Indonesia (PPPI) di Jakarta, September 1926. PPPI bertujuan untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.
Cita-cita hanya dapat tercapai bila paham kedaerahan dihilangkan dan perselisihan pendapat diantara kaum nasionalis harus dihapuskan. Aktivitas PPPI meliputi gerakan pemuda, sosial, dan politik. Ketua perkumpulan itu Soegondo Djojopoepito, tokoh-tokoh lainnya adalah Muh. Yamin, Abdullah Sigit, Suwiryo, Sumitro Reksodiputro, A.K. Gani, Tamzil, Sunarko, Amir Syarifuddin, dan Sumanang. Perhimpunan itu sering berkumpul di Indonesische Clubgebouw yang terletak di Jl. Kramat No 106, Weltevreden. Mereka mempunyai hubungan antaranggota yang sangat dekat dan tidak formal.
Pada 20 Februari 1927, pertemuan dilanjutkan, dalam pertemuan itu membahas tentang fusi antarorganisasi pemuda, akan tetapi hasilnya belum maksimal. Persoalan kedaerahan masih muncul pada saat itu. Pada tahun itu pula Jong Java mulai kehilangan peran dominannya dalam gerakan pemuda. Peran itu kemudian diambil alih oleh PPPI dan Jong Indonesia. Perjuangan pemuda dari tahun 1926-1928 berjalan dengan cepat. Baik dari kalangan muda maupun kalangan tua memandang bahwa sudah waktunya untuk bersatu. Bahkan untuk merapatkan barisan di tanah Hindia, para pelajar yang terhimpun dalam Perhimpunan Indonesia kembali ke tanah air. Diantara mereka adalah Sartono, Moh. Nazif, dan Mononutu. Selama dua tahun itulah para pemuda mengadakan pertemuan secara intensif di Indonesische Clubgebouw.
Untuk mempersiapkan rapat tersebut, PPPI mengambil langkah untuk membentuk panitia rapat pemuda dengan acara mengadakan rapat-rapat terbuka yang diisi dengan ceramah yang menganjurkan dan menguatkan perasaan persatuan. Pada Juni 1928, panitia kongres dibentuk. Ketua kongres dipilih Soegoendo Djojopoespito dari PPPI, Wakil Ketua Djoko Marsaid dari Jong Java, dan Sekretaris Muh. Yamin dari Sumatranen Bond.
Pada 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II dilaksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw. Saat itu kongres dihadir sekitar 1000 orang. Dalam kesempatan itu Muh. Yamin menyampaikan pidatonya dengan judul “Dari Hal Persatoean dan Kebangsaan Indonesia”. Pada hari kedua kongres dibicarakan tentang masalah-masalah pendidikan, pembicara saat itu antara lain Ki Hadjar Dewantara, S. Mangoensarkoro, Djokosarwono, Ramelan, Mr. Soenario, dan Poernomowoelan.
Dalam rapat-rapat di PPPI, Yamin selalu menentang ide fusi dari perkumpulan yang ada. Sebagai pemuda Sumatera Yamin berkeinginan untuk memilih federasi dari perkumpulan-perkumpulan yang ada. Keinginannya itu lebih cenderung agar perkumpulan lebih bebas bergerak. Namun saat Kongres Pemuda berlangsung, Yamin berubah pikiran, ketika itu Mr. Soenario sedang berpidato. Sebagai sekretaris, ia memberi resolusi dalam rapat itu, yaitu menjunjung tinggi persatuan dan perkumpulan pemuda yang ada. Adapun isi putusan tersebut adalah:
..........Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan :
Pertama: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe bertoempaah darah yang satoe, tanah Indonesia;
Kedoea: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe berbangsa yang satoe bangsa Indonesia;
Ketiga: Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Keputusan pemuda-pemudi itu kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda, pada saat itu pula dikumandangkannya lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman dan bendera Merah Putih digunakan sebagai bendera Pusaka Bangsa Indonesia
Peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 itu merupakan puncak pergerakan nasional. Karena itulah kita memperingatinya sebagai peristiwa bersejarah yang diperingati setiap tahun hingga saat ini sebagai hari besar nasional. Putusan kongres itu menjiwa setiap perkumpulan pemuda di Indonesia di kemudian hari. Selanjutnya organisasi-organisasi pemuda itu mengadakan persiapan-persiapan untuk mengadakan fusi. Jong Java sebagai organisasi terbesar dan tertua waktu itu, menyetujui ide fusi itu dalam Kongres ke-11, tanggal 25-29 Desember 1928 di Yogyakarta. Sebagai kelanjutan kongres itu Jong Java membubarkan diri dan bergabung dengan Indonesia Muda. Komisi Besar Indonesia Muda kemudian menyelenggarakan kongres untuk mendirikan badan fusi yang bernama Indonesia Muda di Gedung Habiprojo Surakarta yang diselenggarakan pada tanggal 28 Desember hingga 2 Januari 1931. Saat terbentuknya Indonesia Muda mempunyai 25 cabang di seluruh Indonesia, empat di Sumatera, 21 di Sulawesi. Yong Islamieten Bond dan Pemuda Muslimin karena suatu alasan tidak ikut bergabung dalam organisasi gabungan itu.
Dengan berdirinya Indonesia Muda secara otomatis perkumpulan Jong Java, Jong Celebes, Perhimpunan Indonesia, dan Pemuda Sumatera membubarkan diri. Tampuk pimpinan Indonesia Muda kemudian diserahkan kepada Pedoman Besar Indonesia Muda. Tokoh-tokoh yang menandatangani deklarasi Indonesia Muda itu adalah Kuncara Purbopranoto, Muhammad Yamin, Jusupadi, Sjahrial, Assat, Suwadji Prawirohardjo, Adnan Gani, Tamzil, Sujadi, dan Pantouw.
Indonesia Muda bertujuan membangun dan mempertahankan keinsyafan antara anak bangsa yang bertanah air satu agar tercapai Indonesia Raya. Untuk mewujudkan tujuan itu dikembangkan sikap saling menghargai dan memelihara persatuan semua anak Indonesia, dengan mengadakan kursus-kursus untuk memberantas buta huruf, memajukan olah raga, dan lain sebaginya. Berdirinya Indonesia Muda itu memberikan inspirasi kepada tokoh-tokoh pemuda lain untuk mendirikan perjuangan yang lebih luas. Perjuangan tidak saja menuntut hak-hak sosial, tetapi juga menuntut suatu kemerdekaan bagi Indonesia Merdeka. Di samping itu Volksraad yang sudah didirikan oleh pemerintah Belanda (1918) kemudian digunakan oleh pemuda Indonesia yang tergabung didalamnya untuk membela kepentingan rakyat Indonesia.
Diadakannya Kongres Pemuda II yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda tersebut nampaknya ikut semakin menyemangati perjuangan organisasi pergerakan perempuan di Indonesia. Se-ide dengan pelaksanaan Kongres Pemuda II itu kemudian organisasi-organisasi wanita yang telah berkembang di berbagai daerah di Indonsia itu mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928, di Pendopo Joyodipuro, Yogyakarta, yang dipimpin oleh Ny. R.A. Sukanto. Kongres itu diprakarsai oleh Ny. Sukoto, Nyi Hajar Dewantara, dan Nn. Suyatin. Kongres itu bertujuan untuk menjalin persatuan di antara perkumpulan wanita, dan memajukan wanita. Dalam Kongres Perempuan Indonesia I itu dihadiri oleh 30 organisasi wanita. Kongres Perempuan Indonesia I itu merupakan bagian penting bagi Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia. Untuk mengenang sejarah kongres perempuan maka pada tanggal 22 Dsember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia.
Pada perkembangan selanjutnya organisasi itu berubah nama sebagai Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPPI). Perjuangan organisasi itu semakin kuat dengan didirikannya Isteri Sedar dan Istri Indonesia. Isteri Sedar didirikan oleh Suwarni Pringgodigdo (1930), di Bandung. Organisasi itu bertujuan meningkatkan kesadaran wanita Indonesia untuk memperkokoh cita-cita Indonesia Merdeka. Organisasi ini sejalan dengan PNI, yang menolak poligami. Selanjutnya Istri Indonesia didirikan 1932. Organisasi itu didirikan berdasarkan nasionalisme dan demokrasi. Tujuan Istri Indonesia adalah mencapai Indonesia Raya dan bersikap kooperatif terhadap pemerintah Belanda. tokoh-tokoh organisasi itu adalah Ny. Sunaryo Mangunpuspito dan Maria Ulfah Santoso. Kongres Perempuan I dan juga semakin meningkatnya gerakan organisasi wanita telah ikut mendorong bagi kemajuan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kejayaan dan kemerdekaan.
Sementara itu gerakan organisasi pemuda terus mengalami kemajuan. Pada 31 Desember 1931, diselenggarakan rapat besar Indonesia Muda. Saat itu Indonesia Muda resmi didirikan diiringi dengan upacara. Selanjutnya setiap cabang secara khusus ditanya kesiapannya untuk mendirikan Indonesia Muda. Tepat pukul 12.00 WIB semua hadirin diminta untuk berdiri dan piagam pendirian Indonesia Muda dibacakan. Pada saat itu Panji-panji Indonesia Muda berkibar untuk selama-lamanya diiringi bunyi gamelan, setelah gamelan berhenti semua pemuda yang hadir menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Pada mulanya perkumpulan Indonesia Muda tidak diperbolehkan terlibat dalam politik. Tekanan pemerintah terhadap larangan berpolitik mendorong anggota Indonesia Muda untuk mendirikan perkumpulan lain. Pada 1931, orang-orang PNI Baru di Malang mendirikan Suluh Pemuda Indonesia yang bercorak Marhaen. Partindo di Yogyakarta mendirikan Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia (Perpri). Dari perkumpulan Islam misalnya, berdiri JIB bagian keputrian, Pemuda Muslim Indonesia, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Perserikatan Ulama, Pemuda Persatuan Islam, dan Anshor NU. Dari pemuda Kristen misalnya, lahir Persatuan Pergerakan Pemuda Kristen, sementara pemuda Katholik melahirkan Mudo Katholik dari partai politik Suluh Pemuda Indonesia, barisan Pemuda Gerindo, Jajasan Obor Pasundan. Perkumpulan lainnya seperti, Taman Siswa, Persatuan Pemuda Teknik, Persatuan Putri Cirebon, Kebangunan Sulawesi, dan Minangkabau.
Dalam gerakannya para pemuda itu melakukan kepanduan. Kepanduan itu berasal dari kepanduan Jong Java, Pemuda Sumatera, dan organisasi pemuda lainnya. Kepanduan itu mengambil azas dari kepanduan dunia, yang berisi tentang memberikan pelajaran dalam bentuk segala permainan dan kecakapan pandu, untuk meningkatkan kesehatan para pemuda. Disamping itu juga berdiri kepanduan berdasarkan kebangsaan dan keagamaan, seperti Natipy, Hizbul Wathon, Siap, dan Kepanduan Rakyat Indonesia.
Sumber : buku sejarah indonesia kls xi k13